OPINI

Mudik dan Sebungkus Rokok yang Menemani

Mudik. Seperti perjalanan dari kota, tempat kita mencari penghidupan, kemudian kembali ke kampung halaman, tempat kita mengawali kehidupan. Dalam perjalanan mudik, kita akan menemukan banyak sekali orang. Yang berjalan santai, memenuhi ruang, hingga menikmati kemacetan. 

Kata kemacetan seakan bukanlah kata negatif dalam mudik. Sebab, di saat mudik, kita pasti akan menemukan macet. Justru, bagi sebagian orang, akan menjadi aneh apabila mudik, kok, tidak macet. 

Kita sering menganggap bahwa macet adalah hambatan dan tantangan dalam perjalanan. Namun, makna kita adalah kumpulan orang yang melakukan perjalanan ke kampung halaman. Maka, sebaliknya, macet adalah keberkahan bagi orang-orang yang menjajakan dagangan di pinggir jalan. 

Mudik, Perjalanan, dan Sebungkus Rokok

Keberkahan itu bentuknya macam-macam. Dan, bagi pedagang kaki lima, macet adalah sebentuk berkah yang menyegarkan. Di saat kemacetan itulah, mereka akan hadir. Lalu, menyelinap ke bus, atau sekadar menawarkan dagangan dari kaca mobil ke kaca mobil lainnya. 

Dagangannya bermacam-macam. Ada tahu Sumedang, telur Brebes, kacang rebus, hingga sebungkus rokok. Khusus yang terakhir, memang amat jarang kita temukan pedagang asongan dari kaca mobil ke kaca mobil lainnya. 

Akan tetapi, di rest area kita akan menemukan setiap toko yang menjual rokok. Entah itu eceran, sebungkus, atau bahkan satu slop. Bagi yang ingin menikmati rokok, tentu ada tempat tersendiri. 

Sebagian kecil orang mengepulkan asap, mengisap dengan pelan. Setidaknya dengan rokok, pikiran menjadi lega karena, barangkali, stres di jalan. Sementara bagi pedagang asongan, ia akan menghitung selembar uang rokok, merapikannya, dan memasukkannya ke dompet. 

Mudik: Tradisi Setahun Sekali

Mudik memang tradisi atau ritual yang hanya ada di Indonesia. Dari mudik, kita banyak belajar bahwa berjumpa dengan orang-orang yang tidak kita kenal. Orang-orang yang barangkali akan berjumpa kembali dengan kampung halamannya setahun sekali. 

Mereka biasanya akan membawa sejumlah barang, entah itu kebutuhan pokok, atau lainnya. Bahkan, kata lainnya bisa jadi berbagi THR dalam sebungkus atau satu slop rokok. Barang-barang yang nantinya dibagikan tidak hanya kepada keluarga atau sanak saudara, melainkan juga tetangga. 

Sungguh dari barang-barang itulah terdapat momen perjumpaan. Momen bertemu kembali. Momen mengingat bahwa dari mana kita berasal. Dari mana kita memulai kehidupan. 

Kita mungkin akan saling tertawa. Kemudian, lambat laun merenungi. Dahulu, ternyata betapa kecilnya kita di kampung halaman. Dari yang tak bisa apa-apa sekarang bisa menjadi luar biasa. 

Akan tetapi, bukan hal istimewa ketika kembali ke kampung halaman menjadi orang-orang luar biasa. Melainkan kita masih mau menjejakkan kaki di kampung halaman lah itu sebenar-benarnya mudik. Sebab, itu artinya kita mau mengingat kampung halaman. 

Untuk kalian yang mudik, tetap hati-hati di jalan. Jangan jadi egois untuk menjadi yang tercepat dan terdepan. Ingat, banyak yang menanti di kampung halaman. Tetap jaga kepala agar selalu dingin, hingga nanti saat tiba di sore atau malam hari, kita bisa tenang.

Selamat mudik, sahabat sebat.