Hari buruh. Sebuah peringatan pada 1 Mei. Sebuah hak bagi buruh untuk menikmati waktu jeda.
Buruh. Sebuah profesi yang sebenarnya umum. Bahkan, hampir setiap orang menjadi buruh atas pekerjaannya. Namun, belakangan jenis buruh terbagi menjadi dua. Buruh kerah biru dan buruh kerah putih.
Yang pertama, adalah buruh yang bekerja di luar kantor atau di lapangan. Sedangkan yang kedua, adalah buruh yang bekerja di dalam kantor. Apa pun perbedaannya, keduanya sama-sama hanya mengerjakan tugas dan melakukan kewajiban dari perusahaan.
Hari ini hari buruh. Hari yang semestinya buruh bisa bersantai. Tenang. Sejenak menikmati suasana rehat. Tapi, sebagian kecil buruh memilih jalur yang lain.
Mereka turun ke jalan. Berjalan dan bergandengan tangan ke tempat cukup sakral, yaitu Istana Negara. Hendak menyuarakan pendapat.
Setiap elemen buruh biasanya berkumpul di sana. Mulai dari buruh pabrik tekstil, pabrik sepatu, hingga buruh Industri Hasil Tembakau.
Turun ke jalan hanya langkah kecil dari jutaan langkah yang perlu dibangun. Langkah yang barangkali akan mendapatkan sikap abai dari negara. Sebab, seperti biasa, di hari buruh mereka, para pejabat itu, akan menghilang. Menghindar dari para buruh.
Kesetaraan, Ide Besar Para Buruh
Ide kesetaraan bukanlah ide baru. Ini ide lama yang terus dikembangbiakkan. Apa, sih, harapan terbesar hak buruh? Mereka hanya ingin mendapatkan upah yang layak. Tidak hanya di atas UMR, melainkan upah yang memanusiakan manusia.
Apakah hal tersebut menjadi mungkin? Barangkali iya apabila buruh bekerja di pabrik rokok ternama seperti di Kudus atau Kediri. Mereka akan lega, setidaknya hal tersebut terlihat pada kesejahteraannya, khususnya saat THR.
Akan tetapi, bagaimana dengan buruh lain? Apakah mereka juga merasakan nasib serupa? Tentu saja jawabannya tidak. Jika iya, barangkali tidak ada demo buruh hari ini.
Kekeliruan pejabat negara atau penguasa dalam memandang buruh adalah derajat mereka lebih tinggi daripada buruh. Padahal, sejatinya sama saja. Sama-sama manusia. Sama-sama memiliki hak dan kewajiban.
Beban kerja lah yang membuat adanya perbedaan pendapatan di dalam perusahaan. Namun, perusahaan perlu mengingat bahwa tanpa buruh, perusahaan tidak akan mampu menuai profit. Bahkan, bisnisnya bisa berjalan dan stabil.
Buruh Adalah Manusia, Bukan Robot
Kamu pernah mendengar lagu Fourtwnty yang berjudul Zona Nyaman? Jika iya, coba simak liriknya. Salah satu lirik yang berkaitan erat dengan buruh, yaitu:
“kita ini insan, bukan seekor sapi”
Insan dan sapi seperti dua kata yang bertolak belakang. Insan identik dengan manusia sedangkan sapi adalah representasi dari hewan berkaki empat.
Sapi menghasilkan susu dengan cara diperah oleh manusia. Sedangkan manusia tidak. Ia menghasilkan sesuatu yang bermanfaat terhadap makhluk hidup. Sesuatu yang kadang untuk menghasilkannya, ia harus “rela” diperah sedemikian rupa.
Padahal, manusia ya manusia, beda perlakuan dengan sapi. Sayangnya, era modern seperti saat ini masih terdapat perbudakan. Tidak dengan cara kasar seperti kolonial, tapi halus seperti koruptor.
Buruh di Industri Hasil Tembakau
Sebagian besar buruh yang mengabdikan dirinya untuk pabrik rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah perempuan. Teliti dan telaten adalah alasan mengapa perusahaan memilih perempuan. Mereka termasuk ke dalam jenis buruh kerah putih.
Sedangkan pedagang asongan, sales rokok, SPG rokok merupakan tiga profesi yang termasuk dari bagian buruh kerah biru. Mereka bekerja di lapangan. Mereka juga yang sering kali terpinggirkan. Bahkan, terlupakan.
Maka dari itu, untuk mengingat jasa mereka, sudah sepantasnya mereka juga dianggap sebagai pahlawan. Tidak hanya berjasa untuk perusahaan melainkan juga untuk negara.