kebijakan industri hasil tembakau
OPINI

Perumusan Kebijakan Cukai Kemenkeu Ingin Menggencet Petani Tembakau

Pemerintah memang tidak mau berbenah dalam mengelola kebijakan cukai hasil tembakau. Kali ini, pemerintah membawa masalah baru.

Dualisme kepentingan itu pasti dan negara melakukannya pada saat ini. Tak percaya, coba cek kebijakan negara terkait Industri Hasil Tembakau (IHT). Mereka selalu menargetkan penerimaan IHT via cukai lebih dari Rp200 Triliun. Sementara itu, mereka terus merongrong IHT dengan berbagai regulasi. Hingga kini, jumlahnya mencapai 400 lebih.

Entah apa yang membuat mereka khawatir. Sebab, mereka, kelompok kesehatan dan antitembakau itu, harus membuat regulasi sedemikian banyaknya. Padahal, jika mereka mau mengacu pada PP 109/2012, sebenarnya sudah termaktub tentang IHT. Mulai dari bungkus rokok hingga iklan rokok. Semuanya telah ada pembahasannya.

Akan tetapi, mereka selalu tidak puas. Mereka berusaha mencari celah. Mereka berharap kita lengah. Maka, mereka selalu mengeluarkan ide, yang entah bagaimana caranya, harus mengendalikan tembakau. Mereka menggunakan tangan pemerintah agar lebih mudah menerbitkan regulasi. 

Terbaru, mereka, melalui Kementerian Keuangan, berupaya untuk merumuskan arah kebijakan cukai. Ada empat hal yang hendak dirumuskan, yaitu tarif bersifat multiyears, kenaikan tarif cukai moderat, penyederhanaan tarif cukai, dan mendekatkan disparitas tarif antar layer. 

Kebijakan Tidak Memihak Industri Hasil Tembakau 

Keempat hal tersebut sama saja mengerdilkan industri hasil tembakau. Mengapa hal tersebut bisa terjadi?

a. Tarif Bersifat Multiyears

Usulan multiyears mengacu pada tahun 2023 dan 2024. Kita ketahui bersama pada kedua tahun tersebut, untuk pertama kalinya, Kementerian Keuangan menetapkan tarif cukai selama dua tahun berturut-turut. Besarannya 10%. Persentase tersebut mengkhawatirkan banyak orang. Dan memang benar, bukan?

Tahun 2023, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) menurun. Kemudian, melihat tren pada kuartal I, CHT juga tetap tidak sesuai target. Maka, potensi penurunan penerimaan CHT cukup terbuka. Lalu, sadarkah pemerintah akan hal ini? 

b. Kenaikan Tarif Cukai Moderat

Ini usulan yang tidak masuk akal. Moderat dari mana? Data dalam lima tahun terakhir saja, kenaikan CHT selalu lebih dari dua digit. Mulai dari 2020: 23%, 2021: 12,5%, 2022: 12%, 2023 dan 2024: 10%. Total sudah 67,5%. Jika pemerintah ingin mengeluarkan kebijakan CHT yang moderat, semestinya tidak lebih dari dua digit. 

Benar bahwa kebijakan kenaikan CHT selalu melampaui target. Tapi, ingat, ya bahwa sebuah kebijakan akan ada masa akhirnya. Tahun 2023 adalah buktinya. Jika tahun 2025 masih memaksa, bukan tidak mungkin lonceng kematian IHT semakin dekat. 

c. Penyederhanaan Tarif Cukai

Entah apa yang pemerintah pikirkan untuk mendukung IHT berkembang dengan pesat. Ini usulan lama. Artinya seperti ide usang yang hendak dilontarkan kembali. Justru adanya penyederhanaan tarif cukai akan mematikan buruh pabrik rokok. 

Ya, gimana, nggak? Struktur tarif antar SKT, SKM, dan SPM semestinya proporsional. Kalo SKT disamakan dengan SKM dan SPM, ya jelas kalah pabrikan kecil. Ini jelas hanya menguntungkan pabrikan besar. Apalagi yang sudah masuk dalam skala internasional. Maka, ada ambivalensi kebijakan dalam hal penyederhanaan tarif cukai.

d. Mendekatkan Disparitas Tarif Antar Layer

Ini hal yang mirip dengan poin ketiga. Setelah buruh pabrik rokok dan pabrikan kecil yang tertimpa tangga maka tangga tersebut beralih ke petani tembakau. Mengapa demikian?

Pabrik tidak lagi sanggup membeli tembakau dari petani. Alhasil, petani mencari cara untuk menjualkan tembakau ke pabrikan lain. Ternyata pabrik yang menyambut adalah pabrik rokok ilegal. Pabrik yang tidak memiliki regulasi jelas terkait pengambilan tembakau dari aroma, bobot, hingga warna. Tembakau dibeli dengan murah meskipun petani telah mengeluarkan jerih payah yang tak kenal lelah. 

Sederat alasan inilah yang semestinya pemerintah mengevaluasi kebijakan CHT secara menyeluruh. Apabila terjadi pembiaran berulang kali, berarti memang pemerintah ingin pelan-pelan membunuh industri hasil tembakau Indonesia. 

Perjuangan kita berat sekali, bukan? Panjang umur perlawanan.