tapera rokok
OPINI

Logika Kacau Pemerintah: Pembiayaan Tapera Berasal dari Uang Rokok

Setelah Uang Kuliah Tunggal (UKT) kini Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang menjadi gunjingan publik di media sosial. Pemerintah tidak pernah usai me-roasting rakyatnya. Yang semakin aneh, pemerintah mengaitkan rokok dengan Tapera. Apa hubungannya?

Jika Anda melihat dan mendengar ucapan dari pejabat itu, pasti akan geli telinganya. Sebab, ia mengatakan bahwa merokok, judi online, dan minum minuman keras termasuk kegiatan tidak produktif. Kedua aktivitas yang terakhir, memang layak dianggap sebagai kegiatan tidak produktif. 

Akan tetapi, akan sangat aneh menyamakan merokok dengan kegiatan tidak produktif. Sungguh janggal dan tidak beralasan. Seperti mengulang lagu lama, rokok dan segala turunannya akan selalu mendapatkan stigma tidak baik. Dan pemerintah pasti menggunakan tameng rokok sebagai justifikasi sebuah kebijakan. 

Alibi Rokok adalah Lagu Lama

Setiap kebijakan pemerintah yang tidak mendapatkan restu dari masyarakat maka pemerintah akan menggunakan alibi rokok. Seperti lagu lama, persoalan rokok akan diputar kembali.

Kalian bisa menengok ketika ada persoalan BPJS menjadi defisit. Maka kambing hitamnya adalah rokok. Alasannya, banyak penyakit di dalam diri manusia karena rokok. Padahal, rokok bukan faktor utama bahkan faktor tunggal sebuah penyakit. 

Kemudian, kasus mega korupsi yang berkasnya tersimpan di Gedung Kejaksaan Agung ternyata terbakar. Tahu siapa yang bersalah? Puntung rokok dari kuli bangunan.

Ya, kamu tidak salah membaca. Aneh, bukan? Jika mengacu pada artikel ini, kamu akan tahu bahwa tidak semudah dan secepat itu puntung rokok bisa meluluh lantakkan gedung Kejaksaan Agung

Lain hal lagi tentang bantuan sosial (bansos). Saat itu, Tri Rismaharini mengungkapkan bahwa jangan sampai uang bansos malah dipergunakan untuk beli rokok. Alasan yang mengada-ada dan semestinya tidak perlu mengeluarkan pernyataan seperti itu. Sebab, orang tua paham akan prioritas. 

Terhangat dalam pekan ini adalah Tapera yang memiliki kepanjangan Tabungan Perumahan Rakyat. Tujuan pemerintah dalam membuat kebijakan ini untuk memudahkan masyarakat mendapatkan rumah.

Padahal, jika melihat pemberitaan di Google, justru Tapera malah mendapatkan kritikan. Penyebabnya, uangnya lebih sering dikorupsi pejabat. 

Alhasil, wajar Tapera mendapat penolakan dari masyarakat. Bahkan, sebagian kecil netizen, mengungkapkan Tapera adalah Tabungan Penderitaan Rakyat. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengeluarkan pernyataan mengerikan.

Pernyataan tersebut, yaitu daripada mengeluarkan uang untuk melakukan kegiatan tidak produktif seperti rokok, judi online, dan miras, lebih baik dialihkan kepada Tapera. Sungguh pernyataan ajaib yang dikeluarkan oleh seorang pejabat. Miris mendengarnya.

Merokok Bukan Aktivitas Produktif?

Barangkali pejabat itu tidak pernah tahu bahwa ketika terjadi deadlock dalam sebuah meeting maka di saat itulah merokok menjadi jalan keluar. Ya, dengan rokok, pikiran kembali segar dan ide bisa bermunculan dengan mudah.

Tidak percaya, coba tanyakan para pekerja seni seperti penulis atau pelukis. Mereka baru bisa menumpahkan ide ke layar atau kanvas saat merokok. Ketika mereka tidak merokok, mereka akan kesulitan. Lalu, mana yang dimaksud bukan kegiatan tidak produktif?

Merokok atau tidak merokok, tidak menjamin juga seseorang bisa membeli rumah. Ada banyak teman yang tetap merokok tapi bisa membeli rumah. Sebaliknya, mereka yang tidak merokok malah belum bisa membeli rumah.

Akan tetapi, bukan karena merokok atau tidak merokok, tapi mengapa pemerintah selalu menggunakan tameng rokok sebagai pembenaran kebijakan? Tak adakah cara lain? Atau memang pemerintah sedang kehabisan akal untuk membujuk masyarakat menyisihkan dananya untuk ditabung?

Ya gimana ya. Kadang, kita juga heran. Udah bayar pajak, bukannya pelayanan dari negara kepada masyarakat membaik, eh sebaliknya. Yang lebih aneh, justru karena pajak, pejabat makin kaya. Ingat kasus Rafael Alun dan Eko Darmanto, kan?