Seperti pedang bermata dua, kebijakan cukai rokok menuai masalah. Di satu sisi, Kementerian Keuangan dianggap berhasil menurunkan produksi rokok. Namun, di sisi lain pendapatan negara berkurang. Hal inilah yang semestinya menjadi pertimbangan pemerintah untuk merumuskan kebijakan cukai rokok.
Apalagi, pemerintah sedang kelimpungan karena fenomena perokok yang beralih ke harga rokok lebih terjangkau. Mereka beralih ke rokok golongan II dan bahkan ke III. Hal tersebut sebenarnya wajar saja karena harga rokok golongan I mahal. Akhirnya, mau tidak mau, pabrik memproduksi rokok golongan II dan III untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, meyakini bahwa perpindahan kelas lumrah terjadi. Hal ini disebabkan adanya kebijakan kenaikan cukai rokok. Namun, yang menjadi keresahannya adalah perpindahan dari rokok legal ke ilegal.
“Downtrading kalau itu memang murni ekonomi tidak bisa kita lawan, tapi itu dengan kemudian melakukan yang tidak pas, salah personifikasi, salah peruntukan itu yang akan kami tindak,” kata dia.
Perokok akan Mencari Rokok yang Lebih Terjangkau
Bukan hal yang sulit ketika perokok mencari rokok dengan harga lebih terjangkau. Apalagi pabrik-pabrik rokok pun ikut memenuhi kebutuhan konsumen. Tidak ada yang salah baik pabrik maupun konsumen. Toh pilihan memilih dan mengisap rokok merupakan hak perokok.
Yang jadi masalah ketika negara ikut ngedumel karena kebiasaan perokok berubah. Sebab, dari kebiasaan tersebut, penerimaan cukai rokok ikut tergerus. Bahkan, per Mei 2024, turun 13,35% dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama. Ini menunjukkan kontraksi luar biasa dari penerimaan cukai rokok.
Seharusnya penerimaan cukai rokok yang menurun bukan kesalahan dari perokok melainkan dari kebijakan cukai rokok. Bukankah memang tujuan kebijakan kenaikan cukai rokok adalah mengendalikan konsumsi rokok? Kalo itu memang tujuannya, ya semestinya bukanlah sesuatu aneh apabila perokok beralih.
Justru dengan adanya perpindahan itu, rokok jenis SKT tumbuh. Kini, peminatnya tidak melulu orang-orang tua melainkan mereka yang berusia 21 tahun ke atas. Ini satu hal baik yang patut disyukuri.
Akan tetapi, ada banyak masalah dengan adanya kenaikan cukai rokok. Apa saja itu?
Rokok Ilegal Semakin Berkeliaran
Negara sadar akan kehadiran rokok ilegal yang menggurita. Namun, tampaknya tidak ada langkah serius untuk menghentikan produksinya. Makanya, lelucon yang beredar adalah operasi gempur rokok ilegal hanya menyasar ke toko-toko kecil, tak berani ke produsen.
Hal itu benar adanya karena sampai saat ini jarang terdengar Bea Cukai atau Satpol PP menggerebek produsen rokok ilegal. Entah mereka tahu atau tidak atau malah membiarkannya?
Yang semestinya menjawab adalah Bea Cukai atau Satpol PP. Masa’ mereka hanya tahu seluk beluk distribusinya. Masa’ mereka tidak memahami seluk beluk produksinya? Hil yang mustahal.
Akan tetapi, tampaknya hal-hal seperti ini seakan dibiarkan juga. Toh, pemerintah pun tidak memberikan sanksi pidana kepada produsen selama mereka mampu membayar sanksi administrasi. Jadi, ambisi untuk menghilangkan rokok ilegal sepertinya semu.
Padahal, kehadiran rokok ilegal bisa merugikan petani tembakau. Mengapa kok begitu?
Produsen rokok ilegal akan membeli tembakau dengan harga secara cuma-cuma. Bukan harga resmi. Maka dari itu, petani tembakau tidak bisa mendapatkan keuntungan yang baik.
Sementara itu, untuk menjual tembakau ke pabrik resmi justru tidak laku. Sebab, pabrik membatasi pembelian. Apa penyebabnya? Kenaikan cukai rokok membuat pabrik enggan berspekulasi membeli dalam jumlah besar.
Alhasil, karena tidak ada pilihan lain, petani menjualkan tembakau kepada pabrik yang mau menerimanya. Dan dalam hal ini, produsen rokok ilegal mendapatkan keuntungan yang berlebih.
Sebab, mereka tidak perlu membeli tembakau dengan harga tinggi. Lalu, cukup menjual rokok dengan harga yang amat terjangkau. Tanpa adanya cukai, mereka bisa melakukan hal seperti itu.
Nah, yang jadi masalah pabrik resmi kehilangan keuntungan. Pelan-pelan kalah bersaing dengan rokok ilegal. Akan tetapi, siapa yang untung dari semua ini?
Tetap negara. Bagaimanapun caranya pabrik didesak untuk memberikan keuntungan negara. Dari rokok ilegal pun, asal bayar sanksi administrasi, keuangan negara bisa aman.
Nggateli, bukan?