WHO tidak ragu untuk mengatakan bahwa obat yang mengandung nikotin ternyata bermanfaat baik. Setidaknya untuk keuntungan ekonominya WHO.
World Health Organization (WHO) baru saja merilis Panduan tentang Menghentikan Kebiasaan Merokok via situsweb-nya. Dalam panduan tersebut, ada 12 langkah yang efektif untuk menghentikan kebiasaan tersebut. Menariknya, ada kata nikotin di antara 12 langkah tersebut.
Jika kalian menelusuri lebih jeli, setidaknya kata nikotin muncul sebanyak 41 kali dalam panduan yang berjumlah 76 halaman tersebut. Nah, yang mengejutkan adalah nikotin menjadi sarana atau perantara atau obat untuk menghentikan kebiasaan merokok.
Beberapa sarana tersebut di antaranya, yaitu varenicline, bupropion, cytisine, dan nicotine replacement therapy (NRT). Obat-obat inilah yang nantinya akan mampu menyembuhkan seseorang dari kebiasaan merokok. Pertanyaannya, apakah hal tersebut bisa benar terjadi? Atau sesungguhnya WHO hanyalah berjualan obat?
12 Langkah yang Terkesan Ambigu
Karya Nicotine War dari Wanda Hamilton sudah berusia lebih dari dua dekade. Namun, buku tersebut menjadi relevan ketika kalian melihat perkembangan terkini. Kini, WHO tidak malu-malu mengungkapkan bahwa nikotin memiliki manfaat yang luar biasa.
Dalam diktat yang berjudul WHO clinical treatment guideline for tobacco cessation in adults, WHO ingin mengajak orang untuk berhenti merokok. Alasannya, tembakau membunuh delapan juta orang per tahunnya. Padahal jumlah perokok di dunia mencapai 1,25 miliar.
Artinya, masih ada banyak kemungkinan orang yang mati karena tembakau dan kebiasaan merokok. Dengan demikian, WHO benar-benar ingin membantu orang untuk menghentikan kebiasaan tersebut.
Pertanyaannya, apakah kepentingan WHO benar-benar murni? Atau jangan-jangan ada kepentingan lain di balik langkah-langkah tersebut?
Beberapa langkah yang harus dilakukan orang agar berhenti merokok seperti konsultasi dengan layanan kesehatan selama 30 detik sampai 3 menit. Kemudian, penggunaan layanan digital seperti SMS dan aplikasi untuk konsultasi pula.
Akan tetapi, yang tidak kalah penting adalah penggunaan obat. Ada tiga obat yang benar-benar menjadi highlight dalam panduan ini. Ada varenicline, bupropion, dan cytisine. Kemudian, ada pula NRT.
Nah, NRT inilah yang kemudian menjadi tanda tanya. Bukankah WHO menganggap nikotin itu bersifat adiktif. Bahkan, kalimat WHO yang terkenal adalah nicotine keeps people using tobacco product, even when they want to stop.
Lalu, mengapa sekarang WHO merekomendasikan obat yang mengandung nikotin?
Perang Nikotin Itu Ada dan Nyata
Ketika WHO terang-terangan menyebut kata nikotin dalam panduan tersebut maka ini menandakan terjadinya perang nikotin antara industri rokok dengan industri farmasi. Nah, industri farmasi berusaha mengemas nikotin agar bagaimana caranya orang bisa mengonsumsi produk mereka.
Oleh karena itu, lahirlah ketiga obat tersebut ditambah NRT. Sebenarnya, isu NRT sudah lama. Bentuk produk seperti permen karet atau semacam stiker yang menempel ke dalam tubuh telah terjual di mana-mana. Namun, baru kali ini secara terang-terangan, WHO ikut “berjualan” nikotin.
Prosesnya yang tidak dibakar adalah alasan utama mereka merekomendasikan perokok untuk beralih ke NRT. Dengan demikian, nikotin dapat dikontrol dengan baik. Namun, bukankah dengan pemakaian obat dan NRT berarti sama saja penggunaan bahan kimia? Lalu, apakah hal tersebut justru tidak membuat bahaya?
Inilah bukti perang dagang nikotin. WHO juga tampaknya ingin memanfaatkan keberadaan obat nikotin sebagai sesuatu yang profit. WHO pun pastinya paham, karena tidak bisa mematenkan nikotin, maka tembakau yang diserang.
Alasan tembakau adalah tanaman berbahaya menjadi tidak relevan. Sebab, jika konteksnya adalah Indonesia, justru tembakau yang menyelamatkan kehidupan manusia. Banyak orang bekerja dari Industri Hasil Tembakau (IHT). Bahkan, dari tembakau lah, penerimaan negara via cukai selalu tercapai.