zonasi 200 meter
OPINI

Zonasi 200 Meter Adalah Cara Terburuk Negara Menghadang Laju Penjualan Rokok

Berbagai cara negara untuk mengintervensi peraturan Industri Hasil Tembakau. Terbaru, negara ingin membuat aturan zonasi penjualan rokok. Minimal zonasi dengan jarak 200 meter dari fasilitas pendidikan. Aturan yang janggal, aneh, dan terkesan memaksa.

Akan tetapi, itulah potret negara hari ini. Mereka justru membuat kebijakan yang tidak seimbang dan cenderung berat sebelah. Calon aturan seperti di atas adalah buktinya. Mengapa harus repot-repot mengurus dan bahkan membuat peraturan baru sementara peraturan lama tidak diimplementasikan dengan baik?

Maka, rakyat akan menjadi curiga. Apakah benar calon aturan yang baru untuk membuat masyarakat menjadi lebih baik? Atau jangan-jangan hanya sekadar proyek dengan dalih pengendalian tembakau? Mana yang benar?

Negara Suka Bikin Aturan yang Aneh tentang IHT

Ini bukan sekali atau dua kali negara bikin kebijakan yang aneh terkait Industri Hasil Tembakau (IHT). Sudah berkali-kali bahkan yang mengejutkan mencapai 446 kali tentang IHT. Namun, lagi-lagi, negara selalu merasa aturan tersebut kurang efektif. Maka, perlu ada penambahan aturan baru. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey pun menolak rancangan peraturan pemerintah kesehatan (RPP Kesehatan). Alasannya, tidak masuk akal.

“Ini sangat ambigu, karena bagaimana praktik di lapangannya? Untuk mengukurnya 200 meter itu pelaksanaannya bagaimana? Bawa meteran? Memang ini masih RPP Kesehatan tapi nanti akan jadi Peraturan Pemerintah (PP), tapi yah pelaksanaannya kan harus detail,” ujar Roy, di Jakarta, Jumat (28/6/2024).

Alasan dari Roy masuk akal dan bisa diterima. Bagaimana mungkin negara atau pemerintah mengawasi peraturan tersebut sementara peraturan lain tetap begitu-begitu saja. Ini yang berulang kali membuat kita, selaku pelaku IHT, geleng-geleng kepala. Kok, bisa? Mengapa harus begitu?

Bukankah lebih baik pemerintah mengawasi dan mengimplementasi PP 109/2012. Dalam peraturan tersebut sudah jelas bahwa orang yang membeli rokok wajib berusia di atas 21 tahun. Seharusnya, jika peraturan tersebut benar-benar dilaksanakan, tidak perlu ada lagi peraturan macam zonasi tersebut.

Zonasi justru hanya memperkeruh suasana. Zonasi membuat mata pencaharian para pedagang asongan menjadi hilang. Jika tidak percaya, cek saja ke beberapa pedagang asongan tentang apa yang paling sering dicari konsumen. Rokok, suka atau tidak suka, masih menjadi barang dengan penjualan terbaik. 

Ini bukan sekadar asumsi, tapi memang benar kenyataannya. Lagipula, dari penjualan rokok itulah mereka bisa bertahan hidup, dan bahkan mengubah kehidupan yang lebih baik. Sekarang, negara mau bikin masyarakat (kembali) susah? Atau bagaimana?

Hentikan Bikin Peraturan Tidak Masuk Akal, termasuk Aturan Zonasi 200 Meter

Tidak ada yang tahu apakah aturan tersebut akan mendapat pengesahan dari pemerintah. Namun, kita semestinya was-was dan khawatir. Ada banyak cara supaya pemerintah mengesahkan peraturan tersebut. Seperti yang pernah terjadi pada PP 109/2012. 

Jika begitu, sejak sekarang, kita harus berkoar bahwa kita menolak aturan yang memberatkan Industri Hasil Tembakau. Jika kita tidak menolak, lalu siapa lagi yang akan menolak? 

Peraturan yang aneh, tidak berimbang, dan tidak membela kepentingan IHT sudah semestinya mendapat penolakan. Kita mesti bersuara, dari detik ini, hingga ada keputusan bahwa peraturan tersebut tidak disahkan.