\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tahun baru dan Satu Suro kali ini, saya sedang berada di Kudus. Sore hari, jelang malam satu suro, saya melihat banyak orang-orang berbondong-bondong menuju ke masjid dan musala yang ada di lingkungan mereka. Orang-orang yang berkunjung ke masjid dan musala, lebih banyak dari biasanya, dari maghrib-maghrib pada hari-hari lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dalam tradisi Jawa, tahun baru Islam bertepatan dengan perayaan Suro, tahun baru dalam kalender Jawa. Akulturasi antara Islam dan tradisi-tradisi Jawa menghasilkan perayaan tahun baru Islam dan Satu Suro yang beragam pula. <\/p>\n\n\n\n

Tahun baru dan Satu Suro kali ini, saya sedang berada di Kudus. Sore hari, jelang malam satu suro, saya melihat banyak orang-orang berbondong-bondong menuju ke masjid dan musala yang ada di lingkungan mereka. Orang-orang yang berkunjung ke masjid dan musala, lebih banyak dari biasanya, dari maghrib-maghrib pada hari-hari lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selain resolusi personal, tahun baru Islam dirayakan oleh umat Islam dengan ragam bentuk kegiatan dan ibadah serta ritual-ritual tradisi menyesuaikan dengan lokasi tempat tradisi itu berasal. Ada parade perayaan tahun baru, zikir akbar, pengajian, dan lain-lain. <\/p>\n\n\n\n

Dalam tradisi Jawa, tahun baru Islam bertepatan dengan perayaan Suro, tahun baru dalam kalender Jawa. Akulturasi antara Islam dan tradisi-tradisi Jawa menghasilkan perayaan tahun baru Islam dan Satu Suro yang beragam pula. <\/p>\n\n\n\n

Tahun baru dan Satu Suro kali ini, saya sedang berada di Kudus. Sore hari, jelang malam satu suro, saya melihat banyak orang-orang berbondong-bondong menuju ke masjid dan musala yang ada di lingkungan mereka. Orang-orang yang berkunjung ke masjid dan musala, lebih banyak dari biasanya, dari maghrib-maghrib pada hari-hari lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tahun baru, resolusi baru. Begitu biasanya manusia-manusia memaknai tahun baru. Pun begitu ketika tahun baru Islam dirayakan. Resolusi baru tersebut, seperti yang saya jabarkan di atas. Bentuknya adalah momen-momen hijrah dari keburukan ke kebaikan dan sejenisnya.<\/p>\n\n\n\n

Selain resolusi personal, tahun baru Islam dirayakan oleh umat Islam dengan ragam bentuk kegiatan dan ibadah serta ritual-ritual tradisi menyesuaikan dengan lokasi tempat tradisi itu berasal. Ada parade perayaan tahun baru, zikir akbar, pengajian, dan lain-lain. <\/p>\n\n\n\n

Dalam tradisi Jawa, tahun baru Islam bertepatan dengan perayaan Suro, tahun baru dalam kalender Jawa. Akulturasi antara Islam dan tradisi-tradisi Jawa menghasilkan perayaan tahun baru Islam dan Satu Suro yang beragam pula. <\/p>\n\n\n\n

Tahun baru dan Satu Suro kali ini, saya sedang berada di Kudus. Sore hari, jelang malam satu suro, saya melihat banyak orang-orang berbondong-bondong menuju ke masjid dan musala yang ada di lingkungan mereka. Orang-orang yang berkunjung ke masjid dan musala, lebih banyak dari biasanya, dari maghrib-maghrib pada hari-hari lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selanjutnya, momen hijrah, yang juga diperingati sebagai awal mula tahun dalam Islam, tahun baru Islam, menjadi sebuah momen perubahan oleh banyak dari mereka yang merayakannya. Momen hijrah digunakan sebagai penanda seseorang hendak berubah dari buruk menjadi baik, dari jahat menjadi tidak jahat, dari nakal menjadi tidak nakal, dari maksiat lantas meninggalkannya, dan ragam bentuk penanda perubahan-perubahan lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Tahun baru, resolusi baru. Begitu biasanya manusia-manusia memaknai tahun baru. Pun begitu ketika tahun baru Islam dirayakan. Resolusi baru tersebut, seperti yang saya jabarkan di atas. Bentuknya adalah momen-momen hijrah dari keburukan ke kebaikan dan sejenisnya.<\/p>\n\n\n\n

Selain resolusi personal, tahun baru Islam dirayakan oleh umat Islam dengan ragam bentuk kegiatan dan ibadah serta ritual-ritual tradisi menyesuaikan dengan lokasi tempat tradisi itu berasal. Ada parade perayaan tahun baru, zikir akbar, pengajian, dan lain-lain. <\/p>\n\n\n\n

Dalam tradisi Jawa, tahun baru Islam bertepatan dengan perayaan Suro, tahun baru dalam kalender Jawa. Akulturasi antara Islam dan tradisi-tradisi Jawa menghasilkan perayaan tahun baru Islam dan Satu Suro yang beragam pula. <\/p>\n\n\n\n

Tahun baru dan Satu Suro kali ini, saya sedang berada di Kudus. Sore hari, jelang malam satu suro, saya melihat banyak orang-orang berbondong-bondong menuju ke masjid dan musala yang ada di lingkungan mereka. Orang-orang yang berkunjung ke masjid dan musala, lebih banyak dari biasanya, dari maghrib-maghrib pada hari-hari lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Salah satu yang bisa saya tanggap dari pemilihan momen hijrah sebagai awal mula penanggalan hijriyah, di sana titik balik sebuah kebangkitan dimulai. Titik balik dari pasif tanpa perlawanan menjadi mulai mengorganisasi perlawanan, titik balik dari diam-diam menjadi terbuka, titik balik dari keterpurukan menuju kemerdekaan hakiki. Momen titik balik ini memang layak dijadikan permulaan tahun dalam khazanah kalender hijriyah.<\/p>\n\n\n\n

Selanjutnya, momen hijrah, yang juga diperingati sebagai awal mula tahun dalam Islam, tahun baru Islam, menjadi sebuah momen perubahan oleh banyak dari mereka yang merayakannya. Momen hijrah digunakan sebagai penanda seseorang hendak berubah dari buruk menjadi baik, dari jahat menjadi tidak jahat, dari nakal menjadi tidak nakal, dari maksiat lantas meninggalkannya, dan ragam bentuk penanda perubahan-perubahan lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Tahun baru, resolusi baru. Begitu biasanya manusia-manusia memaknai tahun baru. Pun begitu ketika tahun baru Islam dirayakan. Resolusi baru tersebut, seperti yang saya jabarkan di atas. Bentuknya adalah momen-momen hijrah dari keburukan ke kebaikan dan sejenisnya.<\/p>\n\n\n\n

Selain resolusi personal, tahun baru Islam dirayakan oleh umat Islam dengan ragam bentuk kegiatan dan ibadah serta ritual-ritual tradisi menyesuaikan dengan lokasi tempat tradisi itu berasal. Ada parade perayaan tahun baru, zikir akbar, pengajian, dan lain-lain. <\/p>\n\n\n\n

Dalam tradisi Jawa, tahun baru Islam bertepatan dengan perayaan Suro, tahun baru dalam kalender Jawa. Akulturasi antara Islam dan tradisi-tradisi Jawa menghasilkan perayaan tahun baru Islam dan Satu Suro yang beragam pula. <\/p>\n\n\n\n

Tahun baru dan Satu Suro kali ini, saya sedang berada di Kudus. Sore hari, jelang malam satu suro, saya melihat banyak orang-orang berbondong-bondong menuju ke masjid dan musala yang ada di lingkungan mereka. Orang-orang yang berkunjung ke masjid dan musala, lebih banyak dari biasanya, dari maghrib-maghrib pada hari-hari lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mengapa bukan momen-momen lain yang banyak terjadi sepanjang sejarah kenabian Muhammad. Momen kelahiran Nabi Muhammad misal, seperti kalender masehi berbasis matahari dimulai dengan momen kelahiran Yesus Kristus atau Nabi Isa. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu yang bisa saya tanggap dari pemilihan momen hijrah sebagai awal mula penanggalan hijriyah, di sana titik balik sebuah kebangkitan dimulai. Titik balik dari pasif tanpa perlawanan menjadi mulai mengorganisasi perlawanan, titik balik dari diam-diam menjadi terbuka, titik balik dari keterpurukan menuju kemerdekaan hakiki. Momen titik balik ini memang layak dijadikan permulaan tahun dalam khazanah kalender hijriyah.<\/p>\n\n\n\n

Selanjutnya, momen hijrah, yang juga diperingati sebagai awal mula tahun dalam Islam, tahun baru Islam, menjadi sebuah momen perubahan oleh banyak dari mereka yang merayakannya. Momen hijrah digunakan sebagai penanda seseorang hendak berubah dari buruk menjadi baik, dari jahat menjadi tidak jahat, dari nakal menjadi tidak nakal, dari maksiat lantas meninggalkannya, dan ragam bentuk penanda perubahan-perubahan lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Tahun baru, resolusi baru. Begitu biasanya manusia-manusia memaknai tahun baru. Pun begitu ketika tahun baru Islam dirayakan. Resolusi baru tersebut, seperti yang saya jabarkan di atas. Bentuknya adalah momen-momen hijrah dari keburukan ke kebaikan dan sejenisnya.<\/p>\n\n\n\n

Selain resolusi personal, tahun baru Islam dirayakan oleh umat Islam dengan ragam bentuk kegiatan dan ibadah serta ritual-ritual tradisi menyesuaikan dengan lokasi tempat tradisi itu berasal. Ada parade perayaan tahun baru, zikir akbar, pengajian, dan lain-lain. <\/p>\n\n\n\n

Dalam tradisi Jawa, tahun baru Islam bertepatan dengan perayaan Suro, tahun baru dalam kalender Jawa. Akulturasi antara Islam dan tradisi-tradisi Jawa menghasilkan perayaan tahun baru Islam dan Satu Suro yang beragam pula. <\/p>\n\n\n\n

Tahun baru dan Satu Suro kali ini, saya sedang berada di Kudus. Sore hari, jelang malam satu suro, saya melihat banyak orang-orang berbondong-bondong menuju ke masjid dan musala yang ada di lingkungan mereka. Orang-orang yang berkunjung ke masjid dan musala, lebih banyak dari biasanya, dari maghrib-maghrib pada hari-hari lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mengapa momen hijrah Nabi Muhammad dan kaum muslimin dari Mekah ke Madinah dipilih sebagai titik mula penanggalan hijriyah, sistem penanggalan berbasis peredaran bulan mulai dari terlihat sangat kecil, hingga purnama di tengah bulan, dan kemudian kembali mengecil hingga menghilang di akhir bulan sebelum ia muncul kembali dan bulan baru dihitung dari tanggal satu lagi. <\/p>\n\n\n\n

Mengapa bukan momen-momen lain yang banyak terjadi sepanjang sejarah kenabian Muhammad. Momen kelahiran Nabi Muhammad misal, seperti kalender masehi berbasis matahari dimulai dengan momen kelahiran Yesus Kristus atau Nabi Isa. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu yang bisa saya tanggap dari pemilihan momen hijrah sebagai awal mula penanggalan hijriyah, di sana titik balik sebuah kebangkitan dimulai. Titik balik dari pasif tanpa perlawanan menjadi mulai mengorganisasi perlawanan, titik balik dari diam-diam menjadi terbuka, titik balik dari keterpurukan menuju kemerdekaan hakiki. Momen titik balik ini memang layak dijadikan permulaan tahun dalam khazanah kalender hijriyah.<\/p>\n\n\n\n

Selanjutnya, momen hijrah, yang juga diperingati sebagai awal mula tahun dalam Islam, tahun baru Islam, menjadi sebuah momen perubahan oleh banyak dari mereka yang merayakannya. Momen hijrah digunakan sebagai penanda seseorang hendak berubah dari buruk menjadi baik, dari jahat menjadi tidak jahat, dari nakal menjadi tidak nakal, dari maksiat lantas meninggalkannya, dan ragam bentuk penanda perubahan-perubahan lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Tahun baru, resolusi baru. Begitu biasanya manusia-manusia memaknai tahun baru. Pun begitu ketika tahun baru Islam dirayakan. Resolusi baru tersebut, seperti yang saya jabarkan di atas. Bentuknya adalah momen-momen hijrah dari keburukan ke kebaikan dan sejenisnya.<\/p>\n\n\n\n

Selain resolusi personal, tahun baru Islam dirayakan oleh umat Islam dengan ragam bentuk kegiatan dan ibadah serta ritual-ritual tradisi menyesuaikan dengan lokasi tempat tradisi itu berasal. Ada parade perayaan tahun baru, zikir akbar, pengajian, dan lain-lain. <\/p>\n\n\n\n

Dalam tradisi Jawa, tahun baru Islam bertepatan dengan perayaan Suro, tahun baru dalam kalender Jawa. Akulturasi antara Islam dan tradisi-tradisi Jawa menghasilkan perayaan tahun baru Islam dan Satu Suro yang beragam pula. <\/p>\n\n\n\n

Tahun baru dan Satu Suro kali ini, saya sedang berada di Kudus. Sore hari, jelang malam satu suro, saya melihat banyak orang-orang berbondong-bondong menuju ke masjid dan musala yang ada di lingkungan mereka. Orang-orang yang berkunjung ke masjid dan musala, lebih banyak dari biasanya, dari maghrib-maghrib pada hari-hari lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Sekira tiga tahun lalu, saya berkesempatan berkunjung ke tiga kabupaten di Provinsi Aceh<\/a>. Seorang diri saya dari Yogya ke Aceh. Tujuan utamanya, melihat langsung dari dekat sekali bagaimana para petani cengkeh di Aceh memanen bunga-bunga cengkeh dari kebun-kebun mereka.

Saya sedang ikut program penelitian dengan tema penelitian utama adalah para petani cengkeh. Bagaimana mereka hidup sehari-hari, dan seperti apa metode pertanian cengkeh yang mereka kerjakan sepanjang tahun. Untuk melihat itu semua, kami kira saat yang paling tepat adalah ketika musim panen sedang berlangsung.

Sebelum berangkat ke Aceh, saya dan rekan-rekan penelitian lainnya yang kebagian tempat riset di beberapa provinsi di Indonesia, mendapat pembekalan langsung dari para peneliti senior. Pembekalan itu dilangsungkan sepanjang sekira satu bulan, lokasinya di Desa Munduk, Buleleng, Bali, salah satu desa dengan komoditas utama yang dihasilkan adalah cengkeh.

Sedang musim panen ketika kami belajar di Desa Munduk. Pembekalan langsung di lapangan, dalam kondisi petani sedang memanen bunga-bunga cengkeh dari tangkai-tangkai pohon mereka, membikin pembekalan menjadi lebih mengena, setidaknya begitulah yang saya rasakan. Para petani di Desa Munduk, dilibatkan langsung oleh tim untuk memberikan pembekalan kepada kami para peneliti yang nantinya akan diterjunkan ke wilayah-wilayah penghasil cengkeh lainnya.

Usai sebulan mendapat pembekalan, dan rehat sepekan di Yogya, saya melanjutkan perjalanan ke Aceh. Tujuan saya ke Kabupaten Simeulue, Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Kabupaten Aceh Besar.

Dalam satu tahun, pohon-pohon cengkeh berbunga satu kali. Maka, dalam satu tahun,
cengkeh<\/a> akan dipanen sekali saja. Sebelum berangkat ke Aceh, saya tidak punya satu pun kontak lokal petani. Kontak lokal saya, sekadar rekan-rekan yang pernah saya kenal saat saya berkunjung ke Aceh pada 2010 untuk mendaki gunung Leuser. Saya berasumsi, musim panen cengkeh di seluruh Indonesia sama, pada pertengahan tahun, antara bulan Juli hingga Agustus.

Setibanya di Simeulue, asumsi yang saya bangun salah total. Pohon-pohon cengkeh di Pulau Simeulue, belum berbunga. Tak ada bunga-bunga cengkeh di pohon-pohon yang terhampar di seantero Pulau Simeulue. Pun begitu ketika saya berkunjung ke Aceh Barat Daya dan Aceh Besar, tak ada bunga cengkeh di pohon.

Berdasarkan informasi yang saya dapat dari para petani cengkeh di Aceh, musim panen cengkeh di Aceh berlangsung pada bulan Januari hingga Maret setiap tahunnya. Ini agak berbeda dari kebanyakan lokasi penghasil cengkeh yang musim panennya berlangsung di tengah tahun.

Saya pikir, ini hanya terjadi di Aceh saja. Setahun kemudian, ketika saya berkesempatan berkunjung ke Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau untuk riset yang berbeda, saya menemukan fakta bahwa pohon-pohon cengkeh di Kepulauan Anambas juga berbunga dan dipanen pada bulan Januari hingga Maret setiap tahunnya.

Ternyata, musim panen cengkeh di Indonesia tidak seragam di tengah tahun, tetapi ada yang dipanen di tengah tahun, ada pula yang dipanen di awal tahun. Dari sini saya tahu bahwa ada dua musim panen cengkeh di Indonesia, pada tengah tahun, ini mayoritas, dan pada awal tahun di beberapa tempat lainnya.

Data panen ini kemudian saya konfirmasi ke Bang Anto, salah seorang pakar pertanian yang saya kenal di negeri ini. Menurut Bang Anto, memang seperti itu kondisi panen cengkeh di Indonesia. Ada dua musim, di tengah tahun, dan di awal tahun. Masih menurut Bang Anto, perbedaan musim panen itu bisa digunakan salah satunya untuk mengidentifikasi asal mula bibit cengkeh yang ditanam di lokasi tersebut.

Seperti kita ketahui bersama, mulanya cengkeh adalah tanaman endemik di Kepulauan Maluku. Ia hanya tumbuh di beberapa pulau di Kepulauan Maluku. Selanjutnya cengkeh beredar hingga seluruh Indonesia, bahkan hingga ke Zanzibar di Afrika.

Ternyata, menurut Bang Anto, di Kepulauan Maluku, musim panen cengkeh juga terbagi dua, di tengah tahun dan di awal tahun. Ada pulau-pulau yang bunga cengkeh tumbuh dan dipanen di tengah tahun, dan ada pulau-pulau yang memanen cengkehnya di awal tahun. Cengkeh-cengkeh yang dipanen di tengah tahun, berbeda jenis dengan cengkeh-cengkeh yang ditanam di awal tahun. Dari sini, musim panen bisa digunakan untuk mengidentifikasi jenis cengkeh, dan terutama dari mana tanaman cengkeh itu awal mula berasal sebelum sampai ke daerah-daerah lain di Indonesia di luar Kepulauan Maluku.<\/p>\r\n","post_title":"Dua Musim Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dua-musim-panen-cengkeh","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:18:17","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:18:17","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7033","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7029,"post_author":"878","post_date":"2020-08-20 11:36:35","post_date_gmt":"2020-08-20 04:36:35","post_content":"\n

Mengapa momen hijrah Nabi Muhammad dan kaum muslimin dari Mekah ke Madinah dipilih sebagai titik mula penanggalan hijriyah, sistem penanggalan berbasis peredaran bulan mulai dari terlihat sangat kecil, hingga purnama di tengah bulan, dan kemudian kembali mengecil hingga menghilang di akhir bulan sebelum ia muncul kembali dan bulan baru dihitung dari tanggal satu lagi. <\/p>\n\n\n\n

Mengapa bukan momen-momen lain yang banyak terjadi sepanjang sejarah kenabian Muhammad. Momen kelahiran Nabi Muhammad misal, seperti kalender masehi berbasis matahari dimulai dengan momen kelahiran Yesus Kristus atau Nabi Isa. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu yang bisa saya tanggap dari pemilihan momen hijrah sebagai awal mula penanggalan hijriyah, di sana titik balik sebuah kebangkitan dimulai. Titik balik dari pasif tanpa perlawanan menjadi mulai mengorganisasi perlawanan, titik balik dari diam-diam menjadi terbuka, titik balik dari keterpurukan menuju kemerdekaan hakiki. Momen titik balik ini memang layak dijadikan permulaan tahun dalam khazanah kalender hijriyah.<\/p>\n\n\n\n

Selanjutnya, momen hijrah, yang juga diperingati sebagai awal mula tahun dalam Islam, tahun baru Islam, menjadi sebuah momen perubahan oleh banyak dari mereka yang merayakannya. Momen hijrah digunakan sebagai penanda seseorang hendak berubah dari buruk menjadi baik, dari jahat menjadi tidak jahat, dari nakal menjadi tidak nakal, dari maksiat lantas meninggalkannya, dan ragam bentuk penanda perubahan-perubahan lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Tahun baru, resolusi baru. Begitu biasanya manusia-manusia memaknai tahun baru. Pun begitu ketika tahun baru Islam dirayakan. Resolusi baru tersebut, seperti yang saya jabarkan di atas. Bentuknya adalah momen-momen hijrah dari keburukan ke kebaikan dan sejenisnya.<\/p>\n\n\n\n

Selain resolusi personal, tahun baru Islam dirayakan oleh umat Islam dengan ragam bentuk kegiatan dan ibadah serta ritual-ritual tradisi menyesuaikan dengan lokasi tempat tradisi itu berasal. Ada parade perayaan tahun baru, zikir akbar, pengajian, dan lain-lain. <\/p>\n\n\n\n

Dalam tradisi Jawa, tahun baru Islam bertepatan dengan perayaan Suro, tahun baru dalam kalender Jawa. Akulturasi antara Islam dan tradisi-tradisi Jawa menghasilkan perayaan tahun baru Islam dan Satu Suro yang beragam pula. <\/p>\n\n\n\n

Tahun baru dan Satu Suro kali ini, saya sedang berada di Kudus. Sore hari, jelang malam satu suro, saya melihat banyak orang-orang berbondong-bondong menuju ke masjid dan musala yang ada di lingkungan mereka. Orang-orang yang berkunjung ke masjid dan musala, lebih banyak dari biasanya, dari maghrib-maghrib pada hari-hari lainnya.<\/p>\n\n\n\n

Pandemi korona tak menghalangi mereka berbondong-bondong menuju masjid-masjid dan musala-musala. Ada yang masih tetap berusaha memenuhi standar protokol kesehatan dengan tetap menggunakan masker, dan ada pula yang sudah benar-benar mengabaikan. Masjid-masjid dan musala-musala mengadakan pengajian, doa-doa, dan tahlilan pada sore hari sebelum menyambut malam tahun baru Islam. <\/p>\n\n\n\n

Orang-orang berdoa bersama-sama dengan khidmat dan khusyuk. Beragam doa dan permohonan dipanjatkan. Satu doa yang di tahun baru sebelumnya tak pernah dipanjatkan, adalah doa agar negeri ini terbebas dari pandemi korona dengan segera.<\/p>\n\n\n\n

Kudus Kota Kretek bisa jadi memang sudah benar-benar merasuk dalam diri sebagian besar masyarakat Kudus, termasuk dalam ritual-ritual keseharian mereka. Tak hanya keberadaan rokok kretek pada saat hajatan, tahlilan, dan acara yang mengumpulkan orang banyak saja, pada momen satu muharam atau satu suro ini, kretek juga terselip dalam doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala.<\/p>\n\n\n\n

Setidaknya ada tiga masjid di sekitar tempat saya tinggal yang menyebut-nyebut kretek dalam doa-doa yang mereka panjatkan. Doa itu berisi doa-doa tentang kebaikan kretek, kebaikan industri kretek, kebaikan para pekerja di bidang kretek, dan kebaikan petani-petani yang terlibat langsung dalam rantai produksi rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Momen hijrah ini juga dipakai dalam doa-doa dan harapan-harapan terhadap kretek. Dalam doa-doa yang dibacakan di masjid-masjid dan musala-musala, salah satu doa yang lantang saya dengar, berisi harapan semoga nasib rokok kretek hijrah, hijrah dari stigma-stigma buruk, dan usaha-usaha penggembosan terhadapnya, serta keuntungan yang kian berkurang karena banyak faktor, menuju kebaikan-kebaikan, karena kretek merupakan sumber penghidupan banyak orang, banyak sekali orang di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Di momen tahun baru Islam ini, saya mengajak kita semua para kretekus untuk mengaminkan doa-doa yang dipanjatkan di masjid-masjid dan musala-musala di Kudus ini, doa-doa untuk kebaikan kretek, agar hijrah dari bermacam keburukan ke kebaikan-kebaikan yang memang diharapkan.<\/p>\n\n\n\n

Selamat tahun baru, Kretekus.<\/p>\n","post_title":"Tahun Baru dan Doa-Doa untuk Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-baru-dan-doa-doa-untuk-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-20 11:36:38","post_modified_gmt":"2020-08-20 04:36:38","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7029","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7017,"post_author":"878","post_date":"2020-08-14 13:17:52","post_date_gmt":"2020-08-14 06:17:52","post_content":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_title":"Harga Cengkeh di Bali yang Semakin Terpuruk dan Kabar Lain di Seputar Panen Cengkeh","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"harga-cengkeh-2","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-11-13 14:29:53","post_modified_gmt":"2024-11-13 07:29:53","post_content_filtered":"\r\n

Pekan lalu saya menulis di situsweb ini perihal panen cengkeh dengan hasil bagus tahun ini namun harganya tidak terlalu baik. Harga cengkeh di tingkat petani di Bali berada pada angka Rp50 ribu hingga Rp55 ribu. Info ini saya dapat dari Bli Putu Ardana, salah seorang petani senior di Desa Munduk, Buleleng.

Harga sebesar itu menjadi angka terendah dalam beberapa tahun belakangan. Dari segi bisnis, angka itu memberi keuntungan minim bagi para petani. Biaya perawatan, transportasi, dan terutama biaya untuk membayar pekerja yang memetik bunga-bunga
cengkeh<\/a> dari tangkai-tangkai pohon.

Sejak tahun lalu, penurunan harga cengkeh mulai terjadi. Penyebabnya, kenaikan nilai cukai rokok yang 'gila-gilaan', mencapai lebih dari 20 persen di tahun ini. Informasi kenaikan nilai cukai lebih dari 20 persen yang dikeluarkan pemerintah bertepatan dengan musim panen tahun lalu, membikin harga cengkeh turun cukup drastis.

Sudah sejak lama komoditas cengkeh memang sangat tergantung dengan industri rokok di Indonesia. Lebih 90 persen hasil panen cengkeh sejauh ini memang diserap hanya dari industri rokok. Jadi, gejolak yang terjadi di industri rokok mau tak mau berpengaruh pada pertanian cengkeh.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Bali<\/h3>\r\n

Kemarin, informasi yang saya dapat dari Bli Putu terkait kondisi harga cengkeh pada musim panen tahun ini, semakin mengkhawatirkan. Harga cengkeh pekan ini turun lagi, masuk di angka Rp40 ribuan. Harga maksimal di petani pada pekan ini Rp48 ribu. Jika tidak ada intervensi apapun dari pemerintah atau dinas terkait dengan pertanian cengkeh, harga cengkeh di musim panen tahun ini bisa semakin turun. Turun di angka sekitar Rp40 ribu saja, sudah menjadi angka terendah setidaknya dalam 20 tahun terakhir.

Keterpurukan harga cengkeh bisa kian mendalam usai pemerintah berencana menaikkan lagi cukai cengkeh di tahun depan pada angka 8 hingga 11 persen. Entah apa yang ada di pikiran pemerintah dengan rencana ini. Jika kenaikan cukai cengkeh ini benar-benar terjadi, bukan hanya pertanian cengkeh yang hancur, pertanian tembakau hingga industri rokok akan betul-betul terkena badai dengan rencana ini. Lebih lagi, dunia sedang mengalami krisis ekonomi akibat pandemi korona yang sedang terjadi kini. Dunia industri rokok dan pertanian yang menyertainya dihantam dua krisis langsung jika cukai kembali dinaikkan tahun depan.

Di tengah keterpurukan
harga cengkeh<\/a> tahun ini, ada berita baik di akar rumput menyambut musim panen tahun ini. Berita baik ini berasal dari Purwakarta. Pandemi korona menyebabkan banyak perubahan tatanan dunia, salah satunya adalah sistem belajar di sekolah-sekolah. Belajar online menjadi salah satu solusi.

Solusi ini mendatangkan kendala baru. Salah satu kendalanya adalah keharusan siswa-siswa memiliki perangkat elektronik berupa telepon seluler lengkap dengan pulsanya guna mengakses belajar online lewat fasilitas aplikasi-aplikasi yang membutuhkan jaringan internet. Anak-anak, terutama orang tua mereka mesti menyediakan dana tambahan untuk bisa membeli pulsa.<\/p>\r\n

Harga Cengkeh di Purwakarta<\/h3>\r\n

Di Purwakarta, beberapa anak memanfaatkan musim panen cengkeh tahun ini dengan mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah. Mereka memgumpulkan cengkeh-cengkeh itu, kemudian menjualnya. Uang yang didapat dari hasil menjual cengkeh itu mereka gunakan untuk membeli pulsa untuk bisa terus belajar online selama sekolah menerapkan sistem belajar online<\/em>.

Saat panen cengkeh tahun ini dihantam keterpurukan harga, berita semacam ini bagi saya yang intensif mengamati cengkeh selama lima tahun belakangan, merupakan angin segar.

Kasus di Purwakarta ini bukan kejadian pertama. Di wilayah-wilayah penghasil cengkeh di Indonesia, anak-anak terlibat langsung dalam
panen cengkeh<\/a>. Mereka mengumpulkan cengkeh-cengkeh yang berguguran di tanah, menjualnya, dan menggunakan uang dari hasil menjual cengkeh itu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Membantu orang tua membayar biaya sekolah, sampai membantu meringankan beban ekonomi keluarga.

Hal-hal seperti ini sepertinya sama sekali tidak dilihat oleh pemerintah. Mereka tidak melihat hal-hal semacan ini sebagai bentuk ketahanan ekonomi komunitas. Pemerintah sepertinya hanya mementingkan pemasukan bagi mereka. Menaikkan tarif cukai, terus, dan terus, entah sampai kapan. Bisa jadi sampai industri rokok dan sektor pertanian yang menyertainya benar-benar hancur berantakan.<\/p>\r\n","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7017","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7013,"post_author":"878","post_date":"2020-08-13 10:10:13","post_date_gmt":"2020-08-13 03:10:13","post_content":"\n

Hari ini, hari ke lima saya berada di Kota Kretek, Kudus. Lima hari lalu, saya berangkat ke Kudus dari Yogya. Selepas ashar saya meninggalkan rumah menuju Kudus. Pandemi kovid cukup membikin saya khawatir melakukan perjalanan, pergi meninggalkan keluarga di rumah untuk belajar beberapa waktu di Kota Kretek ini. <\/p>\n\n\n\n

Jalanan penuh ketidakpastian. Segala macam hal tumpah ruah di jalanan. Ragam bentuk risiko hilir mudik di jalanan mengintai manusia-manusia yang lalu lalang di sana. Meskipun manusia yang turun ke jalan sudah menyiapkan diri dengan sistem keamanan sebaik mungkin sebelum mereka meninggalkan rumah, itu tidak menjamin penuh keselamatan seseorang. Kelalaian orang lain bisa saja mencelakakan mereka yang sudah menyiapkan sistem keamanan diri sebaik mungkin.<\/p>\n\n\n\n

Risiko itu semakin bertambah pasca kovid mewabah di muka bumi. Sistem keamanan mesti ditingkatkan dengan tambahan risiko ini. Protokol kesehatan khusus diperlukan. Masker, jaga jarak, cuci tangan, menjadi standar kini. Meskipun ini perjalanan darat, saya tetap melengkapi protokol kesehatan sebelum melakukan perjalanan ini dengan rapid test sehari sebelum melakukan perjalanan.<\/p>\n\n\n\n

Dari beberapa pilihan transportasi umum yang tersedia, saya memilih menggunakan travel ke Kudus. Jumlah penumpang dikurangi, kewajiban memakai masker dan protokol lain yang diterapkan pengelola travel membikin saya lebih tenang dalam memilih pilihan ini. <\/p>\n\n\n\n

Sejujurnya, pandemi kovid ini cukup membikin saya ketakutan. Alasan utama ketakutan saya ini muncul dari keberadaan anak pertama saya yang kini berusia tujuh bulan. Jika ia bisa sampai tertular kovid, orang yang pertama mesti disalahkan atas itu adalah saya. Karena sepanjang pandemi ini, saya yang tetap keluar rumah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan dan proses belajar yang mesti saya lakukan. Sedang anak dan istri saya hampir sepanjang waktu berada di rumah. <\/p>\n\n\n\n

Jika saya belum punya anak, atau belum menikah, saya yakin saya tidak akan setakut ini. Saya akan lebih santai. Atau malah abai dengan pandemi ini karena memang hanya memikirkan diri sendiri. Pada titik ini, keberadaan anak membikin saya kian bersyukur. Kehadirannya membikin saya lebih waspada, hati-hati, dan tertib dalam menjaga diri karena mengingat tanggung jawab saya kepadanya.<\/p>\n\n\n\n

Selepas isya lima hari lalu, kendaraan yang saya tumpangi masuk kota Kudus. Gerbang bertuliskan Selamat Datang Di Kudus, dan tugu bertuliskan Kudus Kota Kretek menjadi informasi awal bahwa saya sudah tiba di Kudus. Mas Udin, rekan baik saya, yang juga rutin menulis di situsweb ini menjemput saya di titik jemput yang sudah kami sepakati. Sembari menyantap makan malam, kami berbincang-bincang.<\/p>\n\n\n\n

Obrolan kami, tak jauh dari tema-tema perjuangan advokasi kretek yang sudah lima tahun belakangan kami lakukan bersama dalam wadah lembaga Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK). Kami juga membincangkan program beasiswa untuk anak-anak petani tembakau di Temanggung yang sudah empat tahun belakangan dikelola KNPK. <\/p>\n\n\n\n

Saya lelah, dan butuh istirahat. Mas Udin mengantar saya ke Jalan Jepara, tempat tinggal sementara selama selama saya belajar di Kudus ini.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Keesokan harinya, dan hari-hari selanjutnya hingga pagi tadi, setiap pagi saya melihat pemandangan yang menarik dari Kudus. Perempuan-perempuan dengan seragam batik, penutup kepala, dan dengan tambahan masker yang menutup separuh wajahnya, hilir mudik di tepi jalan di halaman bangunan-bangunan besar yang fungsinya sebagai pabrik pelintingan tembakau. Perempuan-perempuan itu, adalah pekerja pelinting tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sudah lebih dari sekali saya melihat langsung perempuan-perempuan itu bekerja melinting tembakau di dalam pabrik-pabrik tempat mereka bekerja. Sebuah kursi, dan sebuah meja dengan alat linting tradisional menjadi fasilitas kerja yang mereka butuhkan. Tembakau-tembakau bercampur cengkeh dan saus yang siap dilinting, diantarkan kepada mereka, lengkap dengan kertas linting dan lem untuk merekatkan kertas linting. <\/p>\n\n\n\n

Di tempat lain, tak jauh dari tempat pelintingan, sekelompok perempuan lain bekerja untuk proses produksi selanjutnya, yaitu pengepakan rokok-rokok yang sudah dilinting. Usai proses pengepakan, rokok-rokok itu kemudian dimasukkan ke gudang untuk selanjutnya didistribusikan ke wilayah-wilayah yang telah tentukan.<\/p>\n\n\n\n

Perempuan-perempuan yang terlibat dalam proses produksi itulah yang setiap pagi, selama beberapa hari belakangan ini, saya lihat di tepi-tepi jalan saat saya menempuh perjalanan menuju salah satu titik tempat saya belajar di Kudus kini. Beberapa dari mereka asyik berbincang sembari berjalan menuju lokasi kerja, beberapa lainnya masuk duduk-duduk sembari menikmati sarapan mereka, lainnya baru turun dari motor yang dikendarai suaminya yanh baru saja mengantar mereka ke lokasi mereka kerja.<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan pagi hari dengan temuan-temuan yang saya narasikan di atas, berujung pada satu titik tempat saya bertemu dengan tiga orang yang ke depan akan menjadi guru saya, guru untuk mempelajari sistem konservasi berbasis partisipasi masyarakat yang sedang mereka kerjakan. Ketiga orang itu, seorang laki-laki dan dua orang perempuan. Seorang asal Rembang, seorang asal Semarang, dan seorang lagi asal Salatiga. <\/p>\n\n\n\n

Nanti, pada catatan-catatan selanjutnya, saya akan menceritakan kiprah mereka, semoga catatan-catatan selanjutnya itu masih tetap bisa tayang di situsweb yang terus memberi kesempatan kepada saya untuk menulis apa saja yang saya suka, terutama perihal petani-petani tembakau, petani-petani cengkeh, dan catatan-catatan perjalanan saya menemui mereka semua di berbagai tempat di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Catatan dari Kota Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"catatan-dari-kota-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-13 10:10:20","post_modified_gmt":"2020-08-13 03:10:20","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7013","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6999,"post_author":"878","post_date":"2020-08-07 10:04:25","post_date_gmt":"2020-08-07 03:04:25","post_content":"\n

Pada mulanya, saya mengontak Bli Putu Ardana untuk urusan jual-beli kopi. Bli Putu, begitu saya biasa menyapanya, adalah senior saya di kampus, senior jauh. Beliau kini tinggal di Desa Munduk, Bali, tanah kelahirannya yang sejuk dan asri.<\/p>\n\n\n\n

Bli Putu sempat menjabat Kepala Desa Adat Munduk, jabatan itu membikin ia disapa Bendesa. Setelah tak lagi menjabat sebagai Bendesa, Ia kemudian dipercaya menjadi salah satu tokoh yang mengurus adat Catur Desa, adat untuk empat desa dengan desa Munduk menjadi salah satu bagiannya.<\/p>\n\n\n\n

Itu semua sebatas profesi-profesi administratif saja. Profesi utamanya: petani. Ragam rupa komoditas pertanian dikelola oleh Bli Putu, dengan dua komoditas utama andalannya adalah cengkeh dan kopi. <\/p>\n\n\n\n

Untuk perkara kopi, Bli Putu memiliki sebuah merek kopi yang cukup istimewa dengan rasa yang cukup mewah. Kopi itu ia beri nama 'Blue Tamblingan'. Kopi ini jenis kopi arabika, yang tumbuh di satu hamparan sempit tak jauh dari Danau Tamblingan. <\/p>\n\n\n\n

Yang membikin kopi ini jadi istimewa citarasanya, Blue Tamblingan ditanam di atas ketinggian 1000 mdpl, bersama tanaman bunga pecah tujuh dan beberapa jenis bunga lain, pohon jeruk, vanili, dan beberapa jenis buah-buahan lain. Seluruh tanaman yang ditanam bersama pohon kopi arabika Blue Tamblingan ini, mempengaruhi citarasa kopi menjadi mewah.<\/p>\n\n\n\n

Untuk kopi inilah mula-mula saya mengontak Bli Putu malam tadi. Saya hendak mencicip kopi ini, lagi. Karena panen kopi belum lama berlangsung, dan stok kopi Blue Tamblingan yang terbatas itu kembali tersedia. Saya mesti segera memesan. Karena kalau tidak, khawatir bisa kehabisan.<\/p>\n\n\n\n

Usai memesan kopi, obrolan via chat whatsapp berlanjut. Saya bertanya perihal panen cengkeh di Desa Munduk, apakah sudah berlangsung? Bli Putu bilang panen cengkeh sedang berlangsung saat ini, dan masih akan terus berlangsung hingga beberapa hari ke depan.<\/p>\n\n\n\n

Desa Munduk tempat berkesan bagi saya. Di sana mula-mula saya belajar perihal cengkeh, perihal pertanian cengkeh dan seluk-beluknya mulai dari hulu hingga hilir. Di Munduk, dari rumah Bli Putu, jadi titik mula semua itu, hingga akhirnya saya serius belajar perihal cengkeh di beberapa tempat lain di Indonesia. <\/p>\n\n\n\n

Selain Bli Putu, ada Bli Komang Armada, dan beberapa nama lain tempat saya kali pertama belajar perihal cengkeh. Tapi, dua nama pertama yang saya sebut itulah pintu masuk awal saya belajar cengkeh. Dari keduanya saya tahu hal-hal paling mendasar hingga pengetahuan-pengetahuan tingkat lanjut dari dunia pertanian dan perdagangan cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Usai mengabarkan kondisi panen tahun ini, obrolan saya dengan Bli Putu berlanjut. Bli Putu memberitahu kepada saya bahwa hasil panen tahun ini cukup baik. Bunga-bunga cengkeh berkembang dengan baik di tangkai-tangkai pohon. Semerbak aroma cengkeh menguar hingga penjuru desa, membikin desa beraroma segar khas cengkeh.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, bagusnya hasil panen cengkeh tahun ini tidak dibarengi dengan harga yang juga bagus. Tahun ini, menurut Bli Putu, di Munduk, harga cengkeh hanya berkisar di angka Rp50 ribu saja. 50an bawah, begitu menurut istilah Bli Putu. Maksudnya, kisaran harga Rp55 ribu ke bawah. <\/p>\n\n\n\n

Ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang sesungguhnya juga sudah rendah. Tahun lalu, harga cengkeh di Munduk tidak sampai menginjak angka Rp70 ribu. Ia berada di kisaran harga Rp60 ribu hingga Rp65 ribu. 60an bawah.<\/p>\n\n\n\n

Buruknya harga cengkeh ini yang dimulai pada musim panen tahun lalu bermula dari pengumuman kenaikan cukai rokok dengan angka kenaikan lebih dari 20 persen. Ini membikin dunia pertembakauan limbung. Mulai dari pertanian tembakau dan cengkeh, produksi rokok, hingga penjualan rokok ke pasaran.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh menjadi salah satu sektor yang terpukul dengan telak akibat kenaikan cukai ini. Karena sejauh ini, hasil cengkeh nasional lebih dari 90 persen diserap industri rokok nasional. Cukai naik, menyebabkan harga rokok naik, ini berakibat pada penjualan rokok menurun di pasaran. Pada akhirnya, pabrikan memilih menurunkan produksi, membatasi pembelian bahan baku, dan harga cengkeh turun drastis.<\/p>\n\n\n\n

Dua tahun lalu, harga cengkeh masih di angka Rp80 ribu hingga Rp100 ribu. Angka normal nasional selama beberapa tahun belakangan, di luar dua tahun terakhir ini, memang berkisar pada angka Rp80 ribu hingga Rp120 ribu. Dua tahun ini, perubahan signifikan terjadi.<\/p>\n\n\n\n

Menurunnya harga cengkeh tahun ini selain karena kenaikan cukai, saya kira juga ada pengaruh dari pandemi korona yang terjadi di muka bumi hingga menyebabkan krisis ekonomi di banyak tempat di muka bumi, termasuk di Indonesia yang terancam resesi.<\/p>\n\n\n\n

Sesungguhnya, pertanian cengkeh cukup membantu membuka lapangan pekerjaan baru bagi banyak orang yang kehilangan pekerjaan selama pandemi ini. Di Bali, mereka yang kehilangan pekerjaan karena lesunya dunia pariwisata semasa pandemi, balik ke kampung dan bekerja menjadi buruh pemetik cengkeh di sentra-sentra perkebunan cengkeh di sana. <\/p>\n\n\n\n

Pertanian cengkeh, juga pertanian tembakau, dan pertanian-pertanian lain yang tata kelolanya sepenuhnya dipegang rakyat, semestinya jadi kekuatan untuk menghambat laju krisis ekonomi yang mengancam negeri ini. Sayangnya, untuk kasus cengkeh dan tembakau, negara lewat tangan menteri keuangannya malah hendak melumpuhkan keduanya lewat skema cukai yang maha tinggi itu. Saya kira, ada yang salah dari pengelolaan sektor pertanian di negeri ini.<\/p>\n","post_title":"Tahun Ini, Panen Cengkeh Bagus, Harga Tidak","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"tahun-ini-panen-cengkeh-bagus-harga-tidak","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-08-07 10:04:27","post_modified_gmt":"2020-08-07 03:04:27","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6999","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

Paling Populer