\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tradisi sirih awalnya lekat digunakan masyarakat sebagai ritual persembahan bagi pemujaan animistik. Dalam masyarakat Dayak, misalnya, daun sirih sering digunakan untuk mengusir roh penyebab kematian dan penyakit. Ludah sirih yang berwarna merah diyakini orang Dayak sangat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. 
<\/p>\n\n\n\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Belakangan nampak terjadi perkembangan dalam budaya ini. Tradisi makan sirih tidak berhenti pada pencampuran daun sirih dan buah pinang belaka. Bahan utamanya bertambah dan semakin kompleks, yaitu terdiri buah pinang, gambir (getah pohon gambir), sirih dan kapur. Tanpa terkecuali cengkeh juga bisa ditambahkan, tergantung selera atau lebih tepatnya berkorelasi dengan status sosial seseorang. Semua bahan itu ditanam dan dipanen secara terpisah, dan umum digunakan dalam berbagai ritual maupun praktik keseharian masyarakat Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Tradisi sirih awalnya lekat digunakan masyarakat sebagai ritual persembahan bagi pemujaan animistik. Dalam masyarakat Dayak, misalnya, daun sirih sering digunakan untuk mengusir roh penyebab kematian dan penyakit. Ludah sirih yang berwarna merah diyakini orang Dayak sangat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. 
<\/p>\n\n\n\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Akan tetapi dalam catatan Batutah itu belum muncul penambahan pemakaian kapur, yang dalam masyarakat Jawa disebut \u201cnjet\u201d<\/em>. Bukti literal terkait pemakaian kapur ini baru muncul tahun 1416, berasal dari laporan Haji Ma Huan, muslim Tionghoa yang pernah jadi sekretaris dan juru bahasa Laksamana Cheng-Ho. Menurut dugaan Amen Budiman dan Onghokham, pada saat Ma Huan singgah di ibukota Majapahit, gambir dan tembakau belum digunakan bersama-sama dalam tradisi mengonsumsi sirih.
<\/p>\n\n\n\n

Belakangan nampak terjadi perkembangan dalam budaya ini. Tradisi makan sirih tidak berhenti pada pencampuran daun sirih dan buah pinang belaka. Bahan utamanya bertambah dan semakin kompleks, yaitu terdiri buah pinang, gambir (getah pohon gambir), sirih dan kapur. Tanpa terkecuali cengkeh juga bisa ditambahkan, tergantung selera atau lebih tepatnya berkorelasi dengan status sosial seseorang. Semua bahan itu ditanam dan dipanen secara terpisah, dan umum digunakan dalam berbagai ritual maupun praktik keseharian masyarakat Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Tradisi sirih awalnya lekat digunakan masyarakat sebagai ritual persembahan bagi pemujaan animistik. Dalam masyarakat Dayak, misalnya, daun sirih sering digunakan untuk mengusir roh penyebab kematian dan penyakit. Ludah sirih yang berwarna merah diyakini orang Dayak sangat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. 
<\/p>\n\n\n\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ada dugaan waktu itu pemakaian sirih bersama-sama buah pinang belum dikenal. Lebih jauh, menurut bukti literatur yang lebih pasti terkait daun sirih yang dikonsumsi bersama-sama buah pinang baru muncul dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah pada 1346 \u2013 1347. Batuta cukup beruntung menyaksikan pernikahan putra raja Samudra Pasai, di mana daun sirih dan buah pinang menjadi bagian penting dari seremoni perkawinan itu. 
<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi dalam catatan Batutah itu belum muncul penambahan pemakaian kapur, yang dalam masyarakat Jawa disebut \u201cnjet\u201d<\/em>. Bukti literal terkait pemakaian kapur ini baru muncul tahun 1416, berasal dari laporan Haji Ma Huan, muslim Tionghoa yang pernah jadi sekretaris dan juru bahasa Laksamana Cheng-Ho. Menurut dugaan Amen Budiman dan Onghokham, pada saat Ma Huan singgah di ibukota Majapahit, gambir dan tembakau belum digunakan bersama-sama dalam tradisi mengonsumsi sirih.
<\/p>\n\n\n\n

Belakangan nampak terjadi perkembangan dalam budaya ini. Tradisi makan sirih tidak berhenti pada pencampuran daun sirih dan buah pinang belaka. Bahan utamanya bertambah dan semakin kompleks, yaitu terdiri buah pinang, gambir (getah pohon gambir), sirih dan kapur. Tanpa terkecuali cengkeh juga bisa ditambahkan, tergantung selera atau lebih tepatnya berkorelasi dengan status sosial seseorang. Semua bahan itu ditanam dan dipanen secara terpisah, dan umum digunakan dalam berbagai ritual maupun praktik keseharian masyarakat Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Tradisi sirih awalnya lekat digunakan masyarakat sebagai ritual persembahan bagi pemujaan animistik. Dalam masyarakat Dayak, misalnya, daun sirih sering digunakan untuk mengusir roh penyebab kematian dan penyakit. Ludah sirih yang berwarna merah diyakini orang Dayak sangat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. 
<\/p>\n\n\n\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sementara catatan tertua tentang tradisi sirih dikatakan berasal dari tahun 672. Adalah Shih I-tsing dalam catatannya yang berjudul \u201cA Record of the Buddhist religion as practiced in India and the Malay Archipelago\u201d<\/em>, menceritakan kebiasaan masyarakat Palembang menyajikan buah pinang dalam perjamuan pesta-pesta masyarakat setempat yang dinikmati setelah makan. I-tsing sama sekali tidak menyebutkan pemakain daun sirih. 
<\/p>\n\n\n\n

Ada dugaan waktu itu pemakaian sirih bersama-sama buah pinang belum dikenal. Lebih jauh, menurut bukti literatur yang lebih pasti terkait daun sirih yang dikonsumsi bersama-sama buah pinang baru muncul dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah pada 1346 \u2013 1347. Batuta cukup beruntung menyaksikan pernikahan putra raja Samudra Pasai, di mana daun sirih dan buah pinang menjadi bagian penting dari seremoni perkawinan itu. 
<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi dalam catatan Batutah itu belum muncul penambahan pemakaian kapur, yang dalam masyarakat Jawa disebut \u201cnjet\u201d<\/em>. Bukti literal terkait pemakaian kapur ini baru muncul tahun 1416, berasal dari laporan Haji Ma Huan, muslim Tionghoa yang pernah jadi sekretaris dan juru bahasa Laksamana Cheng-Ho. Menurut dugaan Amen Budiman dan Onghokham, pada saat Ma Huan singgah di ibukota Majapahit, gambir dan tembakau belum digunakan bersama-sama dalam tradisi mengonsumsi sirih.
<\/p>\n\n\n\n

Belakangan nampak terjadi perkembangan dalam budaya ini. Tradisi makan sirih tidak berhenti pada pencampuran daun sirih dan buah pinang belaka. Bahan utamanya bertambah dan semakin kompleks, yaitu terdiri buah pinang, gambir (getah pohon gambir), sirih dan kapur. Tanpa terkecuali cengkeh juga bisa ditambahkan, tergantung selera atau lebih tepatnya berkorelasi dengan status sosial seseorang. Semua bahan itu ditanam dan dipanen secara terpisah, dan umum digunakan dalam berbagai ritual maupun praktik keseharian masyarakat Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Tradisi sirih awalnya lekat digunakan masyarakat sebagai ritual persembahan bagi pemujaan animistik. Dalam masyarakat Dayak, misalnya, daun sirih sering digunakan untuk mengusir roh penyebab kematian dan penyakit. Ludah sirih yang berwarna merah diyakini orang Dayak sangat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. 
<\/p>\n\n\n\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Seandainya kita menyimak folklor atau tradisi lisan yang dipercaya masyarakat Temanggung secara turun-temurun, asal tembakau konon memang berasal dari Nusantara. Kata \u2018mbako\u2019<\/em> atau \u2018bako\u2019<\/em> dipercaya berasal ucapan Ki Ageng Makukuhan saat beliau mengobati orang sakit lumpuh, \u201cIki tambaku\u201d<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara catatan tertua tentang tradisi sirih dikatakan berasal dari tahun 672. Adalah Shih I-tsing dalam catatannya yang berjudul \u201cA Record of the Buddhist religion as practiced in India and the Malay Archipelago\u201d<\/em>, menceritakan kebiasaan masyarakat Palembang menyajikan buah pinang dalam perjamuan pesta-pesta masyarakat setempat yang dinikmati setelah makan. I-tsing sama sekali tidak menyebutkan pemakain daun sirih. 
<\/p>\n\n\n\n

Ada dugaan waktu itu pemakaian sirih bersama-sama buah pinang belum dikenal. Lebih jauh, menurut bukti literatur yang lebih pasti terkait daun sirih yang dikonsumsi bersama-sama buah pinang baru muncul dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah pada 1346 \u2013 1347. Batuta cukup beruntung menyaksikan pernikahan putra raja Samudra Pasai, di mana daun sirih dan buah pinang menjadi bagian penting dari seremoni perkawinan itu. 
<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi dalam catatan Batutah itu belum muncul penambahan pemakaian kapur, yang dalam masyarakat Jawa disebut \u201cnjet\u201d<\/em>. Bukti literal terkait pemakaian kapur ini baru muncul tahun 1416, berasal dari laporan Haji Ma Huan, muslim Tionghoa yang pernah jadi sekretaris dan juru bahasa Laksamana Cheng-Ho. Menurut dugaan Amen Budiman dan Onghokham, pada saat Ma Huan singgah di ibukota Majapahit, gambir dan tembakau belum digunakan bersama-sama dalam tradisi mengonsumsi sirih.
<\/p>\n\n\n\n

Belakangan nampak terjadi perkembangan dalam budaya ini. Tradisi makan sirih tidak berhenti pada pencampuran daun sirih dan buah pinang belaka. Bahan utamanya bertambah dan semakin kompleks, yaitu terdiri buah pinang, gambir (getah pohon gambir), sirih dan kapur. Tanpa terkecuali cengkeh juga bisa ditambahkan, tergantung selera atau lebih tepatnya berkorelasi dengan status sosial seseorang. Semua bahan itu ditanam dan dipanen secara terpisah, dan umum digunakan dalam berbagai ritual maupun praktik keseharian masyarakat Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Tradisi sirih awalnya lekat digunakan masyarakat sebagai ritual persembahan bagi pemujaan animistik. Dalam masyarakat Dayak, misalnya, daun sirih sering digunakan untuk mengusir roh penyebab kematian dan penyakit. Ludah sirih yang berwarna merah diyakini orang Dayak sangat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. 
<\/p>\n\n\n\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ada silang pendapat dan kontroversi di kalangan para sejarawan peradaban mengenai muasal budaya sirih, apakah asli budaya nusantara ataukah dibawa masuk dari luar. Melihat kondisi alam di Indonesia tentu sebenarnya bukanlah hal sulit untuk menyimpulkan bahwa budaya sirih tercipta di Indonesia; pasalnya buah pinang dan sirih setidaknya tak perlu diimpor, keduanya banyak dan mudah didapati di Pulau Jawa. Sementara pendapat lain mengatakan adalah para perantau Hindu dari India yang membawa budaya sirih masuk ke Indonesia. Namun para sejarawan kedua kubu tiba pada sebuah kesimpulan yang sama, bahwa budaya makan sirih merupakan salah satu aspek kebudayaan masyarakat Indonesia yang usianya tua. 
<\/p>\n\n\n\n

Seandainya kita menyimak folklor atau tradisi lisan yang dipercaya masyarakat Temanggung secara turun-temurun, asal tembakau konon memang berasal dari Nusantara. Kata \u2018mbako\u2019<\/em> atau \u2018bako\u2019<\/em> dipercaya berasal ucapan Ki Ageng Makukuhan saat beliau mengobati orang sakit lumpuh, \u201cIki tambaku\u201d<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara catatan tertua tentang tradisi sirih dikatakan berasal dari tahun 672. Adalah Shih I-tsing dalam catatannya yang berjudul \u201cA Record of the Buddhist religion as practiced in India and the Malay Archipelago\u201d<\/em>, menceritakan kebiasaan masyarakat Palembang menyajikan buah pinang dalam perjamuan pesta-pesta masyarakat setempat yang dinikmati setelah makan. I-tsing sama sekali tidak menyebutkan pemakain daun sirih. 
<\/p>\n\n\n\n

Ada dugaan waktu itu pemakaian sirih bersama-sama buah pinang belum dikenal. Lebih jauh, menurut bukti literatur yang lebih pasti terkait daun sirih yang dikonsumsi bersama-sama buah pinang baru muncul dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah pada 1346 \u2013 1347. Batuta cukup beruntung menyaksikan pernikahan putra raja Samudra Pasai, di mana daun sirih dan buah pinang menjadi bagian penting dari seremoni perkawinan itu. 
<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi dalam catatan Batutah itu belum muncul penambahan pemakaian kapur, yang dalam masyarakat Jawa disebut \u201cnjet\u201d<\/em>. Bukti literal terkait pemakaian kapur ini baru muncul tahun 1416, berasal dari laporan Haji Ma Huan, muslim Tionghoa yang pernah jadi sekretaris dan juru bahasa Laksamana Cheng-Ho. Menurut dugaan Amen Budiman dan Onghokham, pada saat Ma Huan singgah di ibukota Majapahit, gambir dan tembakau belum digunakan bersama-sama dalam tradisi mengonsumsi sirih.
<\/p>\n\n\n\n

Belakangan nampak terjadi perkembangan dalam budaya ini. Tradisi makan sirih tidak berhenti pada pencampuran daun sirih dan buah pinang belaka. Bahan utamanya bertambah dan semakin kompleks, yaitu terdiri buah pinang, gambir (getah pohon gambir), sirih dan kapur. Tanpa terkecuali cengkeh juga bisa ditambahkan, tergantung selera atau lebih tepatnya berkorelasi dengan status sosial seseorang. Semua bahan itu ditanam dan dipanen secara terpisah, dan umum digunakan dalam berbagai ritual maupun praktik keseharian masyarakat Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Tradisi sirih awalnya lekat digunakan masyarakat sebagai ritual persembahan bagi pemujaan animistik. Dalam masyarakat Dayak, misalnya, daun sirih sering digunakan untuk mengusir roh penyebab kematian dan penyakit. Ludah sirih yang berwarna merah diyakini orang Dayak sangat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. 
<\/p>\n\n\n\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sebagaimana nanti akan kita paparkan, sirih, tembakau dan kretek memiliki \u201cbenang merah\u201d kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia, yang selain membentuk lanskap historis, lebih jauh juga memberi arti simbolis yang penting. Simbolis disini terkait dengan proses ekonomi dan politik yang telah mengubah wajah Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Ada silang pendapat dan kontroversi di kalangan para sejarawan peradaban mengenai muasal budaya sirih, apakah asli budaya nusantara ataukah dibawa masuk dari luar. Melihat kondisi alam di Indonesia tentu sebenarnya bukanlah hal sulit untuk menyimpulkan bahwa budaya sirih tercipta di Indonesia; pasalnya buah pinang dan sirih setidaknya tak perlu diimpor, keduanya banyak dan mudah didapati di Pulau Jawa. Sementara pendapat lain mengatakan adalah para perantau Hindu dari India yang membawa budaya sirih masuk ke Indonesia. Namun para sejarawan kedua kubu tiba pada sebuah kesimpulan yang sama, bahwa budaya makan sirih merupakan salah satu aspek kebudayaan masyarakat Indonesia yang usianya tua. 
<\/p>\n\n\n\n

Seandainya kita menyimak folklor atau tradisi lisan yang dipercaya masyarakat Temanggung secara turun-temurun, asal tembakau konon memang berasal dari Nusantara. Kata \u2018mbako\u2019<\/em> atau \u2018bako\u2019<\/em> dipercaya berasal ucapan Ki Ageng Makukuhan saat beliau mengobati orang sakit lumpuh, \u201cIki tambaku\u201d<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara catatan tertua tentang tradisi sirih dikatakan berasal dari tahun 672. Adalah Shih I-tsing dalam catatannya yang berjudul \u201cA Record of the Buddhist religion as practiced in India and the Malay Archipelago\u201d<\/em>, menceritakan kebiasaan masyarakat Palembang menyajikan buah pinang dalam perjamuan pesta-pesta masyarakat setempat yang dinikmati setelah makan. I-tsing sama sekali tidak menyebutkan pemakain daun sirih. 
<\/p>\n\n\n\n

Ada dugaan waktu itu pemakaian sirih bersama-sama buah pinang belum dikenal. Lebih jauh, menurut bukti literatur yang lebih pasti terkait daun sirih yang dikonsumsi bersama-sama buah pinang baru muncul dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah pada 1346 \u2013 1347. Batuta cukup beruntung menyaksikan pernikahan putra raja Samudra Pasai, di mana daun sirih dan buah pinang menjadi bagian penting dari seremoni perkawinan itu. 
<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi dalam catatan Batutah itu belum muncul penambahan pemakaian kapur, yang dalam masyarakat Jawa disebut \u201cnjet\u201d<\/em>. Bukti literal terkait pemakaian kapur ini baru muncul tahun 1416, berasal dari laporan Haji Ma Huan, muslim Tionghoa yang pernah jadi sekretaris dan juru bahasa Laksamana Cheng-Ho. Menurut dugaan Amen Budiman dan Onghokham, pada saat Ma Huan singgah di ibukota Majapahit, gambir dan tembakau belum digunakan bersama-sama dalam tradisi mengonsumsi sirih.
<\/p>\n\n\n\n

Belakangan nampak terjadi perkembangan dalam budaya ini. Tradisi makan sirih tidak berhenti pada pencampuran daun sirih dan buah pinang belaka. Bahan utamanya bertambah dan semakin kompleks, yaitu terdiri buah pinang, gambir (getah pohon gambir), sirih dan kapur. Tanpa terkecuali cengkeh juga bisa ditambahkan, tergantung selera atau lebih tepatnya berkorelasi dengan status sosial seseorang. Semua bahan itu ditanam dan dipanen secara terpisah, dan umum digunakan dalam berbagai ritual maupun praktik keseharian masyarakat Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Tradisi sirih awalnya lekat digunakan masyarakat sebagai ritual persembahan bagi pemujaan animistik. Dalam masyarakat Dayak, misalnya, daun sirih sering digunakan untuk mengusir roh penyebab kematian dan penyakit. Ludah sirih yang berwarna merah diyakini orang Dayak sangat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. 
<\/p>\n\n\n\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Langsung atau tidak langsung, makna budaya kretek bagi masyarakat Indonesia sebenarnya jauh berakar dalam budaya sirih. Lahirnya kretek memiliki akar sejarah budayanya dalam budaya tembakau. Bermula dari konsumsi tembakau dengan cara dikunyah atau nyusur<\/em>, susur<\/em>, namun kemudian beralih dengan cara diisap. Sementara awal mula budaya tembakau tumbuh sekaligus berakar dalam perkembangan budaya sirih, nyirih<\/em> atau nginang<\/em>. 
<\/p>\n\n\n\n

Sebagaimana nanti akan kita paparkan, sirih, tembakau dan kretek memiliki \u201cbenang merah\u201d kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia, yang selain membentuk lanskap historis, lebih jauh juga memberi arti simbolis yang penting. Simbolis disini terkait dengan proses ekonomi dan politik yang telah mengubah wajah Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Ada silang pendapat dan kontroversi di kalangan para sejarawan peradaban mengenai muasal budaya sirih, apakah asli budaya nusantara ataukah dibawa masuk dari luar. Melihat kondisi alam di Indonesia tentu sebenarnya bukanlah hal sulit untuk menyimpulkan bahwa budaya sirih tercipta di Indonesia; pasalnya buah pinang dan sirih setidaknya tak perlu diimpor, keduanya banyak dan mudah didapati di Pulau Jawa. Sementara pendapat lain mengatakan adalah para perantau Hindu dari India yang membawa budaya sirih masuk ke Indonesia. Namun para sejarawan kedua kubu tiba pada sebuah kesimpulan yang sama, bahwa budaya makan sirih merupakan salah satu aspek kebudayaan masyarakat Indonesia yang usianya tua. 
<\/p>\n\n\n\n

Seandainya kita menyimak folklor atau tradisi lisan yang dipercaya masyarakat Temanggung secara turun-temurun, asal tembakau konon memang berasal dari Nusantara. Kata \u2018mbako\u2019<\/em> atau \u2018bako\u2019<\/em> dipercaya berasal ucapan Ki Ageng Makukuhan saat beliau mengobati orang sakit lumpuh, \u201cIki tambaku\u201d<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara catatan tertua tentang tradisi sirih dikatakan berasal dari tahun 672. Adalah Shih I-tsing dalam catatannya yang berjudul \u201cA Record of the Buddhist religion as practiced in India and the Malay Archipelago\u201d<\/em>, menceritakan kebiasaan masyarakat Palembang menyajikan buah pinang dalam perjamuan pesta-pesta masyarakat setempat yang dinikmati setelah makan. I-tsing sama sekali tidak menyebutkan pemakain daun sirih. 
<\/p>\n\n\n\n

Ada dugaan waktu itu pemakaian sirih bersama-sama buah pinang belum dikenal. Lebih jauh, menurut bukti literatur yang lebih pasti terkait daun sirih yang dikonsumsi bersama-sama buah pinang baru muncul dalam catatan perjalanan Ibnu Batutah pada 1346 \u2013 1347. Batuta cukup beruntung menyaksikan pernikahan putra raja Samudra Pasai, di mana daun sirih dan buah pinang menjadi bagian penting dari seremoni perkawinan itu. 
<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi dalam catatan Batutah itu belum muncul penambahan pemakaian kapur, yang dalam masyarakat Jawa disebut \u201cnjet\u201d<\/em>. Bukti literal terkait pemakaian kapur ini baru muncul tahun 1416, berasal dari laporan Haji Ma Huan, muslim Tionghoa yang pernah jadi sekretaris dan juru bahasa Laksamana Cheng-Ho. Menurut dugaan Amen Budiman dan Onghokham, pada saat Ma Huan singgah di ibukota Majapahit, gambir dan tembakau belum digunakan bersama-sama dalam tradisi mengonsumsi sirih.
<\/p>\n\n\n\n

Belakangan nampak terjadi perkembangan dalam budaya ini. Tradisi makan sirih tidak berhenti pada pencampuran daun sirih dan buah pinang belaka. Bahan utamanya bertambah dan semakin kompleks, yaitu terdiri buah pinang, gambir (getah pohon gambir), sirih dan kapur. Tanpa terkecuali cengkeh juga bisa ditambahkan, tergantung selera atau lebih tepatnya berkorelasi dengan status sosial seseorang. Semua bahan itu ditanam dan dipanen secara terpisah, dan umum digunakan dalam berbagai ritual maupun praktik keseharian masyarakat Indonesia. 
<\/p>\n\n\n\n

Tradisi sirih awalnya lekat digunakan masyarakat sebagai ritual persembahan bagi pemujaan animistik. Dalam masyarakat Dayak, misalnya, daun sirih sering digunakan untuk mengusir roh penyebab kematian dan penyakit. Ludah sirih yang berwarna merah diyakini orang Dayak sangat mujarab menyembuhkan berbagai macam penyakit. 
<\/p>\n\n\n\n

Mengonsumsi sirih juga merupakan kegiatan sehari-hari yang bermakna profan. Bagi masyarakat Jawa, interaksi sosial di antara mereka akan lebih dipermudah melalui kegiatan menyirih bersama-sama atau dengan menyajikan sirih. Sajian sirih juga jadi medium pemecah kebekuan, atau sebagai pembuka percakapan. Selain itu, nyirih<\/em> atau nginang<\/em> itu sendiri dimaksudkan memberi efek menenangkan diri dan memberi suasana rileks bagi pemakainya.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Anthony Reid, mengunyah tembakau kemudian menjadi praktik umum dengan mengunyah sirih. Meskipun tafsir sejarah dominan tentang pengenalan tembakau katakanlah baru berlangsung pada awal abad ke-17, namun demikian entitas tembakau ternyata justru membawa fenomena perubahan mendalam pada struktur sosial, budaya, politik, ekonomi dan simbolik di Nusantara. 
<\/p>\n\n\n\n

Selain ditambahkan pada tradisi mengonsumsi sirih, tembakau juga dikonsumsi sendiri secara terpisah, baik itu dengan cara dikunyah atau dirokok. Kebiasaan baru ini melahirkan istilah baru dalam kosa-kata bahasa Jawa \u201cnyusur\u201d<\/em> atau \u201csusur\u201d<\/em>. Tembakau khusus untuk makan sirih ini dikenal dengan nama \u201ctembakau sugi\u201d<\/em>. Nyirih<\/em>, nginang<\/em> dan nyusur<\/em> pada perkembangannya tidak memiliki perbedaan semantik alias artinya setali tiga uang.
<\/p>\n\n\n\n

Meskipun literatur mencatat kebiasaan menambahkan tembakau seperti tafsiran Anthony Reid baru dimulai sejak paruh kedua abad ke-18, tapi nampaknya kebiasaan mengonsumsi tembakau, bahkan dengan cara baru yaitu \u201cdirokok\u201d, sesungguhnya justru sudah berlangsung lebih lama. Menurut De Candolle masuknya tembakau tahun 1600, di masa penjajahan bangsa Portugis di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Tafsiran sejarah De Cadolle dan Thomas Stamford Raffles itu ternyata sinkron dengan keterangan yang tertulis dalam teks sejarah Jawa, \u201cBabad ing Sangkala\u201d<\/em>. Diceritakan tentang kebiasaan \u201cmerokok\u201d yang bertepatan waktunya dengan meninggalnya Panembahan Senapati, dengan diberi candra sengkala \u201cGni Mati Tumibeng Siti\u201d<\/em> yang berarti tahun 1523 Saka atau 1601 \u2013 1602 Masehi. Gambaran ini semakin dipertegas dengan catatatan sejarawan Belanda, Dr. H. de Haen. Menurutnya pada tahun  1622 \u2013 1623 seorang utusan VOC pernah berkunjung ke Mataram dan mencatat kebiasaan \u201cmerokok\u201d raja paling agung Mataram yaitu Sultan Agung, yang rupa-rupanya adalah perokok kelas atas.
<\/p>\n\n\n\n

Waktu itu merokok sudah bukan hanya kesenangan pribadi belaka, namun juga menjadi menu hidangan penting tak ubahnya buah pinang dan sirih yang disajikan kepada para tamu kerajaan. Tentang bagaimana buah pinang dan tembakau menjadi menu sajian utama bagi tamu raja Amangkurat I dicatat dalam kunjungan dua duta VOC pada 1645, yaitu Zebald Wonderer dan Jan Barents-zoon. Kebiasaan menyajikan rokok pada tamu-tamu kehormatan juga tercatat dalam ensiklopedia Jawa yaitu Centhini yang disusun pada tahun 1814 sebagai perintah raja yaitu Sunan Pakubuawana ke V.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSira dhewe ngladenana nyai lan anakmu dhenok, ganten eses wedang dhaharane, mengko bagda ngisa wissa ngrakit dhahar kang prayogi, dhayohmu linuhung\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n

\u201cHai dinda, hendaknya engkau sendiri yang melayani bersama anakmu si upik, dengan sirih, rokok, minum dan makanan, usai isya nanti hendaknya engkau telah selesai menyiapkan makanan yang baik, oleh karena tamumu orang yang mulia.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Kebiasaan menyuguhkan sajian rokok beserta makanan dan minuman ini, nampaknya kini masih biasa kita temuai dalam budaya masyarakat petani di desa-desa. Umumnya rokok itu disajikan dengan cara diwadahi gelas. Ini lazim dilakukan dalam berbagai ritus budaya masyarakat Jawa seperti jagong bayen<\/em> atau kenduri<\/em>.
<\/p>\n\n\n\n

Sementara narasi tentang kebiasaan khalayak luas mengonsumsi tembakau dengan cara dihisap, setidaknya dapat disimpulkan dari folklore kisah cinta Rara Mendut yang mengambil konteks sejarah pada zaman kekuasaan Sultan Agung. Ini berarti juga pada kurun waktu itu rokok telah menjadi barang dagangan bagi masyarakat umum. 
<\/p>\n\n\n\n

Dalam teks \u201cPranacitra\u201d yang dialihbahasakan oleh Dr. C. C. Berg, yang konon merupakan teks yang ditulis antara tahun 1627 atau1847, sejarawan Amen Budiman dan Onghokham tiba pada kesimpulan, bahwa pada abad ke-17 rokok telah menjadi barang dagangan di kalangan masyarakat Jawa. Apa yang menarik dari teks Pranacitra ini ialah, bahwa rokok Rara Mendut ini menyebut pemakaian bumbu-bumbu dan \u201cwur\u201d<\/em> dalam proses pembuatannya. Kesimpulan ini dipertegas tulisan J. W. Winter yang berjudul \u201cBeknopte Beschrijving Van Het Hof Soerakarta\u201d<\/em>. Winter menyebutkan, bahwa pada akhir abad ke-18 merokok dan menyirih telah menjadi salah satu kebutuhan primer di kalangan masyarakat Jawa.
<\/p>\n\n\n\n

Perjalanan sirih, tembakau dan rokok yang sudah melintas abad dan terwariskan antar generasi sudah tentu membawa kedekatan tersendiri dan kekhususan hubungan bagi masyarakat Indonesia. Bagaimana gambaran hubungan yang sangat erat antara sirih, tembakau dan rokok bagi kehidupan masyarakat Jawa dicatat oleh Jhon Joseph Stockdale pada awal abad ke-19. 
<\/p>\n","post_title":"Budaya Merokok Masyarakat Indonesia dalam Tinjauan Sejarah","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-merokok-masyarakat-indonesia-dalam-tinjauan-sejarah","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-21 10:36:14","post_modified_gmt":"2020-09-21 03:36:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7098","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7095,"post_author":"934","post_date":"2020-09-18 16:40:42","post_date_gmt":"2020-09-18 09:40:42","post_content":"\n

Kebetulan saja, saya dan Pak Wardoyo, Bupati Kabupaten Sukoharjo, sudah kenal sejak hampir\u00a0 20 tahun yang lalu sebelum beliau jadi bupati, jadi kalau soal udud bareng dan ngobrol itu jadi lebih enak dan santai, yang penting rokoknya beli sendiri-sendiri. Saya dan Pak Wardoyo sama-sama penikmat rokok, nasibnya saja yang beda, beliau jadi bupati Sukoharjo saya jadi rakyat Sukoharjo. Beliau \"subur\" saya \"kurang subur.<\/em><\/strong><\/p>\n\n\n\n

Tadi malam, saya kebetulan sempat bersilaturahmi dengan Pak War, begitu biasa saya menyapa. Kami bercerita tentang seorang Alumni Pondok Pesantren Tremas, Pacitan, namanya Ust. Syahroni, yang saat ini sedang merintis berdirinya Pondok Pesantren di Desa Paluh Ombo,  desa paling timur di Kab. Sukoharjo yang merupakan perbatasan  dengan  Kab. Karanganyar.<\/p>\n\n\n\n

Pondok Pesantren Iman Roji, begitu Ust. Syahroni memberi nama pondoknya. Nama pondok itu diambil dari nama kakek buyutnya yang merupakan tokoh  dan penggerak agama Islam di kampungnya kala itu .<\/p>\n\n\n\n

Pondok yang Jum'at seminggu lalu memulai peletakan batu pertama dan kebetulan Pak War selaku bupati berkenan untuk memulai peletakan batu pertamanya dan Alhmadulillah juga berjanji untuk membantu pembangunannya.<\/p>\n\n\n\n

Di sela2 \"jagongan\" malam itu, saya bercerita kepada Pak War bahwa di sekitar pondok itu ada 3 sumber mata air atau orang Jawa menyebutnya dengan \"SENDANG\". Masyarakat Ds. Paluh Ombo sering menyebut sendang ini dengan nama \"SENDANG DAMAR WULAN\" .<\/p>\n\n\n\n

saya matur ke Pak Bupati bahwa kondisi sendang ini walaupun masih mengeluarkan air namun perlu perawatan yang lebih baik dan serius, mengingat di desa Paluh Ombo yang kontur tanahnya berbukit ini terkadang (pernah) sulit air, maka keberadaan sendang ini bisa sangat vital dalam keadaan ketika terjadi sulit air.<\/p>\n\n\n\n

Di samping itu saya juga matur bahwa air adalah anugerah Allah yang harus kita jaga untuk anak cucu kita kelak.<\/h2>\n\n\n\n

Lalu saya bercerita kepada Pak War tentang kisah di zaman Rasulullah SAW, bahwa pernah suatu ketika Penduduk Madinah mengalami kekeringan yang sangat parah, sumur sumur penduduk banyak yang kering dan tidak lagi mengeluarkan air, sehingga masyarakat Madinah saat itu sangat kesulitan.<\/p>\n\n\n\n

Namun masih ada satu Sumur di Madinah yang airnya tetap melimpah dan sangat jernih, namun penduduk Madinah tidak bisa mengambil air di sumur itu begitu saja karena, jika tidak membayar kepada seorang Yahudi yang menjadi pemiliknya dengan harga yang tinggi, maka tidak ada seorang pun yang boleh mengambil air di sumur tersebut, sehingga keadaan ini menambah kesengsaraan penduduk Madinah dalam kondisi paceklik saat itu.<\/p>\n\n\n\n

Keberadaan sumur tersebut dan keadaan penduduk Madinah saat itu akhirnya terdengar oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, kemudian beliau bersabda yang kurang lebihnya adalah \"barang siapa yang bersedia menyumbangkan hartanya untuk bisa membebaskan sumur tersebut dan dan bisa digunakan oleh penduduk Madinah dalam mencukupi kebutuhan airnya maka Allah akan memberikan pahala berupa surga kepadanya\".<\/p>\n\n\n\n

Mendengar ini,maka tergeraklah hati Sayyidina Utsman bin Affan yang memang dikenal sebagai sahabat Nabi yang kaya dan dermawan untuk membeli sumur tersebut dan mewakafkannya untuk kepentingan penduduk Madinah.<\/p>\n\n\n\n

Singkat kata melalui dua kali tahap pembelian, akhirnya sumur milik orang Yahudi tersebut akhirnya beralih menjadi milik Sayyidina Utsman bin Affan yang kemudian diwakafkan untuk kepentingan penduduk Madinah, sehingga penduduk Madinah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mencari dan mencukupi kebutuhan airnya.<\/p>\n\n\n\n

Dari kisah ini saya matur kepada Pak War, bahwa jika dengan kewenangan beliau sebagai bupati Sukoharjo kemudian menganggarkan dana dari APBD Sukoharjo untuk melakukan perbaikan ketiga Sendang yang ada di Desa Paluhombo itu, tentu ada banyak sekali kebaikan dan pahala yang akan beliau peroleh walaupun konteks dan keadaan yang berbeda dari apa yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan.<\/p>\n\n\n\n

Karena saya yakin bahwa salah satu ladang pahala dari seorang pemimpin adalah dengan membuat kebijakan yang bermanfaat bagi rakyatnya, apalagi jika kebijakan tersebut memberikan dampak kebaikan  dan kemanfaatan dalam jangka yang panjang, seperti merawat sendang atau mata air yang harapannya bisa dimanfaatkan sampai anak cucu kelak, sehingga mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam mencari air, karena fungsi air yang luar biasa bagi kehidupan manusia.<\/p>\n\n\n\n

Selain untuk mencukupi kebutuhan fisik manusia, air juga tidak bisa lepas dari amal ibadah  seorang muslim, misal untuk bersuci dari hadas kecil maupun besar, membersihkan dari najis dan segala kotoran, dan lain sebagainya.<\/p>\n\n\n\n

Bukankah akar sebuah kebaikan akan menubuhkan sebuah pohon kebaikan dengan puluhan dahan kebaikan, ratusan ranting kebaikan dan ribuan buah kebaikan pula, maka betapa besar pahala yang akan didapati seorang yang bisa menanamkan akar kebaikan.<\/p>\n\n\n\n

Saya hanya berharap dari perbincangan ini, Pemerintah Kabupaten Sukoharjo\u00a0 saat ini atau kapanpun, akan memiliki perhatian yang lebih untuk merawat dan menjaga setiap sumber mata air yang ada ada di Kabupaten Sukoharjo dimanapun adanya....<\/strong><\/p>\n\n\n\n

semoga....
<\/p>\n","post_title":"Bupati Sukoharjo, Mata Air dan Rokok yang Membara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bupati-sukoharjo-mata-air-dan-rokok-yang-membara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-18 16:40:44","post_modified_gmt":"2020-09-18 09:40:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7095","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7076,"post_author":"919","post_date":"2020-09-13 11:51:16","post_date_gmt":"2020-09-13 04:51:16","post_content":"\n

Film serial Si Doel Anak Sekolahan memang sudah lama sekali dibuat. Namun serial ini memang masih melekat di hati para pemirsa. Kisah tentang Mandra juga paling ditunggu oleh penonton. Apalagi perseteruannya dengan Basuki yang memainkan peran Karyo dalam serial tersebut yang acapkali membuat penonton tertawa.<\/p>\n\n\n\n

Mandra dan Karyo dalam Si Doel Anak Sekolahan memang mirip seperti film kartun Tom & Jerry. Sering berantem baik oleh hal sepele hingga besar bahkan sesekali juga pernah akur jika ada satu kepentingan bersama. Saking totalnya mereka berdua dalam bermain peran, seringkali mereka dianggap benar-benar musuhan di dunia nyata oleh para penonton.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi Mandra menolak anggapan tersebut. Baginya, Karyo adalah sosok sahabat penting bagi dirinya. Keakraban itu ia akui dalam kehidupan normal. Mandra memang kadang tak habis pikir, bagaimana bisa ia dianggap memiliki konflik dengan rekannya tersbeut.<\/p>\n\n\n\n

Ingatan Mandra sangat kuat dan tak dibiarkannya mubazir. Melalui kanal youtube, seniman legendaris asal Betawi ini menceritakan tiap babak demi babak dalam kehidupannya. Dalam kehidupannya, Mandra tak pernah bisa lepas dari kesenian dan itulah yang ia selalu ceritakan pada khalayak banyak.<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Mandra harus bercerita tentang Karyo karena banyak penonton di youtubenya yang menginginkan demikian. Butuh Dua Episode bagi Mandra untuk menceritakan sosok seniman ketoprak Jawa yang juga mashur di ranah kesenian tersebut.<\/p>\n\n\n\n

Banyak kisah mereka berdua yang Mandra ceritakan. Tapi yang paling menarik baginya adalah kisah tentang sebuah cangklong. Apakah anda tahu apa itu cangklong? ini adalah pipa yang biasa dibuat dari kayu atau gading untuk menghisap daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Dalam cerita Mandra, ia dan rekannya itu mendapatkan undangan untuk mengisi acara di Kota Lampung. Sepulang dari sana mereka berdua memang sama-sama membeli cangklong gading gajah. Sialnya, cangklong kecil miliki Mandra patah dan membuatnya kesal. Sementara itu cangklong milik rekannya justru aman-aman saja.<\/p>\n\n\n\n

Cangklong miliki Karyo justru lebih besar dan gagah. Mandra mengakui bahwa rekannya tersebut memang terkenal iseng. Ketika Karyo tahu cangklong milik Mandra patah, maka dirinya langsung ngisengin Mandra.<\/p>\n\n\n\n

Karyo sengaja berdiri sambil menghisap cangklong dengan congkak di depan Mandra yang beristirahat sebelum shooting. Ketika Mandra mengalihkan pandangan karena kesal, Karyo pun ikut pindah agar sengaja dilihat.<\/p>\n\n\n\n

Selesai shooting pun demikian. Ketika Mandra ingin pulang melewati pintu belakang rumah Si Doel, di sana rupanya sudah ada Karyo yang menunggu dengan menghisap cangklong. Di situlah Mandra kesal dan langsung mencabut cangklong miliki Karyo.<\/p>\n\n\n\n

Karyo kaget bukan kepalang. Mandra yang sudah senang cangklong besar itu ada di tangannya langsung bergerak ke arah pulang. Di situlah Mandra mengatakan bahwa cangklong itu jadi miliknya sekarang dan bilang bahwa Jika Karyo tak mengasih harga maka Mandra akan menjadi miliknya namun jika temannya itu memberi harga maka akan dibayar olehnya.<\/p>\n\n\n\n

Karyo pun mengiyakan untuk memberi harga. Namun, dia meminta agar Mandra mengganti Cangklong tersebut dengan sebuah telepon genggam yang canggih pada saat itu. Mandra kemudian mengiyakan dan barter antara handphone dan cangklong pun dilakukan.<\/p>\n\n\n\n

Bagi Mandra kisah tentang cangklong itu adalah hal yang paling tak pernah ia mampu lupakan. Cangklong itu masih ada hingga kini dan jadi pengingat dirinya akan sahabatnya tersebut. Simpul memori memang kadang ada pada bentuk apa saja, dan saya yakin di luar sana, baik rokok dan tembakau juga memberikan memori yang kuat bagi para penghisapnya, sama seperti seorang Mandra.<\/p>\n","post_title":"Ingatan Mandra tentang Karyo dalam Sebatang Cangklong","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ingatan-mandra-tentang-karyo-dalam-sebatang-cangklong","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-13 11:51:18","post_modified_gmt":"2020-09-13 04:51:18","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7076","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7070,"post_author":"855","post_date":"2020-09-11 12:53:54","post_date_gmt":"2020-09-11 05:53:54","post_content":"\n

Ada dua sahabat lama bertemu setelah perpisahan yang amat panjang. Sebut saja mereka Sukarji dan Suraji. Sukarji kini adalah pengusaha sekaligus anggota dewan yang uangnya tidak punya seri, Ia adalah salah satu aktivis yang getol ingin memberangus industri hasil tembakau Indonesia. Sementara Suraji sejak dulu masih mencangkul di ladang. Hidup saban harinya ditopang dari hasil menjadi buruh di ladang-ladang tetangganya. Hiburan di kampung halamannya, setelah seharian berjibaku dengan terik dan tanah liat, adalah merokok sembari jagong di warung kopi atau hanya merokok dan mendengarkan radio semata.<\/p>\n\n\n\n

Dalam perjumpaan itu, selain membicarakan perihal kisah hidup masing-masing, mereka berdua terlibat obrolan perihal harga rokok.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Ra, rokokmu kok mereknya tidak ada di Jakarta?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo, Kar. Ini yang murah. Rokok sekarang mahal. Kadang aku ya ngelinting, biar tetap ada hiburan abis nyangkul di sawah.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Mahal dari mana? Wong Djarum Super sebungkus masih 18 ribu, Gudang Garam juga masih segitu. Itulah kenapa, sekarang anak-anak bisa membeli rokok dengan bebas.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Iyo murah menurutem, Kar. Wong pendapatanmu sebulan bisa dua sampai 3 digit. Lha bagi wong kampung seperti saya ini, yang entah setiap hari dapat uang atau tidak, ya sudah mahal sekali. Kadang memang kita tidak menyadari, mahal atau murahnya sesuatu itu, ditentukan pada persepsi kita masing-masing. Bagi orang berpenghasilan tinggi, seperti dirimu ini, ya pasti bilang harga rokok murah. Lha bagi kami?<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Iya, aku paham. Tapi seharusnya, Indonesia itu kayak Singapura dong. Harga rokok 200 ribu, biar orang-orang berpikir ulang untuk membeli rokok.<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Haduh, Kar, Kar. Yo wajar kalau di Singapura harga rokok 200 ribu. Wong pendapatan mereka sehari setara pendapatan orang-orang kampung sebulan. Malah mungkin lebih banyak. Ya monggo kalau rokok mau dinaikkan, asalkan pendapatan masyarakat juga naik. Ini kalian kok ruwet amat jadi pemangku kebijakan, kalau nda pengen ada rokok di Indonesia, ya tutup saja pabriknya. Larang petani menanam tembakau. Beres.Sukarji: Yo ora bisa mengkono. Nanti negara ga dapat pemasukan dong. Kan dari Industri Hasil Tembakau, negara banyak terbantu.Suraji: Ya kalau begitu, tinggal kalian yang di atas ini bukan menyalahkan rokok. Tapi menyalahkan diri sendiri. <\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Kok bisa begitu?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ya, bisa. Wong kalian ini sudah banyak bikin peraturan soal dunia pertembakauan di Indonesia. Coba baca-baca ulang PP 109 dan seabrek peraturan lainnya. Apakah peraturan itu hanya sebagai bukti bahwa orang-orang atas biar terlihat sudah bekerja? Tapi pengamalan atas peraturan yang mereka buat sendiri, diabaikan? Atau memang dengan menyalahkan \"rokok\" adalah satu dari sekian banyak tujuan mengamankan kepercayaan publik? <\/p>\n\n\n\n

Wong setahu saya, pabrik-pabrik rokok, yang membantu negara menghentaskan pengangguran dan kemiskinan itu, sudah mematuhi poin-poin yang kalian buat. Soal lain-lainnya, ya tergantung bagaimana kalian melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam peraturan tersebut.Atau jangan-jangan, kalian ini cuma mengikuti arus saja, kalo mayoritas bilang, \"rokok biang segala hal negatif di Indonesia, maka kalian akan bilang yang sama. Biar ndak dikucilkan atau tetap pada posisi aman. Kok kalah sama ikan, yang berani berenang menantang arus.<\/p>\n\n\n\n

Sukarji: Halah, itu alasan klasik para perokok saja. <\/p>\n\n\n\n

Suraji: Ngaca, Kar. Kalian menyerang rokok ya alasan template saja. Baca deh berita ini, isinya template belaka. Menyuruh orang komprehensif, tapi kalian sendiri mengajari, bahwa untuk memutuskan sesuatu, cukup pakai satu hal saja. Soal anak kecil merokok, itu bukan karena harga yang kalian bilang \"murah\", tapi kerja pengawasan kalian yang sebenarnya murahan. Tinggal mau mengakui atau tidak!Ya mau bagaimana, uang antirokok masih manis rasanya. <\/p>\n\n\n\n

Mbokku mbiyen ya Fatayat terus Muslimat. Sampai sekarang, setiap seminggu sekali, dari rumah ke rumah, kumpul-kumpul menghidupkan organisasi. Tapi sayang ga jadi DPR, jadi kalau liat anak-anaknya merokok, beliau tetap menasehati. \"Jangan merokok, Le, masih kecil.\" Tapi tentu saja, Mbokku yang tidak DPR itu, tidak lantas mencuci tangan dengan mengatakan \"rokok terlalu murah, bikin anak-anak jadi merokok\". S<\/p>\n\n\n\n

ukarji: Eh, gimana kabar Si Laela?<\/p>\n\n\n\n

Suraji: Jumatan dulu, Kar. Si Laela udah jadi milik orang sekarang. Ia dinikahi Parjo. Parjo perokok berat. Mungkin itulah alasan Laela memilih Parjo. Laela yakin di balik lelaki yang merokok \"berat\", ada keromantisan ketika sang istri yang melintingkan.<\/p>\n\n\n\n

Tulisan ini menanggapi Anggota Komisi IX DPR: Perokok Anak Naik karena Harga Rokok Murah<\/a><\/p>\n","post_title":"Sukarji dan Suraji dalam Berbincang Harga Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sukarji-dan-suraji-dalam-berbincang-harga-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-11 12:54:44","post_modified_gmt":"2020-09-11 05:54:44","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7070","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7067,"post_author":"877","post_date":"2020-09-10 15:26:21","post_date_gmt":"2020-09-10 08:26:21","post_content":"\n

Semenjak kretek diproduksi massal oleh Nitisemito, saudagar asal Kota Kretek Kudus Jawa Tengah sekitar abad 20, kretek menjadi salah satu industri padat karya dan tahan goncangan ekonomi global dari dulu hingga sekarang. Banyak literasi sejarah kretek yang mengatakan demikian. Buktinya lagi, sampai detik ini masih terlihat eksistensi industri rokok kretek yang tersebar di bumi Nusantara.<\/p>\n\n\n\n

Justru perjalanan rokok kretek di Indonesia terkendala kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak. Perjalanan rokok kretek pelan-pelan tergerus keberadaan regulasi. Dahulu industri kecil dan besar jumlahnya ribuan, sekarang tinggal ratusan. <\/p>\n\n\n\n

Tak lain bukan karena kurangnya bahan baku, bukan karena guncangan ekonomi, tapi lebih terpengaruh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan  pemerintah yang tidak berpihak. Salah satunya terbitnya PP 109 yang memasukkan tembakau termasuk kategori zat adiktif dan pungutan pajak berupa cukai selalu naik tiap tahunnya. <\/p>\n\n\n\n

Ghirah pungutan pajak berupa cukai saat ini tidak lagi semata-mata pungutan untuk menambah pemasukan APBN. Lebih dari itu pajak cukai saat ini untuk pengendalian tembakau dan olahannya. <\/p>\n\n\n\n

Fakta riil di lapangan, keberadaan tembakau dan olahannya berupa kretek memberikan penghidupan langsung bagi banyak elemen masyarakat Indonesia.<\/em><\/p>\n\n\n\n

Kalau mau lihat elemen elemen masyarakat yang penghidupannya dari kretek bisa jalan-jalan ke daerah sektor pertanian tembakau seperti Kabupaten Temanggung, sektor pertanian cengkeh di Maluku atau di Bali, sektor industri seperti di Kota Kretek Kudus Jawa Tengah. <\/p>\n\n\n\n

Di sana, pasti terlihat banyak masyarakat yang ekonominya mengandalkan pada pertembakauan . Elemen masyarakatnya banyak sekali rupa-rupanya di tiap klaster tembakau, cengkeh dan industri. <\/p>\n\n\n\n

Pada klaster pertanian tembakau terdapat banyak elemen diantaranya: <\/p>\n\n\n\n

Pertama, petani tembakau yang terbagi petani kecil dengan lahan sendiri dan tidak luas, petani besar lahan sendiri dan besar,dan petani penggarap dengan lahan sewa    <\/p>\n\n\n\n

Kedua, buruh tani, yaitu orang bekerja ke petani  tiap harinya. Terkadang buruh tani punya lahan tapi kecil, dan lahannya sering di nomor duakan saat menggarap, dan lebih diutamakan lahan majikannya. Namun mayoritas buruh tani tidak punya lahan, dan hidupnya menggantungkan dari hasil dia bekerja pada majikan (petani). Tidak sedikit buruh tani punya keahlian yang mumpuni dalam bertani. Bahkan terkadang kemampuan bertaninya mengalahkan majikannya.<\/p>\n\n\n\n

Ketiga, pengrajin keranjang tembakau; ia adalah pembuat keranjang tempat tembakau saat panen tiba. Namun biasanya untuk dapat stok keranjang dengan jumlah banyak, ia harus membuat jauh-jauh hari sebelum panen. Pembuat keranjang punya keahlian khusus, tidak sembarang orang bisa buatnya. Ukuran dan bobot keranjang syarat mutlak pengetahuan yang harus dimiliki. Keranjangnya memang khusus dijual ke petani tembakau.  <\/p>\n\n\n\n

Keempat, usaha transportasi; saat panen raya tembakau,di daerah pertembakauan banyak mobil pick up, truck lalu lalang di jalanan dengan membawa tembakau dari petani ke gudang. Ternyata mobil-mobil tersebut dipersiapkan untuk panen tembakau. Saat hari biasa, mobil-mobil tersebut jarang jalan\/ jarang dipakai. Bagi petani yang mapan biasanya punya sendiri, namun jumlahnya tidak banyak. Tetap membutuhkan armada lain saat panen raya tembakau tiba.   <\/p>\n\n\n\n

Pada Klaster industri batik skala kecil atau besar terbagi beberapa elemen orang yang hidup dari tembakau dan hasil olahannya. Seperti buruh giling, ia bekerja di industri rokok  fokus menggiling atau membuat rokok dengan alat bantu sederhana terbuat dari kayu. Keahlian menggiling rokok ini bukan perkara mudah, ia sebelumnya harus berlatih giat guna dapat  hasil menggiling sempurna sesuai permintaan industri dan konsumen. Menggiling rokok atau membuat rokok merupakan keahlian warisan nenek moyang. penggiling mengandalkan pengalaman dan jam terbang, semakin lama ia menggeluti penggilingan biasa semakin lincah, semakin cepat dan hasilnya rapi. Penggiling saat ini kebanyakan kaum hawa. Konon, dahulu posisi penggiling didominasi kaum adam. <\/p>\n\n\n\n

Dalam klaster industri ada lagi yang dinamakan buruh mbatil, yaitu orang yang kerjaannya hanya merapikan rokok setelah dari penggilingan. Merapikan rokok dengan menggunting ujung hisap dan ujung bakar rokok. Karena biasanya rokok setelah dari penggilingan di tiap ujungnya terdapat tembakau yang tidak beraturan. Di industri rokok, kelas orang mbatil dibawah penggiling. Nah, biasanya pem mbatil senior (jam kerjanya sudah lama) akan naik tingkat ke penggiling. <\/p>\n\n\n\n

Elemen industri selanjutnya adalah karyawan bagian manajemen dan marketing. Di industri rokok bagian manajemen dan marketing sangat dibutuhkan. Dan ia mayoritas tidak bisa menggiling rokok, namun tugasnya hanya mengatur jalannya perusahaan dan penjualan produk rokok. Bagian ini juga sebagai penentu eksistensi industri rokok. Manajemen amburadul dan pemasaran serta penjualan rokok sangat ditentukan bagian manajemen dan marketing.  <\/p>\n\n\n\n

Klaster selanjutnya yang hidupnya dari hasil pertembakauan adalah usaha percetakan bungkus rokok. Jasa yang ditawarkan dalam usaha ini, biasanya mulai dari pengadaan kertas pembungkus hingga desain grafisnya. Memang perusahaan percetakan banyak sekali, biasanya untuk kebutuhan yang berhubungan rokok usaha percetakannya fokus membuat barang yang berhubungan dengan rokok tidak yang lain.<\/p>\n\n\n\n

Efek domino pertembakauan lainnya adalah klaster pasar tradisional, tokok klotok sampai pada usaha penitipan sepeda dan motor. Usaha ini banyak dilihat di sekitar industri rokok. Mereka menjual semua kebutuhan hidup buruh rokok. Jadi buruh rokok tidak susah payah harus membeli kebutuhan tiap harinya.  <\/p>\n\n\n\n

Disini terlihat banyak elemen masyarakat yang hidupnya menggantungkan pada sektor pertembakauan dan hasil olahannya. Jika dijumlah sekitar kurang lebih ratusan ribu orang bahkan lebih. <\/p>\n\n\n\n

Namun sayang, setelah memasuki pemerintahan reformasi, keberadaan mereka yang hidupnya dari hasil tembakau dan olahannya tidak pernah sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan regulasi. Yang ada, regulasi pemerintah justru berpihak pada kelompok orang yang ingin mematikan pangan mereka. Salah satu praktik ketidakadilan pemerintah dalam melindungi hajat hidup manusia di Indonesia, yang berhak mendapatkan perlindungan akan keberlangsungan hidupnya. <\/p>\n\n\n\n

Salah satu contoh kebijakan menaikkan pungutan cukai, akan berimbas ke petani, buruh dan semua orang yang menggantungkan hidupnya pada sektor tembakau dan olahannya. Cukai naik, hasil olahannya berupa rokok dipastikan naik. Ketika naik, daya beli melemah, pendapat industri melemah, pembelian bahan baku melemah, jumlah produksi melemah. Ketika jumlah produsen berkurang, maka pendapatan semua elemen sektor pertembakauan akan berkurang dan melemah, imbas dari kenaikan cukai. Masih banyak lagi regulasi semasa reformasi ini yang terbit dan ditunggangi kepentingan asing dan kepentingan anti rokok.  
<\/p>\n","post_title":"Kretek, Penghidupan bagi Masyarakat dan Negara","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kretek-penghidupan-bagi-masyarakat-dan-negara","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2020-09-10 15:26:23","post_modified_gmt":"2020-09-10 08:26:23","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7067","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":7051,"post_author":"853","post_date":"2020-09-04 12:10:34","post_date_gmt":"2020-09-04 05:10:34","post_content":"\r\n

Sekitar 10 tahun yang lalu, keberadaan rokok tingwe masih dianggap sebelah mata terutama oleh orang-orang yang hidup di ibukota serta pinggirannya seperti saya. 5 tahun lalu, mulai banyak orang yang saya lihat mengonsumsi rokok tingwe<\/a>, tapi stratanya masih sama seperti yang dulu. Kini, tingwe telah menjadi tren bahkan bagi orang-orang perkotaan yang urban.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Rokok lintingan sendiri atau rokok linting dewe ini memang menjadi fenomena setidaknya selama satu atau dua tahun terakhir. Kenaikan tarif cukai rokok yang tinggi membuatnya menjadi solusi bagi sebagian orang. Bahkan, lebih dari sekadar solusi, posisi tingwe di hadapan masyarakat kini menjadi lebih tinggi.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Dulu, tingwe seringkali diidentikkan dengan orang tua. Ya maklum, hingga saat ini juga masih banyak kakek-nenek yang merokok tingwe. Padahal ya tidak sedikit juga orang lanjut usia yang mengonsumsi rokok kretek yang ada di pasaran. Namun, tetap saja tingwe identik dengan orang tua karena kita dulu melihat mbah-mbah di kampung halaman mengonsumsinya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kini, merokok tingwe telah menjadi tren di kalangan anak muda (bahkan perkotaan). Mereka tak lagi malu biar pun disebut seperti orang tua jika mengonsumsi produk budaya ini. Bahkan mereka merasa keren saja gitu kalau mengonsumsi tingwe.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Ada beberapa faktor yang kiranya menjadi penentu mengapa tingwe bisa menjadi tren di kalangan anak muda saat ini. Pertama, tentu adalah kehadiran tembakau gayo yang fenomenal itu. Tembakau<\/a> berwarna hijau yang jika dibakar aromanya mirip ganja itu tengah gandrung di kalangan anak muda. Bahkan harga jual tembakau hijau gayo tergolong paling tinggi ketimbang harga tembakau lainnya.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Kedua, tentu saja karena faktor harga rokok yang makin tinggi. Mau diakui atau tidak, tren tingwe ini naik ketika pemerintah menaikkan tarif cukai hingga angka 23%. Hal ini tentu membuat harga rokok naik signifikan dan menjadikannya terbilang mahal untuk sebagian orang.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Hal inilah yang kemudian membuat mereka mencoba beralih ke tingwe yang secara ekonomi terbilang jauh lebih murah. Hanya dengan modal uang Rp 20 ribu, mereka bisa sebats sampai satu minggu. Perbandingan yang cukup jauh dibandingkan dengan membeli rokok di pasaran.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Keadaan pandemi yang membuat perekonomian semakin sulit dan perkara sebats jadi makin sering kemudian menjadikannya berlipatganda lagi. Sudah harga mahal, uang susah dicari, maka tingwe menjadi solusi. Daripada uang habis untuk rokok yang mahal, ya mending untuk tingwe. Begitu kira-kira.\u00a0<\/strong><\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Namun, faktor yang menjadi fondasi utama dari fenomenalnya tingwe ini adalah kemampuan para pedagang tembakau iris beradaptasi dengan pasar. Kini rokok tingwe tidak melulu soal tembakau yang berat, tapi juga memiliki variasi rasa. Malah ada tembakau iris yang diberikan saus rasa-rasa yang pernah ada. Maksudnya rasa rokok yang pernah ada begitu lo.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Bagi penggemar rokok putihan, ada rasa Malboro. Bagi penggemar Dji Sam Soe atau Djarum Super, tembakau dengan rasa itu juga ada. Bahkan tembakau dengan rasa-rasa susu atau sirup juga ada. Ini kemudian yang melengkapi tembakau khas macam gayo hingga bisa disukai oleh pasar perokok.\u00a0<\/p>\r\n\r\n\r\n\r\n

Tanpa hal terakhir, saya kira rokok tingwe tidak bakal menjadi fenomenal seperti sekarang. Karena adaptasi yang dikakukan oleh para pedagang lah kemudian tingwe bisa jadi tren di kalangan anak muda. Karena adaptasi bagi perokok dan pedagang rokok adalah keniscayaan, mengingat negara ini kerap membuat kebijakan ngaco yang harus disikapi dengan perlawanan.\u00a0<\/p>\r\n","post_title":"Beberapa Alasan Kenapa Rokok Tingwe Menjadi Tren di Masyarakat","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"beberapa-alasan-kenapa-rokok-tingwe-menjadi-tren-di-masyarakat","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2021-05-26 12:16:26","post_modified_gmt":"2021-05-26 05:16:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=7051","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":19},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

Paling Populer