\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Praktis tabungan yang ia kumpulkan saat menambang timah kian menipis. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung Gemawang. \u201cMasih lumayan punya sisa tabungan 3 juta,\u201d pikirnya.
<\/p>\n\n\n\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n
\"\"
Foto: Dokumen Pribadi @wawanmeger<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Praktis tabungan yang ia kumpulkan saat menambang timah kian menipis. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung Gemawang. \u201cMasih lumayan punya sisa tabungan 3 juta,\u201d pikirnya.
<\/p>\n\n\n\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di Bangka ia ikut pamannya bekerja di tambang timah rakyat. Pekerjaan yang beresiko tinggi. Sebab, ia harus menyelam di kedalaman sekian meter hanya berbekal selang udara dari kapal. Kadang hasil baik, seringkali pulang tanpa hasil. Di dalam air, seringkali antar kelompok penambang saling berebut, kadang dengan cara yang buruk, memutus selang udara.

Dua tahun bekerja di pertambangan timah, ia lalu pindah ke proyek bangunan di sekitar Bangka. Bukannya untung malah buntung. Ia ikut kerja di proyek bangunan tanpa dibayar. \u201cHanya dikasih makan nasi sama sambal indof**d,\u201d kenangnya sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Foto: Dokumen Pribadi @wawanmeger<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Praktis tabungan yang ia kumpulkan saat menambang timah kian menipis. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung Gemawang. \u201cMasih lumayan punya sisa tabungan 3 juta,\u201d pikirnya.
<\/p>\n\n\n\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Mempertahankan Tradisi dan Kebudayaan Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Di Bangka ia ikut pamannya bekerja di tambang timah rakyat. Pekerjaan yang beresiko tinggi. Sebab, ia harus menyelam di kedalaman sekian meter hanya berbekal selang udara dari kapal. Kadang hasil baik, seringkali pulang tanpa hasil. Di dalam air, seringkali antar kelompok penambang saling berebut, kadang dengan cara yang buruk, memutus selang udara.

Dua tahun bekerja di pertambangan timah, ia lalu pindah ke proyek bangunan di sekitar Bangka. Bukannya untung malah buntung. Ia ikut kerja di proyek bangunan tanpa dibayar. \u201cHanya dikasih makan nasi sama sambal indof**d,\u201d kenangnya sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Foto: Dokumen Pribadi @wawanmeger<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Praktis tabungan yang ia kumpulkan saat menambang timah kian menipis. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung Gemawang. \u201cMasih lumayan punya sisa tabungan 3 juta,\u201d pikirnya.
<\/p>\n\n\n\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Heni, salah satu laden tukang usianya lebih kurang 23 tahun. Tugasnya mulai dari menyiapkan adukan pasir, mengambilkan alat, bahan, dan keperluan tukang. Sementara tukang bertugas mulai dari menghitung ukuran yang tepat, membagi tugas kerja, dan tentu saja, mengerjakan bangunan inti.

Sejak lulus SMP, Heni sudah melakoni banyak pekerjaan, mulai dari proyek bangunan, jualan ban bekas, jualan cilok hingga bekerja di pertambangan timah di Bangka. Jenis pekerjaan yang disebut terakhir ini, menjadi pekerjaan pertama Heni. Lulus SMP, dia menyusul bapak, ibu, dan pamannya ke Bangka. Dibekali alamat saudaranya di Bangka ia menyusul dari Gemawang.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mempertahankan Tradisi dan Kebudayaan Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Di Bangka ia ikut pamannya bekerja di tambang timah rakyat. Pekerjaan yang beresiko tinggi. Sebab, ia harus menyelam di kedalaman sekian meter hanya berbekal selang udara dari kapal. Kadang hasil baik, seringkali pulang tanpa hasil. Di dalam air, seringkali antar kelompok penambang saling berebut, kadang dengan cara yang buruk, memutus selang udara.

Dua tahun bekerja di pertambangan timah, ia lalu pindah ke proyek bangunan di sekitar Bangka. Bukannya untung malah buntung. Ia ikut kerja di proyek bangunan tanpa dibayar. \u201cHanya dikasih makan nasi sama sambal indof**d,\u201d kenangnya sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Foto: Dokumen Pribadi @wawanmeger<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Praktis tabungan yang ia kumpulkan saat menambang timah kian menipis. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung Gemawang. \u201cMasih lumayan punya sisa tabungan 3 juta,\u201d pikirnya.
<\/p>\n\n\n\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selain menjadi tukang, beberapa di antara mereka juga merawat ladang dan kebun. Wilayah Gemawang, dikenal sebagai wilayah perkebunan. Biasanya, mereka menanam jagung hingga kopi. Saat musim panen kopi tiba, mereka akan ijin pulang untuk merawat hasil panenan. Selain panen, mereka juga akan ijin pulang ketika ada hajatan atau berita duka di kampung mereka. Sebuah hubungan kultural pedesaan yang masih erat dan terus dirawat hingga kini.
<\/p>\n\n\n\n

Heni, salah satu laden tukang usianya lebih kurang 23 tahun. Tugasnya mulai dari menyiapkan adukan pasir, mengambilkan alat, bahan, dan keperluan tukang. Sementara tukang bertugas mulai dari menghitung ukuran yang tepat, membagi tugas kerja, dan tentu saja, mengerjakan bangunan inti.

Sejak lulus SMP, Heni sudah melakoni banyak pekerjaan, mulai dari proyek bangunan, jualan ban bekas, jualan cilok hingga bekerja di pertambangan timah di Bangka. Jenis pekerjaan yang disebut terakhir ini, menjadi pekerjaan pertama Heni. Lulus SMP, dia menyusul bapak, ibu, dan pamannya ke Bangka. Dibekali alamat saudaranya di Bangka ia menyusul dari Gemawang.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mempertahankan Tradisi dan Kebudayaan Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Di Bangka ia ikut pamannya bekerja di tambang timah rakyat. Pekerjaan yang beresiko tinggi. Sebab, ia harus menyelam di kedalaman sekian meter hanya berbekal selang udara dari kapal. Kadang hasil baik, seringkali pulang tanpa hasil. Di dalam air, seringkali antar kelompok penambang saling berebut, kadang dengan cara yang buruk, memutus selang udara.

Dua tahun bekerja di pertambangan timah, ia lalu pindah ke proyek bangunan di sekitar Bangka. Bukannya untung malah buntung. Ia ikut kerja di proyek bangunan tanpa dibayar. \u201cHanya dikasih makan nasi sama sambal indof**d,\u201d kenangnya sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Foto: Dokumen Pribadi @wawanmeger<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Praktis tabungan yang ia kumpulkan saat menambang timah kian menipis. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung Gemawang. \u201cMasih lumayan punya sisa tabungan 3 juta,\u201d pikirnya.
<\/p>\n\n\n\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dalam pengerjaan rumah, mereka biasanya menginap di tempat proyek atau di rumah yang sedang dikerjakan. Mereka biasanya dibayar harian serta fasilitas makan tiga kali sehari, gula, teh, dan kopi dari si empunya rumah. Untuk ongkos, tarif bagi tukang sebesar Rp 100 ribu\/hari dan asisten tukang sebesar Rp 80 ribu\/hari.
<\/p>\n\n\n\n

Selain menjadi tukang, beberapa di antara mereka juga merawat ladang dan kebun. Wilayah Gemawang, dikenal sebagai wilayah perkebunan. Biasanya, mereka menanam jagung hingga kopi. Saat musim panen kopi tiba, mereka akan ijin pulang untuk merawat hasil panenan. Selain panen, mereka juga akan ijin pulang ketika ada hajatan atau berita duka di kampung mereka. Sebuah hubungan kultural pedesaan yang masih erat dan terus dirawat hingga kini.
<\/p>\n\n\n\n

Heni, salah satu laden tukang usianya lebih kurang 23 tahun. Tugasnya mulai dari menyiapkan adukan pasir, mengambilkan alat, bahan, dan keperluan tukang. Sementara tukang bertugas mulai dari menghitung ukuran yang tepat, membagi tugas kerja, dan tentu saja, mengerjakan bangunan inti.

Sejak lulus SMP, Heni sudah melakoni banyak pekerjaan, mulai dari proyek bangunan, jualan ban bekas, jualan cilok hingga bekerja di pertambangan timah di Bangka. Jenis pekerjaan yang disebut terakhir ini, menjadi pekerjaan pertama Heni. Lulus SMP, dia menyusul bapak, ibu, dan pamannya ke Bangka. Dibekali alamat saudaranya di Bangka ia menyusul dari Gemawang.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mempertahankan Tradisi dan Kebudayaan Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Di Bangka ia ikut pamannya bekerja di tambang timah rakyat. Pekerjaan yang beresiko tinggi. Sebab, ia harus menyelam di kedalaman sekian meter hanya berbekal selang udara dari kapal. Kadang hasil baik, seringkali pulang tanpa hasil. Di dalam air, seringkali antar kelompok penambang saling berebut, kadang dengan cara yang buruk, memutus selang udara.

Dua tahun bekerja di pertambangan timah, ia lalu pindah ke proyek bangunan di sekitar Bangka. Bukannya untung malah buntung. Ia ikut kerja di proyek bangunan tanpa dibayar. \u201cHanya dikasih makan nasi sama sambal indof**d,\u201d kenangnya sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Foto: Dokumen Pribadi @wawanmeger<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Praktis tabungan yang ia kumpulkan saat menambang timah kian menipis. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung Gemawang. \u201cMasih lumayan punya sisa tabungan 3 juta,\u201d pikirnya.
<\/p>\n\n\n\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Jangan Biarkan Kedaulatan Kretek Goyah<\/a><\/p>\n\n\n\n

Dalam pengerjaan rumah, mereka biasanya menginap di tempat proyek atau di rumah yang sedang dikerjakan. Mereka biasanya dibayar harian serta fasilitas makan tiga kali sehari, gula, teh, dan kopi dari si empunya rumah. Untuk ongkos, tarif bagi tukang sebesar Rp 100 ribu\/hari dan asisten tukang sebesar Rp 80 ribu\/hari.
<\/p>\n\n\n\n

Selain menjadi tukang, beberapa di antara mereka juga merawat ladang dan kebun. Wilayah Gemawang, dikenal sebagai wilayah perkebunan. Biasanya, mereka menanam jagung hingga kopi. Saat musim panen kopi tiba, mereka akan ijin pulang untuk merawat hasil panenan. Selain panen, mereka juga akan ijin pulang ketika ada hajatan atau berita duka di kampung mereka. Sebuah hubungan kultural pedesaan yang masih erat dan terus dirawat hingga kini.
<\/p>\n\n\n\n

Heni, salah satu laden tukang usianya lebih kurang 23 tahun. Tugasnya mulai dari menyiapkan adukan pasir, mengambilkan alat, bahan, dan keperluan tukang. Sementara tukang bertugas mulai dari menghitung ukuran yang tepat, membagi tugas kerja, dan tentu saja, mengerjakan bangunan inti.

Sejak lulus SMP, Heni sudah melakoni banyak pekerjaan, mulai dari proyek bangunan, jualan ban bekas, jualan cilok hingga bekerja di pertambangan timah di Bangka. Jenis pekerjaan yang disebut terakhir ini, menjadi pekerjaan pertama Heni. Lulus SMP, dia menyusul bapak, ibu, dan pamannya ke Bangka. Dibekali alamat saudaranya di Bangka ia menyusul dari Gemawang.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mempertahankan Tradisi dan Kebudayaan Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Di Bangka ia ikut pamannya bekerja di tambang timah rakyat. Pekerjaan yang beresiko tinggi. Sebab, ia harus menyelam di kedalaman sekian meter hanya berbekal selang udara dari kapal. Kadang hasil baik, seringkali pulang tanpa hasil. Di dalam air, seringkali antar kelompok penambang saling berebut, kadang dengan cara yang buruk, memutus selang udara.

Dua tahun bekerja di pertambangan timah, ia lalu pindah ke proyek bangunan di sekitar Bangka. Bukannya untung malah buntung. Ia ikut kerja di proyek bangunan tanpa dibayar. \u201cHanya dikasih makan nasi sama sambal indof**d,\u201d kenangnya sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Foto: Dokumen Pribadi @wawanmeger<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Praktis tabungan yang ia kumpulkan saat menambang timah kian menipis. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung Gemawang. \u201cMasih lumayan punya sisa tabungan 3 juta,\u201d pikirnya.
<\/p>\n\n\n\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dari situ saya tahu bahwa para tukang ini dalam satu rombongan sering mengerjakan beberapa proyek pembangunan rumah di Yogyakarta. Ketika salah satu di antara mereka mendapatkan proyek pengerjaan rumah atau bangunan lain, mereka akan mengontak satu sama lain. Biasanya, untuk satu rumah dikerjakan oleh dua hingga tiga orang tukang dan dua laden (asisten tukang).<\/p>\n\n\n\n

Baca: Jangan Biarkan Kedaulatan Kretek Goyah<\/a><\/p>\n\n\n\n

Dalam pengerjaan rumah, mereka biasanya menginap di tempat proyek atau di rumah yang sedang dikerjakan. Mereka biasanya dibayar harian serta fasilitas makan tiga kali sehari, gula, teh, dan kopi dari si empunya rumah. Untuk ongkos, tarif bagi tukang sebesar Rp 100 ribu\/hari dan asisten tukang sebesar Rp 80 ribu\/hari.
<\/p>\n\n\n\n

Selain menjadi tukang, beberapa di antara mereka juga merawat ladang dan kebun. Wilayah Gemawang, dikenal sebagai wilayah perkebunan. Biasanya, mereka menanam jagung hingga kopi. Saat musim panen kopi tiba, mereka akan ijin pulang untuk merawat hasil panenan. Selain panen, mereka juga akan ijin pulang ketika ada hajatan atau berita duka di kampung mereka. Sebuah hubungan kultural pedesaan yang masih erat dan terus dirawat hingga kini.
<\/p>\n\n\n\n

Heni, salah satu laden tukang usianya lebih kurang 23 tahun. Tugasnya mulai dari menyiapkan adukan pasir, mengambilkan alat, bahan, dan keperluan tukang. Sementara tukang bertugas mulai dari menghitung ukuran yang tepat, membagi tugas kerja, dan tentu saja, mengerjakan bangunan inti.

Sejak lulus SMP, Heni sudah melakoni banyak pekerjaan, mulai dari proyek bangunan, jualan ban bekas, jualan cilok hingga bekerja di pertambangan timah di Bangka. Jenis pekerjaan yang disebut terakhir ini, menjadi pekerjaan pertama Heni. Lulus SMP, dia menyusul bapak, ibu, dan pamannya ke Bangka. Dibekali alamat saudaranya di Bangka ia menyusul dari Gemawang.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mempertahankan Tradisi dan Kebudayaan Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Di Bangka ia ikut pamannya bekerja di tambang timah rakyat. Pekerjaan yang beresiko tinggi. Sebab, ia harus menyelam di kedalaman sekian meter hanya berbekal selang udara dari kapal. Kadang hasil baik, seringkali pulang tanpa hasil. Di dalam air, seringkali antar kelompok penambang saling berebut, kadang dengan cara yang buruk, memutus selang udara.

Dua tahun bekerja di pertambangan timah, ia lalu pindah ke proyek bangunan di sekitar Bangka. Bukannya untung malah buntung. Ia ikut kerja di proyek bangunan tanpa dibayar. \u201cHanya dikasih makan nasi sama sambal indof**d,\u201d kenangnya sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Foto: Dokumen Pribadi @wawanmeger<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Praktis tabungan yang ia kumpulkan saat menambang timah kian menipis. Ia lalu memutuskan pulang ke kampung Gemawang. \u201cMasih lumayan punya sisa tabungan 3 juta,\u201d pikirnya.
<\/p>\n\n\n\n

Dari Bangka ia naik kapal jurusan Tanjung Emas, Semarang. Di atas kapal, ia berkenalan dengan tiga orang penumpang lain. Keempatnya lalu bersepakat untuk bermain kartu sebagai hiburan selama perjalanan. Tak ketinggalan, uang dipertaruhkan untuk menambah keseruan permainan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTerus menang, Hen?\u201d tanya saya penasaran.<\/p>\n\n\n\n

\u201cDuite nyong habis,\u201d balasnya sambil tertawa lepas. \u201cUntung masih ada 350 ribu,\u201d tambahnya.
<\/p>\n\n\n\n

Mungkin tahu tidak ada kepastian dalam perjudian, ia menyembunyikan 200 ribu di tas dan 150 di saku celana.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cYa masih lumayan, Hen,\u201d ujarku mencoba bersimpati. Tentu saja sambil tertawa.<\/p>\n\n\n\n

\u201cIya. Sampai di Semarang terus nyong kecopetan, Tas sak sempak-sempake nyong ikut ilang,\u201d kali ini semua ikut tertawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cNyobain (tembakau) yang ini mas, lebih mantep,\u201d tawar mas Sugeng sembari menyodorkan tembakau yang saya taksir varian kemloko dengan rajangan halus.
<\/p>\n\n\n\n

Kemloko, salah satu varian tembakau lokal khas Temanggung. Dibandingkan varietas Mantili, Kemloko mempunyai citarasa tebal dan ampek di ujung tenggorokan. Penggunaan cengkeh dalam komposisi lintingan juga bermanfaat untuk mengurangi rasa ampek itu. Sehingga, hisapan tembakau kemloko jadi lebih halus.
<\/p>\n\n\n\n

Jam sudah menujuk pukul satu. Para mulai beranjak dari duduknya. Menyahut topi dan kaos buluk berwarna abu-abu berdebu.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

\nhttps:\/\/www.youtube.com\/watch?v=TRI_HPYvThQ\n<\/div>
TUTORIAL MELINTING<\/figcaption><\/figure>\n","post_title":"Melinting Bersama Para Tukang","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melinting-bersama-para-tukang","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-08 11:53:50","post_modified_gmt":"2019-10-08 04:53:50","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6128","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6123,"post_author":"877","post_date":"2019-10-07 11:08:07","post_date_gmt":"2019-10-07 04:08:07","post_content":"\n

Hampir tiap tahun tarif cukai rokok selalu naik, sampai-sampai industri rokok hafal. Artinya, industri rokok sebenarnya sudah mengetahui kalau tiap tahun cukai pasti mengalami kenaikan. Dengan sadar, industri rokok menerima kenaikan cukai tersebut sebagai wujud dari industri yang taat aturan pemerintah. <\/p>\n\n\n\n

Rata-rata naiknya cukai tiap tahun masih bisa dimaklumi dengan kenaikan sangat wajar. Berbeda dengan rencana kenaikan cukai pada tahun 2020 hingga 23%. Kenaikan yang begitu fantastis di saat pasaran rokok baru lesu. Lesu dan tidak pasaran rokok ternyata bukan menjadi perhitungan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok. Yang ada hanya pokoknya tiap tahun naik, pokoknya target pendapatan pemerintah dari cukai rokok tiap tahun meningkat. <\/p>\n\n\n\n

Pertanyaan selanjutnya, lalu apa alasan atau dasar yang melatari naiknya tarif cukai rokok?<\/p>\n\n\n\n

Jawabannya, hanya pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan dan bea cukai yang bisa menjawab. Namun beberapa kali dalam kenaikan tarif cukai, kementerian keuangan Sri Mulyani tidak menjelaskan detailnya kenapa harus naik dengan kenaikan segitu. Begitu juga bea cukai tak menguraikan alasan naiknya prosentase tarif cukai. Artinya tidak ada hitungan-hitungan rigit atau minimal menginformasikan apa yang menjadi landasan dasar mereka menaikkan tarif cukai dengan batasan prosentase tertentu. Yang selalu terdengar target cukai tahun lalu terlampui, yang akan datang targetnya dinaikkan lagi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Aturan kenaikan tarif cukai ini jika dicermati persis seperti pembagian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Tanpa kejelasan, tanpa rumusan tau-tau muncul angka prosentase kenaikan cukai dan muncul angka pembagian DBH-CHT. Kesannya \u201cterserah gue, mau-mau gue, suka-suka gue, gue yang punya aturan lo kudu ngikut\u201d. <\/p>\n\n\n\n

Buktinya memang demikian, tanpa mengajak bicara industri, petani, buruh dan konsumen rokok, pemerintah menaikkan tarif cukai hingga 23%, begitu juga saat pemerintah memutuskan angka 2% untuk DBH-CHT tanpa melibatkan stakeholder pertembakauan. Pertanyaan yang muncul lalu di mana dan untuk apa yang 98%?, sampai saat ini belum ada penjelasan yang transparan dari pemerintah, hanya saja kemarin ada sedikit informasi diperuntukkan menutup sebagian defisit BPJS, itupun penjelasannya tidak detail. Apakah yang dipakai dari akumulasi hasil pungutan cukai dari tahun-tahuan yang lalu atau hanya dari hasil pungutan dalam setahun.  <\/p>\n\n\n\n

Boro-boro melihat kondisi peredaran rokok di lapangan, keberadaan stakeholder pertembakauan aja tidak diperhitungkan. Kesan yang muncul pemerintah mau duitnya saja, gak mau melihat kondisi stakeholder pertembakauan. Bagaimana nasib industri, nasib petani tembakau, nasib petani cengkeh, nasib buruh tani, nasib buruh industri, nasib orang-orang yang hidupnya menggantungkan sektor pertembakauan, nasib sirkulasi perekonomian kota tembakau atau kota industri hasil tembakau, yang selama ini mereka berkontribusi bertambahnya pendapatan keuangan Negara, jika tarif cukai dinaikkan. Mereka ini satu-satunya masyarakat paling taat membayar pungutan pajak pemerintah, dibanding sektor lain. <\/p>\n\n\n\n

Masyarakat yang taat dan baik ini, harus dibayar pemerintah dengan perlakuan yang tidak adil sama sekali. Keberadaannya hampir tidak terlindungi, banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang ingin mematikan keberadaan mereka. Sebenarnya apa salah mereka?, semua pajak sudah dibayar bahkan dibayar di muka. Industri rokok kretek memakai bahan baku petani sendiri, petani menanam tanaman cirri khas nusantara, buruh bekerja di industri nasional, konsumen membeli rokok kretek milik industri nasional. Hal ini menunjukkan sejatinya sektor pertembakauan satu-satunya sektor yang berdaulat dalam sistem ekonomi dan budaya.<\/p>\n\n\n\n

Kalaupun selama ini ada yang mempermasalahkan hanya orang-orang yang iri dan pro asing. Asing menginginkan kedaulatan ekonomi dan budaya Nusantara jangan sampai terjadi. Mereka yang mempermasalahkan keberadaan rokok kretek selalau mendapatkan donasi asing. Siapa mereka, orang-orang yang giat anti rokok kretek dengan alasan kesehatan, mendapatkan donasi dari Bloomberg Initiative. Selain menggagalkan kedaulatan ekonomi dan budaya, juga sebagai politik dagang, maunya memonopoli perdagangan. Jangan sampai rokok kretek berjaya kembali seperti dahulu saat penjajahan. <\/p>\n\n\n\n

Berjayanya kretek, Indonesia makin kuat, makin berkibar. Salah satu contoh kecil, olahraga bulutangkis (badminton), selama perusahaan rokok kretek andil dalam pembinaan, makin hari olahraga tersebut berkiprah mengharumkan nama bangsa Indonesia. Dahulu ada banyak olahraga yang demikian, namun karena ada aturan larangan pemerintah, pada akhirnya industri rokok kretek memilih tidak berpartisipasi.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Kembali ke aturan naiknya tarif cukai 23% akan sangat berdampak terhadap melemahnya kedaulatan ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Naiknya tarif cukai akan diiringi dengan naiknya harga produk rokok kretek, selanjutnya rokok kretek dipasaran melemah, permintaan pasar berkurang, berdampak pada industri yang akhirnya terjadi minimal perampingan buruh bahkan bisa terjadi merumahkan buruh besar-besaran, selanjutnya pendapatan buruh berkurang bahkan hilang. Begitupun pendapatan petani akan berkurang, jika permintaan bahan baku berkurang karena permintaan pasar melemah.<\/p>\n\n\n\n

Menaikkan tarif cukai tanpa mempertimbangkan efek dan kondisi di atas, tanpa mendengarkan suara stakeholder pertembakauan sangat mengingkari budaya demokrasi di Indonesia. Mungkin suatu ketika, disaat dirasa keadilan bagi mereka tidak terpenuhi, bisa jadi mereka akan sowan dengan jumlah besar-besaran menuntut keadilan. Pemerintah ada, fungsinya untuk mengayomi dan melindungi masyarakatnya, bukan untuk kongkalikong membuat kesepakatan yang justru menguatkan kepentingan asing. <\/p>\n\n\n\n

Jelas-jelas rokok kretek salah satu bentuk kedaulatan bangsa, kenapa selalu direcoki dan diatur sedemikian rupa, bahkan pungutannya selalu dinaikkan. Sedangkan rokok elekrik (vape) produk asing seakan-akan dibebaskan tidak ada aturan yang rigit dan baku. Selain itu, kenaikan tarif cukai terkesan asal-asalan seenaknya pemerintah, seperti halnya ketentuan bagi hasil cukai yang hanya diberikan 2% tanpa rumusan tersendiri seperti dana bagi hasil pajak bangun, dana bagi hasil sumber daya alam dan dana bagi hasil lainnya yang dihitung dalam rumusan tertentu. Kemudian, kenaikan cukai terkesan ingin membunuh peredaran rokok kretek, membunuh industri rokok kretek terutama industri kecil, membunuh petani, bahkan membunuh perekonomian buruh tani dan buruh industri kretek.   
<\/p>\n","post_title":"Kenaikan Tarif Cukai 23% Tanpa Dasar Relevan dan Terkesan Asal-Asalan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kenaikan-tarif-cukai-23-tanpa-dasar-relevan-dan-terkesan-asal-asalan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-07 11:08:10","post_modified_gmt":"2019-10-07 04:08:10","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6123","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6120,"post_author":"855","post_date":"2019-10-05 07:58:20","post_date_gmt":"2019-10-05 00:58:20","post_content":"\n

Pada suatu kesempatan, Mbah Mus (KH. Ahmad Mustofa Bisri) ditanya perihal merokok. Begini pertanyaannya;

\n\"Mbah Mus yang saya hormati, panjenengan seandainya berhenti merokok bisa atau tidak ya? Mohon maaf Mbah Mus kan sebagai ulama menjadi teladan bagi generasi muda, saya yakin Mbah Mus ingin melihat generasi muda hidup sehat tanpa rokok, apalagi jika Mbah Mus dalam dakwahnya atau puisinya mau mengkampanyekan hidup sehat tanpa rokok.

\nMohon maaf mbah jika pertanyaan saya sangat tidak sopan, terima kasih mbah sudah bersedia membaca.\"

\nLantas sebagai sesepuh bangsa yang petuah dan nasehatnya selalu membuat adem siapa saja, Mbah Mus menjawab dengan cerdas dan bernas.

\n\"Sudah lama (sekitar 9 tahunan) saya berhenti merokok. Dan pendapat saya tetap: hukum merokok itu khilaf. Bacalah kitab tentang Kopi dan Rokok karangan Al-Allamah Syeikh Ihsan Al-Jampesi. Kayaknya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dari kalangan ahli tembakau pun terdapat khilaf. Ada yang mengatakan madharat ada yang mengatakan tidak. Hanya saja yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Bukti kekuatan kampanye itu antara lain pertanyaanmu ini,\" jawab Mbah Mus.

\nJawaban Mbah Mus tersebut sudah sangat komplit. Kalo ibarat nasi pecel Madiun, sudah lengkap dengan kembang turi dan kemangi yang sepertinya susah ditemui pada warung-warung pecel Madiun di Jakarta.

\nBila dipetakan, setidaknya ada 3 sisi yang terus dikampanyekan antirokok, yaitu agama, kesehatan dan ekonomi. Satu paragraf jawaban Mbah Mus tersebut tentu saja tersirat bermacam bantahan.

\nPertama soal agama. Dalam hal ini hukum dan posisi rokok dalam Islam. Ada yang bilang rokok itu haram, bahkan yang lebih extrim menanam tembakau juga haram. Ada yang mengatakan, hukum merokok tergantung bagaimana kondisi yang mengisapnya. Di antara perdebatan itu, Mbah Mus tegas menjawab, hukum rokok itu khilaf. Ada yang mengatakan madlarat ada yang mengatakan tidak. Semuanya harus dihormati.

\nAsalkan jangan seperti salah satu ulama' tv yang dengan percaya diri menukil hadis \"tembakau terbuat dari kencing iblis\". Kisah ini sempat ramai, padahal hadis ini telah dibahas oleh \"Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil buhuth al'ilmiyyah waal iftaa'\" (Lembaga Fatwa Arab Saudi), yang nenyebut hadis tersebut palsu bahkan tak ada asal usulnya. Satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muhammad SAW. haram juga menyebarkan tanpa dijelaskan kedudukannua.

\nSoal pembahasan mendetai mengenai persoalan ini, silahkan kinjungi: https:\/\/bolehmerokok.com\/2018\/04\/dalil-boleh-merokok\/

\nKedua, soal kesehatan. Antirokok atau dalam hal ini pegiat kesehatan, selalu mengatakan rokok adalah pembunuh terdahsyat di dunia ini. WHO bahkan pernah merilis, setiap tahun setidaknya 6 juta orang dipanggil Tuhan karena merokok. Tidak hanya soal itu, ketika Anda periksa ke dokter, tak peduli apapun penyakitnya, akan ditanya, \"bapak merokok?\" Jika merokok, maka dokter akan mengatakan sakitnya sebeb rokok. Tapi jika tidak merokok, tetap saja rokok yang harus salah. Makanya muncul istilah perokok pasif.

\nSaya hanya menemukan beberapa dokter atau pegiatan kesehatan saja yang berani bilang, \"banyak faktor yang memengaruhi kesehatan seseorang. Tidak hanya rokok, tetapi juga asap kendaraan, dan lain sebagainya.\" Kepada mereka, saya angkat topi setinggi-tingginya.

\nParahnya lagi, wacana jaminan kesehatan haram bagi para perokok terus digaungkan. Padahal rokok adalah barang legal dan merokok adalah aktivitas legal yang dilindungi undang-undang. Lagi pula perokok kan juga warga negara yang punya hak dan kewajiban sama dalam berbangsa dan bernegara.

\nApakah berhenti sampai situ? Tidak. Rokok dikatakan oleh antirokok sebagai candu. Tentu saja ini patah oleh jawabnnya Mbah Mus. Sebagai perokok, Mbah Mus berhasil berhenti. Tidak kemudian kecanduan. Atau tak perlu jauh-jauh. Saya adalah perokok berat, tapi tidak kejang-kejang meski tak merokok selama berpuasa. Harusnya antirokok ini mulai menyadari, bahwa yang candu itu manisnya senyummu. Iya kamu.

\nSaya agak curiga nih, keyword yang digunakan antirokok ini cuma \"dampak negatif rokok\", makanya referensinya hanya mengarah kepada keburukan. Coba sesekali memberanikan diri pakai keyword \"dampak positif rokok\" mungkin akan beda cara berargumennya. Meski tetap membenci rokok, setidaknya ada keadilan dalam berpikir dan bersikap.

\nKetiga, soal ekonomi. Ini selalu menjadi isu yang tak akan pernah ada habisnya. Bagi antirokok, rokok adalah barang haram yang membunuh dan membuat miskin. BPS saja sering mengeluarkan survei soal ini. Tolak ukurnya tentu saja daya beli dan nongkrong di mall. Lha gimana mau nongkrong di mall, wong mallnya saja di desa ga ada. Alfamart dan Indomaret saja jauhnya minta ampun. Pulang dari sawah ya nongkrongnya di teras rumah, sambil jedal jedul. Tapi apakah mereka merasa miskin? Tentu saja tidak.

\nHarusnya juga antirokok sadar, sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

\nSebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

\nMelalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

\nKeberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

\nDi sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

\nMungkin sudah menjadi fitrah rokok akan terus dimusuhi, meski hasilnya selalu dirindukan. Benar dhawuhnya Mbah Mus, yang berkampanye madharat lebih kuat karena disponsori orang barat yang kuat. Silahkan baca dan cermati https:\/\/tobaccocontrolgrants.org, di sini panjenengan semua bisa tau lembaga mana penerima dana dan apa agendanya di Indonesia selama tenggat waktu tertentu.

\nSepertinya memang kita harus hidup bersama sebagaimana tembakau dan cengkeh yang diproduksi menjadi kretek, ketika banyak orang melemparinya isu bahaya laten rokok, tetapi ia membalasnya dengan penghasilan negara yang amat besar.<\/p>\n","post_title":"Ketika Gus Mus Ditanya Perihal Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"ketika-gus-mus-ditanya-perihal-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-05 07:58:28","post_modified_gmt":"2019-10-05 00:58:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6120","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6117,"post_author":"878","post_date":"2019-10-03 11:10:54","post_date_gmt":"2019-10-03 04:10:54","post_content":"\n

Saya tak tahu sejak kapan Hari Kretek mulai diperingati setiap tahunnya pada tiap tanggal 3 Oktober. Dan saya sedang enggan mencari tahu. Saya juga tak tahu pasti kenapa tanggal 3 Oktober dipilih sebagai Hari Kretek selain pada tanggal itu museum kretek di Kudus resmi dibuka. Atau memang hanya itu satu-satunya alasan?<\/p>\n\n\n\n

Namun, jika mengacu pada konteks musim panen, baik itu panen tembakau juga panen cengkeh, dua bahan baku utama ramuan kretek, pemilihan 3 Oktober sebagai Hari Kretek saya rasa cukup tepat. Pada penghujung musim kemarau, di banyak tempat, petani baru saja usai memanen tembakau dan cengkeh mereka. Kegembiraan tentu saja wajar dirasa. Lebih lagi jika harga tembakau dan cengkeh sedang bagus. Patut dirayakan.<\/p>\n\n\n\n

Pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 racikan kretek kali pertama dikenal umum. Banyak yang bilang, Djamhari yang menemukan ramuan kretek usai mengoleskan minyak cengkeh ke lintingan tembakaunya, ia memang sebelumnya rutin menggunakan minyak cengkeh untuk mengobati penyakit asmanya. Saya sendiri kurang sepakat dengan tesis itu. Saya lebih sepakat Djamhari memopulerkan racikan kretek, bukan yang menemukan.<\/p>\n\n\n\n

Kretek mulai menjadi industri rumah tangga di kota Kudus. Setelah pasar perokok di nusantara mulai mengenal kretek dan menyukai produk ini, industri kretek lantas berkembang dari industri rumah tangga ke industri skala besar. Dari industri ini, tersohorlah nama Nitisemito, si raja kretek dari Kudus pemilik pabrik rokok kretek Tjap Bal Tiga.<\/p>\n\n\n\n

Industri kretek inilah yang kemudian kembalu menaikkan harga jual cengkeh setelah sebelumnya sempat anjlok. Pertanian cengkeh kembali bergeliat karena kebutuhan cengkeh untuk produksi kretek kian meningkat. Kebun-kebun baru dibuka, kebun lama diremajakan. Yang masih produktif dirawat baik-baik.<\/p>\n\n\n\n

Pertanian tembakau, yang sebelumnya sudah cukup baik, kian bergeliat seiring pesatnya perkembangan peredaran rokok kretek. Uniknya, hingga hari ini, produk kretek merupakan kekhasan Indonesia. Belum ada negara lain yang memproduksi rokok sejenis kretek.<\/p>\n\n\n\n

Dari sisi ekonomi, saat ini industri kretek menghidupi sekira enam juta petani tembakau dan sepuluh juta petani cengkeh di Indonesia. Puluhan ribu buruh pabrik, hingga pedagang-pedagang rokok. Dalam satu tahun, cukai dari industri ini memberi pemasukan lebih dari 160 trilyun. Tak salah jika banyak orang menganggap kretek bukan lagi sekadar produk konsumsi khas Indonesia, Ia juga layak disebut sebagai warisan kebudayaan nusantara yang mengharumkan bangsa ini.<\/p>\n\n\n\n

Sayangnya, perang dagang dan perebutan pasar rokok menimbulkan kampanye-kampanye tak elok yang ditujukan kepada rokok, terutama rokok kretek nasional. Segala rupa aturan diciptakan untuk menggembosi rokok kretek nasional. Mulai dari FCTC, undang-undang pertembakauan dan KTR, hingga yang terbaru, menaikkan persentase cukai dengan angka kenaikkan tak terduga dan sangat mengejutkan. Tentu saja kenaikan cukai sebesar 23 persen mengejutkan semua pihak, mulai dari petani hingga konsumen.<\/p>\n\n\n\n

Berdasar informasi yang saya terima dari tiga tempat berbeda, harga cengkeh tahun ini tidak terlalu bagus, berkisar di angka 70 ribuan. Ini jauh dari harga normal beberapa tahun belakangan yang mencapai Rp90 ribu hingga Rp120 ribu. Begitu juga dengan harga tembakau. Pengumuman kenaikan cukai sudah mempengaruhi menurunnya harga tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Lantas, pada kondisi seperti ini, apakah etis merayakan hari kretek? Saya kira masih perlu, dan relevan. Mari rayakan hari kretek dengan berkumpul bersama kawan-kawan. Mengisap kretek favorit masing-masing, lantas berkonsolidasi untuk ikut membantu semampunya menjaga kretek kebanggaan kita. Agar ia tetap ada dan lestari. Dan agar ia masih bisa terus menghidupi jutaan manusia di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Selamat Hari Kretek Nasional. Salam sebats.<\/strong><\/p>\n","post_title":"Merayakan Hari Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"merayakan-hari-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-03 11:11:05","post_modified_gmt":"2019-10-03 04:11:05","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6117","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6114,"post_author":"877","post_date":"2019-10-02 10:43:05","post_date_gmt":"2019-10-02 03:43:05","post_content":"\n

Rokok kretek ada dan muncul hasil dari kreativtas putra Kudus H. Djamhari namanya. Beberapa petunjuk tempat ia lahir dan tumbuh besar ada yang mengarah di desa Langgardalem, ada yang mengarah desa Kauman Kota Kudus. Memang, selama ini banyak peneliti, banyak penulis ingin mengungkap tempat lahir, tempat tinggal dan bahkan tempat pemakaman seorang pencipta kretek, namun belum juga sempurna. Dalam perjalanan riset mereka, hanya mendapatkan beberapa petunjuk dan itupun minim sekali yang akhirnya terjadi kebuntuan informasi. Keadaan tersebut dapat dicermati dan dibaca dari beberapa tulisan yang tertuang dalam buku mereka. <\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh besar di lingkungan keluarga pedagang. Dari beberapa informasi nama ayahnya Mirkam atau Abdul Shomad, putra pedagang kain dan batik. Ibunya bernama Aisyah, juga dari kalangan pedagang kain. Selain berdagang kain dan batik, keluarga Abdul Somad banyak memiliki usaha, seperti pembuatan sandal dan sabuk dari bahan kulit juga mempunyai perusahaan kerupuk rambak. <\/p>\n\n\n\n

Tak hanya itu, keluarga Abdul Shomad juga mempunyai usaha rumahan berupa konveksi pakaian. Jadi wajar jika Abdul Shomad sendiri sering keliling kota, seperti ke Cirebon, Solo, Tasikmalaya dan kota-kota lainnya untuk berdagang memasarkan produksinya.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Keadaan ini, memberikan informasi bahwa sebelum rokok kretek muncul, terlebih dahulu terdapat perdagangan kain konveksi. Konon, orang-orang Kudus belajar membuat konveksi pakain dari kota batu Malang. Hingga dahulu di kota Malang ada jalan yang dinamakan jalan Kudus. Karena disitu banyak orang-orang Kudus yang sedang belajar konveksi. Usaha dan perdagangan konveksi mulai redup setelah penjajah mengebiri sistem perekonomian yang memperkuat pribumi.<\/p>\n\n\n\n

Hal yang dilakukan penjajah tersebut, ternyata tidak hanya di kota Malang dan Kudus, seluruh Nusantara pun diperlakukan penjajah demikian. Hanya ada satu perdagangan yang masih tetap selamat dari perlakukan penjajah tersebut tak lain hanyalah perdagangan tembakau dan rokok. Satu-satunya perdagangan terbesar di Nusantara hanya ada di Kota Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Kota Kudus menjadi cikal bakal perdagangan rokok kretek. Cerita yang beredar di masyarakat, jauh sebelum munculnya rokok kretek tahun 1870, di depan Masjid al-Aqsho Menara Kudus terdapat pasar yang sekarang menjadi taman, sebelum menjadi taman masyarakat Kudus mengenalnya dengan sebutan \u201cpasar bubar\u201d, di pasar itulah dahulu banyak terdapat kios-kios menjual tembakau. Selain itu di sepanjang jalan Menara kios-kios pinggir jalan raya di sekitar pasar dan di selatan Masjid Menara, juga banyak yang menjual tembakau.  Hal ini juga telah di Ceritakan KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kiai, Tokoh serta Ulama\u2019 Kudus, bahwa masa kecilnya ia membantu bapaknya menjual tembakau dengan sewa kios di pinggir jalan selatan Masjid Menara Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Sebutan pasar bubar tersebut terjadi setelah pasar tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Diceritakan dahulu pasar tersebut menjadi pusat perdagangan tembakau, bahkan di hari tertentu dalam 1 bulan sekali, pasar tersebut menjadi tujuan para pedagang tembakau dari kota lain bahkan Negara lain. <\/p>\n\n\n\n

Ini menjadi bukti bahwa perdagangan tembakau di Kudus sebagai warisan nenek moyang, bahkan diyakini masyarakat Kudus sebagai warisan perdagangan zaman kewalian Kangjeng Sunan Kudus. Dan mungkin inilah sejatinya perdagangan yang mensukseskan umat Islam saat itu. Sehingga disaat bulan Haji, banyak orang-orang Kudus Kulon (penamaan wilayah di sekitar Menara Kudus) banyak yang berangkat ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah, walaupun saat itu transportasi masih langka, sulit, lama dan memerlukan biaya yang begitu besar. <\/p>\n\n\n\n

Terlihat bahwa orang-orang Kudus punya jiwa dagang, kreatif dan agamis, dan saat ini muncul istilah \u201cGUSJIGANG\u201d \u201cBagus, Ngaji\/Haji, Dagang\u201d. Bagus diartikan berakhlak baik, sopan santun, bahkan sampai cara berpakaian jika di pandang mata tampak bagus bagi yang memakainya. Ngaji\/ Haji dimaksud selain bagus, orang-orang Kudus pandai mengaji dan taat perintah agama dengan pergi Haji. Dagang, dimaknai, orang Kudus selain bagus bisa mengaji juga pandai berdagang. Sejarah inilah yang menjadikan Kudus sebagai kota industri, terutama yang terkenal industri rokok kretek.<\/p>\n\n\n\n

Djamhari lahir dan tumbuh di kelilingi para sudagar. Walaupun keluarganya saat itu tidak berdagang tembakau, namun kehidupan Djamhari lebih dekat dengan tembakau. Apalagi setelah situasi banyak perdagangan mulai meredup akibat penjajahan. Jadi sangat wajar Djamhari dapat menciptakan rokok kretek. <\/p>\n\n\n\n

Melalui kemampuan berinovasi, Djamhari akhirnya meramu bahan baku tembakau di campur dengan engkeh untuk mengobati sakitnya. Hal tersebut bukan tanpa sengaja, akan tetapi berkat pengetahuan Djamhari yang awalnya ia seorang pengkonsumsi tembakau. Saat sakit ia selalu mengoles minyak cengkeh ke tubuhnya, hingga terasa hangat dan enak badan. Dari pengalaman itulah Djamhari mencoba menambahkan tembakaunya dengan cengkeh. Saat itu cengkeh dengan mudah didapat di apotik. Percobaan dimulai pada dirinya sendiri. Setelah berhasil, ia pun membeberkan hasil ramuannya ke kerabat, tetangga dan temannya. Hingga suatu ketika hasil temuannya diakui banyak masyarakat. Selain untuk obat, ternyata rokok engkeh (kretek) hasil ramuan Djamhari terasa nikmat banyak orang yang suka, terlebih masyarakat menengah kebawah. Singkat cerita, temuan Djamhari menjadi industri besar yang didirikan Nitisemito dan tetap berjaya sampai sekarang.\u00a0<\/p>\n\n\n\n

Baca: Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek<\/a><\/p>\n\n\n\n

Rokok kretek bukan menjadi usaha Djamhari saat itu, karena ia telah berdagang kain warisan keluarganya. Rokok kretek ciptaannya dikonsumsi oleh masyarakat disekeliling Djamhari saja, itupun jika ada permintaan baru dibuatkan. Setelah masyarakat menikmati khasiatnya, permintaan makin hari selalu bertambah. Namun keadaan bicara lain, rokok kretek harus ditinggalkan tuannya, dikarenakan Djamhari harus berpindah tempat hingga sampai Cirebon, Tasikmalaya dan Singparna Jawa Barat. Ia masuk Sarikat Islam (SI) salah target yang di cari penjajah. Tercatat dalam SI pasar desa Prawoto kabupaten Pati sebagai pengurus.<\/p>\n\n\n\n

Dahulu perdagangan tembakau terbesar dan munculnya rokok kretek hanya di Kudus Kulon di wilayah sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus.  Sampai sekarang masih dapat terlihat banguan-bangunan peninggalan bekas gudang tembakau atau gudang sebagai industri rokok kretek. Bahkan jika ditelusuri kedalam rumah-rumah di sekitar Menara, banyak sekali barang-barang yang memberi isyarat tertuju pada rokok kretek, seperti ornamen kaca, ornamen candela, ornamen pintu yang bertuliskan nama rokok kretek jaman dulu. Tak hanya itu, jika dicermati motif ukir dalam rumah adat Kudus ada yang memakai kuncup bunga cengkeh. Disekitar Menara inilah besar kemungkinan Djamhari lahir dan tumbuh besar, dan disekitar Menara inilah rumah peninggalan Nitesemito masih berdiri. <\/p>\n\n\n\n

Kudus Kulon atau sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus, dahulu selain pusat dakwah Kangjeng Sunan Kudus, juga sebgai pusat perdagangan tembakau, bahkan tempat munculnya kretek. Perdagangan tembakau dan usaha rokok kretek menjadi basis perekonomian masyarakat dan para Kiai \/Ulama\u2019 tempo dulu, sebagai warisan nenek moyang. Namun hikayat rokok kretek yang terkait peradaban Kudus Kulon jarang dijumpai pada tulisan, sedangkan hikayat cerita lisan keberadaan rokok kretek sangat lekat dengan budaya Kudus Kulon perkampungan di sekitar Masjid al-Aqsho Menara Kudus. 
<\/p>\n","post_title":"Dinasti Kerajaan Rokok Kretek yang Terlupakan","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"dinasti-kerajaan-rokok-kretek-yang-terlupakan","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-10-02 10:43:14","post_modified_gmt":"2019-10-02 03:43:14","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6114","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6112,"post_author":"877","post_date":"2019-09-30 10:39:53","post_date_gmt":"2019-09-30 03:39:53","post_content":"\n

Mbah Sholeh, salah satu tokoh di Desa Prawoto Pati Jawa Tengah, ia selalu mengkonsumsi rokok kretek untuk memacu gairah semangat hidupnya diusia menjelang senja. Usia boleh bertambah kepala tujuh, namun fisik tetap bugar, seger dan energik. <\/p>\n\n\n\n

Sore itu sehabis ashar hari senin tanggal 23 September 2019, salah satu pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) menghampiriku sembari menyerahkan kertas undangan. Saat itu, aku sendiri sudah di atas motor mau bergegas pergi belanja untuk keperluan Mbah Pae panggilan akrab simbah KH. Sya\u2019roni Ahmadi Kudus. Saat ini, beliau menjadi bapak masyarakat Kudus, sehingga banyak orang memanggilnya \u201cMbah Pae\u201d, putra dan cucunya pun memanggil demikian. <\/p>\n\n\n\n

Undangan dari pengurus YM3SK aku masukkan ke kantong saku celana, kemudian lanjut pergi belanja. Walaupun hari sudah sore, panas matahari masih terasa, terlebih saat menyinari kulit yang tidak terbungkus kain pakaian. Seakan-akan hari itu matahari semangat menyinari bumi mengiringi musim kemarau. Sepulang dari belanja akupun menuju dapur mengambil gelas dan air minum. Sambil minum aku buka undangan tersebut dan aku baca. Ternyata undangan tersebut pemberitahuan ada acara pengajian dalam rangka Haul Agung Kanjeng Sunan Prawoto Raden Haryo Bagus Mu\u2019min atau biasa dipanggil Mbah Tabek.<\/p>\n\n\n\n

Sunan Prawoto adalah raja keempat dari Kesultanan Demak yang memerintah tahun 1546-1549. Nama lahirnya Raden Mukmin, seorang agamis dari keturunan Kerajaan Demak Bintoro. Putra Sulung Raja Demak Sultan Trenggono. Ia terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto, karena daerah yang disinggahi hingga akhir wafatnya bernama Desa Prawoto dalam wilayah kabupaten Pati Jawa Tengah berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kudus bagian selatan. Konon Desa Prawoto sebagai Kerajaan Kecil setelah Kerajaan Demak hancur. Raden Mukmin inilah yang memboyong Kerajaan Demak ke Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Saat ini Desa Prawoto adalah desa perbukitan, dengan hawa yang tidak terlalu dingin saat malam hari dan tidak terlalu panas pada siang hari. Walaupun hanya perbukitan, di Prawoto masih banyak pohon-pohon besar dan hijau memberikan kesejukan. Saat malam tiba, dari perbukitan Prawoto nampak jelas wilayah kota Kudus. Memang daerah Prowoto lebih dekat dengan kota Kudus dari pada Kota Pati. Bahkan budaya dan adat istiadatnya pun kental dengan budaya keKudusan. Sebagian besar masyarakat Prawoto aktifitas seharinya kewilayah Kudus, seperti bekerja, berdagang, pergi kepasar, sekolah, bahkan samapi memanfaatkan fasilitas ATM mereka memilih ke Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Pada masa penjajahan Belanda, Desa Prawoto di fungsikan sebagai distrik Karesidenan yang membawai daerah Pati sampai perbatasan Tuban Jawa Timur, Kudus, Jepara bahkan Demak. Sampai sekarang perkantoran Karesidenan warisan Belanda masih berdiri kokoh dan sebagian difungsikan untuk kepentingan Desa. Tidak hanya itu, di tengah-tengah desa terdapat semacam alun-alun kecil dengan kolam air besar yang konon juga peninggalan Belanda. Tidak sedikit yang berpendapat kolam tersebut peninggalan jauh sebelum Belanda, alias peninggalan Sunan Prawoto. Sehingga, kolam tersebut sering dibuat mandi para tokoh-tokoh dan Ulama\u2019 dari luar kota di Jawa, seperti Pekalongan, Batang, Kendal, Magelang, Solo dan lainnya. <\/p>\n\n\n\n

Di Desa Prawoto terdapat dua makam Sunan Prawoto, di daerah bawah dan di daerah atas istilah masyarakat menamainya. Terlepas mana yang benar Makam Sunan Prawoto tergantung keyakinan individu. Menurut arkeolog UGM yang saat itu ikut menjelaskan, bahwa yang dibawah adalah peninggalan situs dan yang di atas dari dulu berupa makam yang dikenal dengan makam Tabek. <\/p>\n\n\n\n

Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n

Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n

Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n

Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n

Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n

Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n

Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh  dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n

Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa.   
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n

Sulit rasanya untuk menyaksikan  banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n

Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n

Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n

Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n

Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n

Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n

Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n

Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n

Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n

Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n

Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n

Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n

Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n

Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n

Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n

Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n

Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saya pun ikut serta prosesi melinting bersama para tukang, sambil ngobrol \u201cngalor-ngidul\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Dari situ saya tahu bahwa para tukang ini dalam satu rombongan sering mengerjakan beberapa proyek pembangunan rumah di Yogyakarta. Ketika salah satu di antara mereka mendapatkan proyek pengerjaan rumah atau bangunan lain, mereka akan mengontak satu sama lain. Biasanya, untuk satu rumah dikerjakan oleh dua hingga tiga orang tukang dan dua laden (asisten tukang).<\/p>\n\n\n\n

Baca: Jangan Biarkan Kedaulatan Kretek Goyah<\/a><\/p>\n\n\n\n

Dalam pengerjaan rumah, mereka biasanya menginap di tempat proyek atau di rumah yang sedang dikerjakan. Mereka biasanya dibayar harian serta fasilitas makan tiga kali sehari, gula, teh, dan kopi dari si empunya rumah. Untuk ongkos, tarif bagi tukang sebesar Rp 100 ribu\/hari dan asisten tukang sebesar Rp 80 ribu\/hari.
<\/p>\n\n\n\n

Selain menjadi tukang, beberapa di antara mereka juga merawat ladang dan kebun. Wilayah Gemawang, dikenal sebagai wilayah perkebunan. Biasanya, mereka menanam jagung hingga kopi. Saat musim panen kopi tiba, mereka akan ijin pulang untuk merawat hasil panenan. Selain panen, mereka juga akan ijin pulang ketika ada hajatan atau berita duka di kampung mereka. Sebuah hubungan kultural pedesaan yang masih erat dan terus dirawat hingga kini.
<\/p>\n\n\n\n

Heni, salah satu laden tukang usianya lebih kurang 23 tahun. Tugasnya mulai dari menyiapk