Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n
Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah.
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Sulit rasanya untuk menyaksikan banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa. Sulit rasanya untuk menyaksikan banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa. Sulit rasanya untuk menyaksikan banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa. Sulit rasanya untuk menyaksikan banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa. Sulit rasanya untuk menyaksikan banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa. Sulit rasanya untuk menyaksikan banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa. Sulit rasanya untuk menyaksikan banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa. Sulit rasanya untuk menyaksikan banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n Baca: Tidak Perlu Menaikkan Cukai, Begini Cara Mengurangi Angka Perokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Sejauh ini, mereka yang mulai merokok tingwe, biasanya menjadikan tingwe sebagai selingan, atau pendamping dalam aktivitas merokok. Mereka masih tetap merokok rokok favorit produk pabrikan pilihan mereka masing-masing. Masih sedikit yang benar-benar memilih tingwe saja dan sudah sama sekali enggan merokok produk pabrikan reguler.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, tahun depan mungkin akan banyak perubahan drastis. Para penikmat rokok tingwe sepertinya akan meninggalkan sama sekali rokok pabrikan yang mereka isap bergantian dengan rokok tingwe. Lebih dari itu, akan banyak penikmat rokok tingwe baru, mereka beralih dari mengonsumsi rokok pabrikan secara reguler dan berganti mengonsumsi rokok tingwe sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Penyebabnya tentu saja kebijakan pemerintah lewat kementerian keuangan yang menaikkan besaran cukai rokok mencapai 23% per 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai sebesar itu, harga rokok diprediksi naik hingga 35% dari harga sebelumnya. Tentu saja ini akan memberatkan banyak perokok dari kelas menengah ke bawah, jumlah terbesar perokok di Indonesia.<\/p>\n\n\n\n Salah satu alasan kementerian keuangan menaikkan cukai rokok adalah untuk memenuhi tuntutan kementerian kesehatan agar para perokok berkurang jika harga rokok naik. Sayangnya, saya pikir alasan itu kurang relevan dan tujuan mengurangi jumlah perokok tidak akan berhasil secara signifikan. Para perokok akan mencari celah untuk tetap bisa menikmati rokok mereka sebagai sarana relaksasi dan rekreasi termurah dalam kehidupan sehari-hari.<\/p>\n\n\n\n Ada dua pilihan yang tersedia bagi para perokok untuk mengakali naiknya harga rokok secara drastis di tahun depan. Cara pertama adalah dengan ganti rokok dengan harga yang lebih murah. Kondisi ini berpotensi membikin rokok ilegal tak bercukai dengan harga sangat murah marak beredar di pasaran. Ini tentu saja akan sangat merugikan pemerintah alih-alih mendapat pemasukan lebih banyak dengan menaikkan persentase cukai.<\/p>\n\n\n\n Baca: Perbedaan Varian Rokok yang Beredar di Pasaran<\/a><\/p>\n\n\n\n Cara kedua, adalah dengan beralih merokok tingwe. Dan saya yakin, pilihan ini yang akan banyak dipilih oleh para perokok di Indonesia, terutama anak-anak muda, perokok usia 18 hingga 35 tahun. Ke depannya, prediksi saya, posisi rokok tingwe mirip dengan menjamurnya para penikmat kopi non-sasetan, kopi-kopi premium yang dijual di banyak kafe di negeri ini. Yang membedakan, jika pada mulanya pemilihan kopi premium itu berdasar selera lidah untuk mencicip kopi yang lebih nikmat dengan harga yang relatif mahal dibanding kopi sasetan, hingga akhirnya menjadi tren di kalangan anak-anak muda pencinta senja, pilihan merokok tingwe lebih karena perlawanan. Perlawanan menolak kenaikan cukai rokok yang mendongkrak harga rokok pabrikan dengan sangat signifikan.<\/p>\n\n\n\n Bukan tak mungkin, rokok tingwe kelak akan menjadi starter-pack anak-anak indie pencinta senja selain kopi, senja, dan musik-musik dengan lirik yang, ya, indie bangetlah. Rerata jenjang pendidikan masyarakat Prawoto maksimal tingkat SMA, hanya ada beberapa glintir yang samapi jenjang sarjana dan ada satu orang menjadi guru besar di UGM, namun sudah lama menetap di Yogyakarta, dan jarang pulang. Anehnya, walaupun rata-rata lulusan jenjang SMA, kemampuan dan skill mereka tak kalah dengan yang sarjana bahkan mentalnya pun demikian. Hal itu dapat dilihat dari cara bicara, cara berorganisasi, dan pola pikir maju seperti halnya sarjana. Itulah sekilah cerita tentang Prawoto.<\/p>\n\n\n\n Kembali ke undangan, setelah aku baca, ternyata undangan tersebut sekaligus perintah dari pengurus YM3SK untuk mewakili datang di acara Haul Sunan Prawoto yang dilaksanakan di hari dan tanggal itu juga jam 19.00 WIB. Walaupun terkesan mendadak tidak seperti biasa jauh-jauh hari sudah ada pemberitahuan, seperti saat acara haul Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Ampel. Akhirnya tetap datang di acara haul Sunan Prawoto dengan berkoordinasi dan mengajak dengan teman-teman di dekat desa Prawoto. Berangkat sehabis sholat isya\u2019, sampai di desa Prawoto jam 19.45 WIB acara dbelum di mulai menunggu group rebana dari bapak-bapak polisi Polres Kudus. <\/p>\n\n\n\n Disaat-saat senggang tersebut, aku manfaatkan ngobrol dengan penduduk dan tokoh Ulama\u2019 setempat. Ternyata mereka selain punya warisan seni ketoprak juga punya kebudayaan menghisap rokok kretek. Selain rokok kretek mereka tidak mau. Karena budaya merokok kretek diyakini warisan leluhurnya. Jarang sekali orang-orang tua yang tidak merokok, terlihat tidak memegang dan membawa rokok kretek kebanyakan anak-anak usia sekolah. Sambil ngobrol mengupas sedikit sejarah Sunan Prawoto kita merokok kretek bersama. Dengan merokok kretek suasana santai dan keakraban terbentuk di serambi masjid Sunan Prawoto. <\/p>\n\n\n\n Kebetulan posisiku duduk bersebelahan dengan salah satu tokoh juga Ulama\u2019 Prawoto. Umurnya sudah tergolong dapat bonus 16 tahun dati Tuhan. Itulah jawabannya saat aku tanya usianya berapa. Karena pingin tau, aku tanya kembali persisnya usia berapa, beliau menjawab diatas rata-rata umumnya usia manusia (60 tahun) yaitu 76 tahun. Ia menjawab sambil tersenyum dan memegang rokok kretek yang telah disulut, ia adalah Mbah Sholeh (nama samara).<\/p>\n\n\n\n Saat menjawab, akupun terkaget, karena prediksiku umur sekitaran 50an. Raup wajahnya bersih, badannya terlihat sehat dan terlihat energik, tidak mau kalah dengan bapak-bapak lainnya yang saat itu ikut ngobrol yang rata-rata umur 48-60 tahun. <\/p>\n\n\n\n Akhirnya akupun penasaran, dan kembali bertanya. Mbah apa resepnya kok masih terlihat muda?. Ia pun menjawab, jauhi makanan yang ada obat penyedap rasanya, makananlah bahan alami seperti daun-daunan. Sampai detik ini ia mengaku tidak makan makanan yang ada penyedap rasanya, kalau ditawari atau ada suguhan di depannya, ia memilih tidak akan memakannya. Juga kalau ditawari dan disuguhi minuman yang bergula. Ia pun demikian menghindari. Kata masyarakat lainnya yang ikut ngobrol, Mbah Sholeh itu hidup sehat.<\/p>\n\n\n\n Celetukan tersebut disikapi Mbah Sholeh dengan senyuman dan sambil mengeluarkan asap rokok kretek dari mulutnya dan hidupnya. Kemudian aku bertanya lagi, kenapa Mbah merokok?. Ia pun tersenyum sambil menyedot kembali rokok kreteknya dengan menjawab, kalau merokok kretek membuat ia bahagia, dengan kondisi bahagia ini orang jadi awet muda. Kalau merokok membuat semangat, dengan semangat orang jadi giat dan kuat. Ia juga menceritakan memulai merokok kretek saat sudah Islam. Kata Islam disini bukan berarti saat masuk Islam, akan tetapi yang dimaksud saat sudah khitan atau usia baliq. Dahulu setelah ia dikhitan, bapaknya menyuruhnya merokok sebagai tanda sudah dewasa. <\/p>\n\n\n\n Inilah pengakuan Mbah Sholeh, ternyata wajah yang bersih berseri, awet muda, fisiknya kuat dan energik, salah satu rahasinya adalah berbahagia dan giat. Agar bahagia dan giat ia selalu mengkonsumsi rokok kretek dan meninggalkan makanan dengan penyedap rasa. Sulit rasanya untuk menyaksikan banyak youtuber yang menampilkan kebiasaan rokoknya di video yang mereka unggah. Sejauh ini citra rokok masih dianggap negatif oleh masyarakat, dan para konten kreator yang juga seorang perokok pun memilih untuk menahan diri dengan dalih apa yang mereka lakukan tak ditiru oleh para subscriber mereka yang mungkin juga masih di bawah umur. Pilihannya mungkin tepat, namun walau demikian kemerdekaan untuk mengekspresikan diri jadi sedikit terbelenggu.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi ada satu konten kreator yang menarik perhatian saya. Dia adalah Justinus Lhaksana atau yang kerap disebut Coach Justin. Tak ada yang spesial memang dari konten yang ia buat jika itu dilihat dari sudut pandang estetika sinematografi, atau pengambilan gambar dengan\u00a0angle-angle<\/em>\u00a0yang cantik. Konten yang ia buat adalah analisis soal pertandingan sepak bola. Memang secara umum sudah banyak apalagi ia hanya bermodalkan bicara di depan kamera secara penuh tanpa ada footage gambar. Tapi apa yang menjadi nilai pembeda adalah ciri khas dirinya yang tetap merokok sambil berbicara di depan kamera.<\/p>\n\n\n\n Baca: Saat Rokok Damaikan Suporter Sepak Bola dan Polisi<\/a><\/p>\n\n\n\n Sudah lama memang sepak bola serta rokok dipisahkan. Meski kita masih bisa mengingat nama-nama seperti Arsene Wenger yang di era 1990an masih bisa merokok di pinggir lapangan. Kini kejadian itu sudah tak bisa lagi dilihat, bahkan para pemain si kulit bundar yang merokok pun tak kita ketahui karena mereka memilih untuk tidak mempublikasikan secara umum, takut jika kariernya terancam. Sulit juga rasanya melihat konten kreator khususnya soal sepak bola di luar negeri yang juga merokok sambil membahas sesuatu dalam konten video yang mereka buat.<\/p>\n\n\n\n Akan tetapi, bersyukur kita masih memiliki Coach Justin yang blak-blakan soal jatidirinya. Saya memang menyebut dirinya blak-blakan, karena selain sikapnya yang lugas, ia juga berani menampilkan karakternya yang juga perokok. Memang ia sempat lama tak aktif dalam dunia olahraga profesional. Walau demikian, ia mempunyai catatan yang cukup diperhitungkan. Pertama, ia sempat menimba ilmu di Belanda selama 15 tahun serta berhasil meraih sertifikat kepelatihan yang diterbitkan oleh KNVB (federasi sepak bola di Belanda) dan pernah menangani klub Divisi Utama Liga Belanda.<\/p>\n\n\n\n Tak cukup sampai di situ, karier Coach Justin justru bersinar lewat olahraga futsal. Ia pernah menangani Timnas futsal Indonesia dan prestasi terbaiknya adalah meraih medali perunggu pada SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang. Keahliannya dalam urusan taktik dan teknik di dunia futsal juga membuatnya dipercaya oleh Federasi Futsal Indonesia kini menjadi Direktur Teknik Timnas futsal Indonesia. Kembalinya Coach Justin di Timnas Futsal Indonesia ini juga rupanya disambut baik oleh para pecinta futsal di tanah air.<\/p>\n\n\n\n Di sisi lain, Coach Justin juga menjadi cendekiawan sepak bola yang memiliki warna berbeda. Karakternya yang ngotot dan ngeyel membuatnya menjadi terlihat bersinar ketika tampil di layar kaca atau mengisi podcast di salah satu kanal. Pria yang lahir di Surabaya ini kerap mengeluarkan kata-kata yang lugas dalam menilai sesuatu. Dia juga tak segan-segan untuk mengkritik sesuatu secara tegas jika ada satu sosok atau klub yang dinilainya bermasalah.\u00a0 Terlebih, Dia mempunyai sebuah istilah baru yaitu \u2018Fans Kardus\u2019 untuk menyebut fans-fans klub bola yang terlalu fanatik dan mengesampingkan logika.<\/p>\n\n\n\n Baca: \u00a0Beberapa Manfaat Tembakau Selain untuk Bahan Baku Rokok<\/a><\/p>\n\n\n\n Melihat Coach Justin tampil merokok di Youtube adalah sebuah kesegaran konten bagi saya. Sudah lama memang saya tak melihat konten kreator yang berani menampakkan kebiasannya. Lagian, merokok juga bukan aktivitas ilegal, toh pun jika kontennya Coach Justin disaksikan anak-anak, ini bukan salahnya. Orang tua jua wajib mendampingi anakanya dalam menyaksikan video-video dui Youtube.<\/p>\n\n\n\n Jika Anda ingin menyaksikan Coach Justin bicara soal sepak bola maka bisa langsung menuju kanal Justinus Lhaksana. Di sana Anda akan menemukan pembahasan tentang sepak bola dari sudut pandang yang berbeda dan tentunya dengan pembawaan yang santai nan lugas. Bagi Anda yang sudah cukup umur untuk merokok, menikmati video-videonya sambil merokok justru menambah mantap suasana. <\/p>\n","post_title":"Menjadi Perokok yang Berani Bersikap ala Coach Justin","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"menjadi-perokok-yang-berani-bersikap-ala-coach-justin","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-29 12:27:28","post_modified_gmt":"2019-09-29 05:27:28","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6109","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6088,"post_author":"878","post_date":"2019-09-20 09:47:05","post_date_gmt":"2019-09-20 02:47:05","post_content":"\n Dahulu, bahkan mungkin hingga saat ini, citra yang timbul saat melihat sejumput tembakau, kertas linting, cengkeh kering, yang dilinting menjadi lintingan kretek yang biasa disebut tingwe, adalah citra perihal kuno, tua, dan segala hal yang jadul-jadul lainnya. Aktivitas merokok tingwe, adalah aktivitasnya orang-orang tua, bukan anak muda. Anak muda yang suka tingwe, akan dianggap aneh, terkadang seleranya itu dicemooh.<\/p>\n\n\n\n Lebih lagi jika dalam kandungan tingwe itu terdapat unsur kemenyan di dalamnya. Cap selera orang tua sudah pasti melekat di sana. Hal ini memang lumrah, karena biasanya hanya orang-orang tua yang masih merokok dengan cara tingwe, hingga menggunakan campuran kemenyan segala. Anak-anak muda, lebih memilih merokok produk pabrikan. Mereka sempat pada tahap asing dengan tingwe dan menstigma tingwe sebagai selera uzur, kuno, dan hanya orang tua yang begitu. <\/p>\n\n\n\n Dalam pergaulan anak-anak muda, adakalanya bahkan produk-produk sigaret kretek tangan (SKT) atau yang biasa disebut kretek non-filter dipandang miring dan juga dianggap sebagai selera orang tua. Sigaret kretek mesin (SKM) reguler juga sempat dicemooh seperti itu. Anak-anak muda banyak menganggap bahwa rokok bagi golongan mereka adalah rokok sigaret kretek mesin (SKM) mild dan atau sigaret putih mesin (SPM). Tidak semua memang seperti itu, tetapi di banyak tempat, stigma-stigma semacam itu pernah dan masih berkembang.<\/p>\n\n\n\n Dua hingga tiga tahun belakangan, di beberapa tempat terutama di kota-kota besar, stigma-stigma perihal selera rokok seperti di atas perlahan mulai pudar. Kesadaran akan produk kretek sebagai produk kebanggaan bangsa, dan lagi, berubahnya selera terhadap rokok yang beredar di dalam negeri, mengubah banyak stigma perihal rokok kretek, SKT dan SKM, dan terutama, aktivitas merokok dengan cara tingwe.<\/p>\n\n\n\n Baca: Peredaran Rokok Ilegal<\/a><\/p>\n\n\n\n Anak-anak muda mulai familiar dengan tingwe. Mereka menikmati rokok tingwe seperti menikmati rokok pabrikan pada umumnya. Dan tentu saja sudah tidak peduli dengan anggapan bahwa mereka yang merokok tingwe berselera rendahan dan kuno. Tingwe menjelma sebagai tren baru anak-anak muda di beberapa kota besar di negeri ini.<\/p>\n\n\n\n Pada mulanya mungkin sekadar ingin mencoba, ada juga yang untuk gaya-gayaan dan ingin dianggap lain dari yang lain. Akan tetapi ada pula yang memang cocok dengan rasa dari tembakau pilihannya dan pada akhirnya memutuskan untuk merokok tingwe saja, meninggalkan produk rokok pabrikan yang sebelumnya biasa ia isap.<\/p>\n\n\n\n Di lain tempat, ada juga yang memang memilih merokok tingwe dengan alasan utama keterbatasan uang untuk membeli rokok pabrikan. Harga tembakau, kertas linting, dan cengkeh kering digabung jadi satu masih jauh lebih murah dari harga rokok reguler yang dikeluarkan pabrikan-pabrikan di Indonesia. Ini biasanya menjadi pilihan mahasiswa-mahasiswa asal wilayah penghasil tembakau yang merantau untuk kuliah di beberapa kota besar di Indonesia. Selain mahasiswa, pilihan rokok tingwe juga diambil oleh perantau non-mahasiswa yang berasal dari wilayah penghasil tembakau. Dua rombong besar perantau ini kemudian menularkan ke teman-temannya yang lain sehingga lambat laun aktivitas merokok tingwe bisa ditemukan dengan mudah. Anak-anak muda tidak lagi takut dicap kuno dan berselera rendahan karena merokok tingwe.<\/p>\n\n\n\n Selain harga yang murah, kelebihan merokok tingwe adalah, kita bisa meracik rokok sesuai dengan selera masing-masing. Seberapa ukuran lintingan, seberapa banyak tembakau yang digunakan, seberapa banyak cengkeh yang digunakan, juga bisa menambahkan bahan-bahan campuran lainnya sesuai selera. Aktivitas melinting rokok juga butuh keahlian sendiri. Kita akan merasakan kenikmatan lebih jika berhasil melinting rokok tingwe kita dengan baik. Lebih nikmat jika dibanding merokok dengan rokok langsung jadi produk pabrikan.<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n
<\/p>\n","post_title":"Melawan dengan Tingwe","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"melawan-dengan-tingwe","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-20 09:47:12","post_modified_gmt":"2019-09-20 02:47:12","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6088","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":30},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Bikin Awet Muda dan Energik, Rahasia di Balik Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"bikin-awet-muda-dan-energik-rahasia-di-balik-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-09-30 10:40:00","post_modified_gmt":"2019-09-30 03:40:00","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=6112","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":6109,"post_author":"919","post_date":"2019-09-29 12:27:20","post_date_gmt":"2019-09-29 05:27:20","post_content":"\n