logo boleh merokok putih 2

Gambar Peringatan di Bungkus Rokok Akan Diganti? Kami Tidak Takut!

Gambar Peringatan di Bungkus Rokok Akan Diganti? Kami Tidak Takut!

Diam-diam cepirit, mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan kerja-kerja Kementerian Kesehatan dalam pengendalian tembakau.

Dengan mengatasnamakan kesehatan publik, regulasi mengenai rokok tiba-tiba saja dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Kali ini melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2017, regulasi gambar dan informasi peringatan di bungkus rokok diubah.

Dalam peraturan menteri yang baru tersebut, terdapat perubahan-perubahan signifikan mengenai aturan main pemasangan gambar dan informasi peringatan di bungkus rokok, salah satunya adalah penetapan gambar baru yang lebih menjijikan dari gambar yang ada sebelumnya.

Pihak kesehatan menganggap bahwa gambar peringatan yang ada di bungkus rokok hari ini tidak berdampak signifikan terhadap penurunan pravelensi perokok di Indonesia. Bahkan, alih-alih mengurangi, jumlah perokok malah semakin meningkat.

Berdasarkan riset Atlas Tobacco, jumlah perokok di Indonesia pada 2016 telah mencapai lebih dari 90 juta jiwa, dan diperkirakan akan terus naik setiap tahunnya.
Lalu kalau tidak efektif mengapa Kementerian Kesehatan masih tetap ngotot mempertahankan pencantuman gambar-gambar peringatan yang ada di bungkus rokok? Dan mengganti gambar menjijikan sebelumnya dengan gambar menjijikan yang baru adalah sebuah ketololan yang hakiki.

Ibarat mendaki gunung menggunakan sendal jepit, lalu tergelicir dan mencoba mendaki kembali menggunakan sandal jepit dengan warna yang berbeda. Padahal, mendaki gunung dengan sendal jepit saja sudah keliru.

Entah apa yang dipikirkan oleh Kementerian Kesehatan mengenai penerapan gambar menjijikan di bungkus rokok, mungkin mereka berpikir bahwa perokok adalah anak kecil yang bisa ditakut-takuti. Dan lagi-lagi itu adalah sebuah ketololan, karena perokok bukan anak kecil, perokok merupakan konsumen yang sudah dewasa secara batasan umur.

Hal yang paling logis kenapa Kemenkes tetap ngotot menerapkan aturan tersebut adalah mereka sekedar menunaikan kewajiban pendonor asing yang diterapkan dalam FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Mereka ingin eksis agar dana asing dapat terus mengalir mendanai program-program pengendalian tembakau di Indonesia.

Akibat ketololan tersebut, tentu ada pihak yang dirugikan. Siapa yang dirugikan? Pabrikan rokok kecil yang terkena imbas paling sial dari regulasi penerapan gambar peringatan di bungkus rokok. Di tengah beban cukai yang semakin tinggi, pabrikan kecil tertimpa beban tambahan untuk menerapkan gambar peringatan di produknya. Cost kembali bertambah, sementara modal dan perputaran uang pas-pasan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Maka tak heran jika banyak pabrikan rokok kecil yang gulung tikar. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mencatat, ada penurunan jumlah pabrik rokok yang aktif berproduksi. Pabrikan rokok di Indonesia yang memiliki izin sebanyak 600 pabrik. Namun hanya 100 pabrik yang masih aktif berproduksi setiap harinya.

Padahal pabrikan rokok kecil ini mempunyai menfaat yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor produksi rokok. Pertanyaannya, apakah pihak Kemenkes mau bertanggung jawab atas rontoknya ketenagakerjaan dan perekonomian mikro akibat gulung tikar pabrikan rokok kecil? Tentu tidak, asal kucuran dana bisa terus dinikmati, masa bodoh dengan persoalan orang-orang yang kehilangan mata pencahariannya.

Kontroversi dalam perubahan regulasi mengenai penerapan gambar dan informasi peringatan di bungkus rokok lainnya adalah adanya pencantuman informasi layanan berhenti merokok. Kok bisa hal tersebut dipaksakan masuk ke dalam regulasi?
Jawabannya adalah agar klinik-klinik layanan berhenti merokok yang dikelola oleh kelompok antirokok bisa ramai pengunjung. Pasalnya, selama ini klinik-klinik tersebut sepi pengunjung, bahkan tidak ada yang mengunjungi sama sekali. Bisnis mereka sepi.
Ya pasti sepi, untuk apa membuang waktu dan uang hanya untuk terapi berhenti merokok? Wong berhenti merokok itu mudah. Niatkan untuk berhenti merokok, selesai perkara. Gak usah pakai ke klinik, banyak kok perokok yang berhenti tanpa harus bersusah-payah. Ingat ya, perokok itu bukan pecandu narkoba loh.
Maka untuk merespon perubahan regulasi mengenai gambar dan informasi peringatan di bungkus rokok yang akan segera diterapkan, para perokok sepakat mengatakan “Kami Tidak Takut”. Sebuah kalimat perlawanan atas tindakan diam-diam cepirit Kementerian Kesehatan.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Azami

Azami

Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek