PERTANIAN

Jenderal Perokok Berat Itu Bernama Soedirman

Dalam keadaan sakit parah, paru-paru tinggal sebelah, Soedirman memaksakan diri terus bergerilya melawan penjajah. Berjuang dengan senjata seadanya, melawan musuh yang dipersenjatai senjata moderen laut dan udara. Jenderal Perokok Berat Itu Bernama Soedirman

Kala itu, Presiden dan Perdana Menteri sudah ditangkap Belanda dalam Agresi Militer (Aksi Polisionil) Belanda ke-2. Beliau menjual perhiasan istrinya untuk modal perjuangan, berpindah dari hutan ke hutan, dengan kondisi medan yg sangat berat, dibayang-bayangi pengejaran tentara Belanda lewat darat dan udara. Tapi Soedirman terus berjuang, menjadikan nyata sebuah mimpi dan cita-cita memiliki negara yang merdeka.

Hanya sedikit cerita yang kita ingat dari Soedirman, secercah kenangan dari buku sejarah sekolah menengah. Ia panglima tentara yang pertama, orang yang keras hati. Tetap bergerilnya dalam kondisi gering akut dan tuberkulosis menggerogoti paru-parunya.

Sejak Soedirman remaja, orang segan kepadanya: ia alim berjuluk kaji. Ia aktif dalam gerakan Hizbul Wathan (kepanduan di bawah payung Muhammadiyah.

Soedirman dipilih melalui pemungutan suara sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat/Angkatan Perang Republik Indonesia pada 12 November 1945, yang kemudian mengantarkan NKRI memeluk kemerdekaan.

Sekarang Soedirman telah menjadi ikon: sepotong jalan utama dan sebuah universitas negeri telah menggunakan namanya, juga raut lelaki kurus itu pernah tertera pada sehelai uang kertas.

Di balik kegigihan dan perjuangan keras melawan Belanda dengan strategi hit and run, keluar masuk hutan, ternyata Soedirman adalah perokok berat, sebagaimana yang artikel yang diturunkan Majalah Tempo, Senin 12 November 2012, edisi khusus Jenderal Soedriman.

Soedirman merokok sejak remaja. Rokok kreteknya tak bermerek, tingwe alias ngelinthing dewe atau meramu sendiri.

Sudirman begitu mencintai kretek. Hal itu seperti yang diungkapkan anak bungsu Soedirman, Teguh Bambang Tjahjadi, dari ibunya, Siti Alfiah. Ketika pulang bergerilya, kondisi Soedirman memburuk, dokter memintanya berhenti merokok, tetapi Soedirman tidak bisa begitu saja meninggalkan rokok.

“Bapak dipaksa berhenti merokok oleh dokter. Karena perokok berat, Bapak tidak bisa benar-benar meninggalkan rokok. Bapak meminta Ibu merokok dan meniupkan asap ke mukanya,”  kata Teguh. (Tempo).

Terimakasih, Jenderal. Tanpamu, kami mungkin sekarang sedang ngeretek di bawah bayang-bayang imperialisme!