alfred russel wallace
Uncategorized

Kisah Awal Wallace

Wallace lah yang mampu memaksa Charles Darwin untuk menghilangkan keragu-raguannya untuk menuliskan apa yang sebelumnya telah dirintis oleh Charles Darwin 20 tahun sebelumnya ketika dia berlayar ke Kepulauan Galapagos.

 

 

Hanya selama tiga bulan setengah, Alfred Russel Wallace berada di Jawa. Tercatat dalam tulisan perjalanannya yang mashur, The Malay Archipelago. Dia berada di Jawa sejak 18 Juli 1861 hingga 31 Oktober 1861. Sungguh waktu teramat singkat, mengingat Wallace menghabiskan delapan tahun umurnya untuk mengelilingi kepulauan Nusantara.

Kapal pos Belanda lah yang membawa Wallace dari Ternate ke Surabaya. Di kota pelabuhan Jawa itu ada keperluan yang harus diselesaikannya, yakni “setor”. Selain seorang etnolog, antropolog dan geographer, dia juga adalah pemburu dan penjual spesimen langka. Apapun itu. Mengumpulkan spesimen-spesimen dari wilayah-wilayah yang asing dan sedikit sekali pengetahuan masyarakat Eropa tentangnya adalah satu pekerjaan riilnya menghasilkan uang. Ya, sebagai pemburu barang langka, atau spesimen langka.

Jadi harap maklum jika minat Wallace ke Nusantara yang paling utama adalah mencari keuntungan dengan mendapatkan spesimen yang berharga sangat tinggi. Sukur-sukur hasilnya bisa menutup semua hutang-hutang Wallace yang menggunung, setelah kegagalan misinya dari Amazon di Brazil karena kapal yang ditumpangi pulang malah terbakar di tengah-tengah samudera Atlantik.

Sebelum melakukan perjalanan ke Nusantara Wallace terinspirasi dari perjalanan para naturalis sebelumnya yakni, Alexander Von Humboldt, Charles Darwin dan William Henry Edwards yang ketiganya menjadi mashur setelah pulang dari perjalanan mereka ke Amerika Selatan. Wallace bersama rekannya Henry Walter Bates pada tahun 1848 berlayar ke Brazil menuju hutan hujan Amazon di pedalaman Brazil. Dia bermaksud mengumpulkan spesimen serangga dan binatang lainnya untuk dijadikan koleksi sekaligus dijual ke Museum dan para kolektor Eropa yang bersedia membayar dengan harga sangat tinggi.

Wallace menghabiskan empat tahun mengumpulkan koleksi di pedalaman Amazon, tepatnya di Rio Negro yang berarti “sungai hitam”. Setelah kenyang dengan berbagai penyakit tropis, mulai dari Malaria hingga “Demam Kuning”, tahun 1852 Wallace memutuskan pulang ke Inggris satu tahun lebih awal. Setelah mengumpulkan koleksinya, beserta segala macam catatan yang cukup untuk membuat satu buku, Wallace berangkat dengan kapal kargo Helen menuju Liverpool. Lalu, setelah mengarungi laut selama 26 hari, sayang seribu sayang kargo itu terbakar dan membuat awaknya harus berpindah ke sekoci penyelamat. Para awak itu menyaksikan sendiri api menghabiskan kapal Helen yang berisi koleksi yang tidak ternilai harganya.

Dalam panik yang luar biasa, ia berhasil menyelamatkan satu kotak catatan yang berisi beberapa gambar ikan (Amazon) dan beberapa tulisan serta jurnal. Sisanya yang ada hanyalah sebuah jam tangan. Catatan tentang kehidupan binatang di Amzon, gambar-gambar pengamatan transformasi serangga beserta semua catatan dari berbagai jurnal hilang tak berbekas. Belum lagi koleksi sepuluh spesies kura-kura sungai Amazon, seratus spesies ikan-ikan Rio Negro, tulang dan kulit Anteater (pemakan semut Amazon) serta Manatus (duyung Amazon). Juga ditambah spesimen yang hidup mulai dari monyet, kakaktua, burung nuri dan burung yang lain semuanya tenggelam. Hanya seekor burung nuri yang bisa terbang ke sekoci untuk kemudian masih turut berpetualang selama 10 hari, hingga para awak kargo itu diselamatkan oleh kapal Jordeson dari Cuba.

Michael Shermer, yang menulis buku tentang perjalanan Alfred Russel Wallace dalam bukunya In Darwin’s Shadow, The Life and Science of Alfred Russel Wallace, tidak bisa membayangkan sekiranya Wallace tidak mengalami tragedi terbakarnya kapal kargo Helen. Catatan ilmiah seperti apa yang akan dia tulis jika semua temuan itu selamat. Atau bisa jadi sebaliknya kalau tidak terjadi kebakaran kapal Helen, Wallace menjadi tidak terlecut untuk melanjutkan perjalannya ke Timur yang kemudian mengabadikan namanya. Pada jaman itu jika seorang pengelana bisa kembali dengan membawa berbagai temuan yang luarbiasa, ketenaran, dan kekayaan bisa jadi akan membuat seseorang itu tidak lagi antusias dengan idealismenya.

Wallace, setelah tragedi kapal Helen masih berumur 31 tahun. Idealismenya sangat menggebu untuk menuntaskan pekerjaan yang belum selesai. Oleh karenanya Wallace hanya dalam waktu dua tahun berhasil meyakinkan para sponsor untuk membiayai perjalanannya ke Timur, ke kepulauan Melayu. Dan selama perjalanan di kepulauan Melayu lah Wallace, walaupun bukan kolega dekat Darwin telah mampu memaksa Darwin untuk menuliskan teori evolusi-nya yang menjelaskan tentang Origin Of The Species.

Dari catatan perjalanan Wallace ke Timur tepatnya saat Wallace berada di Ternate di tahun 1857, sebuah surat Wallace kepada Darwin telah membuat Darwin seperti tersambar petir. Darwin yang telah lebih dari 20 tahun menunda-nunda untuk menuliskan sebuah teori tentang proses evolusi mahluk hidup terkaget-kaget dengan temuan koleganya yang lebih muda yang bisa merumuskan teori Natural Selection (seleksi alam) dengan data-data yang berasal dari tempat yang berbeda. Wallace lah yang mampu memaksa Charles Darwin untuk menghilangkan keragu-raguannya untuk menuliskan apa yang sebelumnya telah dirintis oleh Charles Darwin 20 tahun sebelumnya ketika dia berlayar ke Kepulauan Galapagos.

Sebagaimana Karl Marx dan Friedrich Engels, juga dunia akademis dan saintis secara umum, jelas sedikit atau banyak telah terpengaruh dan berutang budi terhadap temuan teori evolusionisme oleh Charles Darwin. Sementara Charles Darwin sendiri berhutang budi pada Alfred Russel Wallace, sebagai model intelektualisme-nya, di mana kebenaran harus disampaikan secara apa adanya sekalipun itu pahit dan bakal memicu kontroversi.

Tinggalkan Balasan