PERTANIAN

Kretek Berbeda Dengan Rokok, Apalagi Narkoba

Ciri khas racikan kretek ada pada cengkeh, bukan tembakau. Apapun jenis tembakau dan dari manapun asalnya, jika dicampur dengan cengkeh dinamakan kretek.

[dropcap]T[/dropcap]anpa cengkeh, kretek tidak ada. Tanpa cengkeh, sejarah nusantara menjadi beda. Ungkapan tersebut berdasarkan pada realitas sejarah. Sejarah tentang bagaimana kretek sebagai sebuah produk budaya dan menjadi simbol identitas pada masa kolonial, serta sejarah bangsa Eropa yang datang ke Nusantara untuk kepentingan perdangan, salah satunya cengkeh.

Fakta sejarah menyatakan bahwa sekitar pada abad 19 di kota Kudus, Jawa Tengah muncul istilah kretek, dihasilkan dari barang berbentuk konus saat disulut berbunyi “kretek kretek”. Bunyi tersebut muncul dari suara cengkeh yang terbakar, hingga akhirnya dinamakan kretek.

Kemunculannya dari hasil kreatifitas dan inovasi bumiputra bernama H. Jamhari, untuk mengobati sakit asmanya. Singkat cerita pengobatan H. Jamhari dengan kretek berhasil. Keberhasilannya kemudian diceritakan kepada teman, saudara dan tetangganya, hingga pada akhirnya H. Jamhari banyak mendapatkan order untuk meracik kretek.

Ciri khas racikan kretek ada pada cengkeh, bukan tembakau. Apapun jenis tembakau dan dari manapun asalnya, jika dicampur dengan cengkeh dinamakan kretek. Sebaliknya, walaupun barang, bentuk dan jenisnya sama, jika tembakau tanpa cengkeh tidak bisa dinamakan kretek.

Cengkeh (syzygium aromaticum) adalah tanaman asli (endemik) yang asalnya hanya terdapat dikepulauan Maluku, dan sekarang berkembang biak tersebar di bumi Nusantara. Selain sebagai bumbu masak, ramuan wewangian, bahan pengawet original untuk makanan, juga sebagai rempah obat. Keberadaan cengkeh menjadi catatan sejarah yang melingkupi penjajahan bangsa Eropa di bumi Nusantara, dan menjadi barang yang eksotika. Di atas bumi empat pulau gunung Maluku, tanaman cengkeh awal mulanya terkenal di belahan dunia, tutur Roem Topatimasang.

Melanjutkan pernyataan Roem Topatimasang, bahwa cengkeh sebagai rempah eksotika yang sangat digandrungi saudagar Arab, pedagang Cina, Inggris, Portugis, Spanyol dan Belanda. Perkebunan dan perdagangan cengkeh dimonopoli oleh Belanda hingga abad ke-18, sampai akhirnya jatuh dalam kekuasaan Perancis. Kemudian, bibit cengkeh diselundupkan, ditanam dan berkembang biak di Zanzibar, Madagaskar, Martinique dan Granada. Hingga pada akhirnya terjadi kelangkaan tanaman cengkeh di Maluku.

Keadaan di atas, sebagai salah satu penyebab kejayaan cengkeh di Maluku mulai melemah. Saudagar arab, pedagang Cina, bangsawan Eropa sudah tidak lagi melirik dan berminat cengkeh Maluku. Hingga akhirnya terselamatkan berkat temuan H. Jamhari sebagai ramuan kretek. Satu inovasi temuan baru pemanfaatan cengkeh secara masif yang akhirnya menjadi satu ciri khas Indonesia. Penjelasan di atas menegaskan bahwa kretek sangat berbeda dengan rokok yang hanya berupa lintingan tembakau saja.

Namun penjelasan perbedaan kretek dengan rokok sepertinya tak dapat diterima oleh kelompok antirokok. Bagi mereka itu sama saja, sehingga berbagai penelitian tentang bahaya rokok yang diproduksi di luar negeri, disamakan begitu saja tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain.

Dewasa ini isu yang diangkat oleh kolompok antirokok juga semakin melebar tak tentu arah. Sebut saja salah satunya yang menyatakan bahwa rokok atau kretek sama dengan narkoba yang menyebabkan orang menjadi kecanduan untuk mengkonsumsinya.

Kretek tidak sama dengan narkoba. Dilihat dari sejarah kemunculan dan racikan keduanya sangat berbeda. Jika disamakan memiliki zat yang dapat membuat para pengguna kecanduan, itupun ambigu dan tidak benar.

Pertama, orang yang terbiasa mengkonsumsi sesuatu akan selalu merasa kurang afdol jika tak mengkonsumsinya, itu sudah biasa, seperti orang terbiasa memakan nasi. “Belum makan namanya kalau belum makan nasi” begitu orang kerap kali menyebutnnya. Namun apakah nasi itu bisa kita katakan sebagai candu?

Kedua, pengkonsumsi kretek dapat berhenti sewaktu-waktu, tidak ada ketergantungan psikis (psychological dependence) maupun ketergantungan fisiologis (physiological dependence), yaitu suatu keadaan mencari dosis yang lebih tinggi dari sebelumnya begitu seterusnya, untuk menambah kenikmatan.

Ketiga, racikan kretek tidak menggunakan bahan candu (sesuatu yang menimbulkan ketagihan). Ditegaskan oleh H. Samsul Hadi seorang peracik kretek tahun 80-an asal desa Prambatan Kidul Kaliwungu Kudus, bahwa bahan utama racikan kretek adalah cengkeh, tembakau, perasa dan aromatik (perisa/flavour) terbuat dari ekstrak buah-buahan atau dari rempah-rempah.

Hal tersebut di atas, dipertegas dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK) penolakan terhadap permohonan enam perseorangan warga negara dalam pengujian UU 32/2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) ketentuan dalam Pasal 46 ayat (3) huruf c larangan siaran iklan dan promosi rokok yang memperagakan wujud rokok, tercantum dalam Putusan MK Nomor 54/PUU-VI/2008 dan 6/PUU-VII/2009.

MK menegaskan bahwa zat adiktif yang terkandung dalam tembakau tidak sama dan jauh lebih sedikit dibandingkan narkotika. Sehingga tembakau adalah sebagai bahan yang masih dapat dikonsumsi dengan batasan yang diatur dalam undang-undang.

MK juga tidak menempatkan tembakau dan cengkeh sebagai hasil pertanian yang dilarang, buktinya hasil olahan cengkeh dan tembakau dikenakannya cukai.

Dengan demikian kretek adalah barang legal, keberadaannya dilindungi oleh undang-undang dan konstitusi negara Indonesia. Kretek akan menjadi barang ilegal jika tanpa dilekati pita cukai, dilekati pita cukai yang bukan haknya, pita cukai tidak sesuai golongan, pita cukai bekas atau produksi kretek tanpa izin.

Nah, dari apa yang tersebut di atas, tentu sangat arif jika kita mau belajar lebih jeli lagi untuk berani menyatakan beda apa yang sebenarnya tak sama. Dan berani berhenti pula menyama-nyamakan sesuatu yang sebenarnya berbeda.

 

Tinggalkan Balasan