REVIEW

Rokok, Asupan Jiwa yang Baik

Kita ialah insan kreatif yang diciptakan oleh-Nya tentu saja dengan pelbagai perbedaan. Jika Anda tak dapat mengonsumsi rokok lantaran rokok dapat membuat batuk-batuk Anda kambuh seketika, bukan berarti tubuh saya sama dengan Anda. Jika kita berbicara tubuh; paru-paru, barangkali konteksnya terlalu luas. Mari dipersempit menjadi sidik jari yang berada di permukaan tubuh.

Setiap dari kita memiliki sidik jari yang berbeda, tak ada yang sama satu pun. Ini adalah bukti konkrit betapa telitinya, telatennya, kreatifnya, Tuhan menciptakan kita. Begitupun dengan organ yang terdapat dalam tubuh kita masing-masing. Bukan berarti jika Anda tak dapat merokok karena rokok dapat menyebabkan batuk Anda kambuh seketika, saya pun akan seperti itu.

Semua tak dapat dipukul rata dan tak semua perokok berpenyakitan seperti larangan-larangan yang terdapat pada bungkus rokok: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Barangkali orang yang menggagas kalimat tersebut untuk disebarluas-paksakan agar tertempel di tiap-tiap bungkus rokok sepertinya kurang memahami sejarah mengenai Haji Djamari yang tak perlu saya tuliskan di sini.

Saya perokok aktif. Saya pun sangat hormat untuk tidak merokok di dekat kawan-kawan saya yang anti terhadap asap rokok, ataupun Ibu dan anak kecil. Rokok bagi saya menyerupai agama. Kita hanya perlu bertoleransi satu sama lain, bukan lantas meneriakkan keburukan-keburukan satu sama lain, karena belum tentu ajal diperhitungkan dari predikat kita sebagai perokok ataupun bukan. Semua sudah tertulis rapi di lembar kehidupan yang disiapkan oleh Tuhan.

Sudah banyak tulisan-tulisan mengenai manfaat rokok yang ditulis oleh perokok dan betapa buruknya mengonsumsi rokok yang ditulis oleh yang bukan perokok. Saya pertama kali ini menulis mengenai rokok. Ini sebenarnya bukan sekadar pembelaan saja. Saya merasa tak perlu membela predikat saya sebagai perokok, karena betapapun banyaknya orang yang sangat tegas menyuruh saya untuk berhenti merokok, saya tidak merasa sedang terancam dan butuh pembelaan.

Hanya saja, waktu selepas shalat Idul Fitri kemarin, batuk saya kambuh parah. Mama tiba-tiba saja berkata, “Gini ‘kan jadinya kalau terlalu banyak ngerokok. Mending kamu puasa aja deh tiap hari, biar gak ngerokok dari Shubuh sampai menjelang Maghrib. Kasihan paru-parumu.” Selebihnya, mengapa saya perlu menuliskan ini karena sebagai wujud cinta.

Jadi, begini, Ma…

 

Betapa kita selalu mawas diri bahwa yang berbahaya dari rokok sebenarnya bukan karena ia mengandung zat adiktif yang dapat menyebabkan candu, melainkan kita tak dapat memahami apa yang dapat diterima atau tidak oleh tubuh sendiri. Orang-orang yang kerap melakukan orasi ataupun tulisan mengenai betapa berbahayanya zat yang terkandung dari rokok, selalu mendiskreditkan bahwa rokok itu — dengan haqqul yaqinnya — adalah sesuatu yang berakibat penyakit, bahkan kematian. Mohon untuk tak lagi bersumbu pendek dalam berpikir.

Kita tak lantas melupakan bahwa apa saja yang diciptakan oleh-Nya terkadang memang mengandung paradoksikal. Gula itu pemanis, namun jika mengonsumsi secara berlebih akan membuahkan penyakit. Begitupun nasi. Begitupun garam. Begitupun daging. Terlalu banyak jika dituliskan di sini. Kita lalu melupakan mudharat yang lebih besar dari asap kendaraan yang di mana jumlah kendaraan di Indonesia ini semakin banyak karena semakin merakyatnya harga kredit kendaraan.

Sekali lagi, mari kembali memahami tubuh diri sendiri, sebelum hendak memahami tubuh orang lain dengan mengatakan rokok akan menyebabkan kematian. Lagipula, rokok sebagai bagian dari kebudayaan bangsa ini. Menghisapnya tentu secara langsung dapat dikatakan sebagai pelestarian budaya, bukan? Manusia sebagai pelestari kebudayaan perlu untuk mengonsumsi rokok, bagi yang memerlukannya. Bagi yang merasa melestarikan budaya bukan melalui rokok, silakan.

Kami para perokok pun sebenarnya tak dapat menafikan pula bahwa memang rokok itu menyebabkan penyakit. Namun, apa yang lebih berbahaya jika jiwa tak diberi asupan rokok? Kerap kali memelihara raga, tetapi melupakan sesuatu yang jauh lebih penting, yaitu jiwa. Ah, tersiksa betul rasanya. Berbicara mengenai rokok kepada orang yang tidak merokok sama halnya dengan berbicara mengenai betapa indahnya perjalanan menuju puncak gunung kepada orang yang menyimpulkan bahwa melakukan pendakian gunung itu tak ada pentingnya dan hanya menyebabkan capek raga.

Terakhir, mari kita kembali sama-sama mengingat untuk tidak melupakan para tokoh-tokoh besar yang hobi ngudud, beberapa di antaranya, Bung Karno, Jendral Soedirman, Albert Einstein, Fidel Castro, Winston Churcill, Mao Zedong, Steve Jobs, Che Guevara, dan masih banyak sekali. Oh iya, tak lupa saya masukan ayah dan mbah saya, walaupun mereka akhirnya memilih untuk berhenti. Pilihan yang sungguh penuh proses panjang.

Lagi pula, saya percaya bahwa Tuhan terkadang bersemayam di antara wangi cengkeh dan tembakau.