CUKAI

Selamat Hari Perempuan Internasional, Perempuan Perokok

Perempuan perokok dihantui  diskriminasi. Seringkali diskriminasi secara verbal disemprotkan kepada perempuan perokok. Ucapan-ucapan “Loh kok perempuan-perempuan merokok sih?” masih sering kita temui.

8 Maret diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional. Peringatan bagi perjuangan para perempuan dalam melawan diskriminasi dan kesetaraan gender di berbagai belahan dunia. Dan Hari Perempuan Internasional lebih dari sekadar momen peringatan semata, tapi juga menjadi sebuah gerakan sosial melanjutkan perjuangan kaum perempuan.

Di Indonesia, budaya patriarki yang masih melekat dalam tradisi dan kebudayaan masyarakat adalah sebuah tantangan bagi perjuangan kaum perempuan. Selain itu, kebijakan publik yang belum berpihak terhadap perlindungan dan keadilan gender bagi perempuan juga masih menjadi masalah yang dihadapi kaum perempuan di Indonesia.

Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2017 terdapat hampir 260.000 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan. Menurut catatan tahunan dari Komnas Perempuan, terdapat 173 perempuan yang dibunuh di Indonesia pada tahun 2017, dengan 95 persen di antaranya dibunuh oleh laki-laki.

Hal inilah yang kemudian tempo hari mendorong Women’s March Jakarta 2018 diselenggarakan oleh berbagai organisasi perempuan di Indonesia. Dalam Women’s March Jakarta 2018 setidaknya terdapat 8 tuntutan yang disuarakan.

  1. Tuntutan menghapus kebijakan yang diskriminatif

Dalam pers rilis yang dibagikan, tuntutan pertama berbunyi : “Menuntut pemerintah terutama DPR untuk menghapus hukum dan kebijakan yang diskriminatif yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok penghayat kepercayaan, kelompok difabel, kelompok dengan ragam orientasi seksual, identitas dan ekpresi gender, serta karakteristik seks. Termasuk di antaranya menghapus ketentuan perkawinan anak dalam UU Perkawinan, kriminalisasi dalam bab kesusilaan RKUHP, dan perda-perda yang diskriminatif”.

  1. Tuntutan untuk pengesahan berbagai hukum dan kebijakan

Bunyi tuntutan kedua : “Mendukung pemerintah dan DPR untuk mengesahkan hukum dan kebijakan yang melindungi perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok difabel, kelompok minoritas gender dan seksual dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Termasuk di antaranya mengesahkan RUU penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga”.

  1. Tuntutan untuk menjamin dan menyediakan akses keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan

Bunyi tuntutan ketiga : “Menuntut pemerintah dan aparat hukum terkait untuk menjamin dan menyediakan akses keadlian dan pemulihan bagi korban kekerasan berbasis gender dengan mendorong penegakan Perma nomor 03 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, menyediakan layanan visum gratis, serta layanan psikososial bagi korban kekerasan berbasis gender”.

  1. Menghentikan intervensi negara terhadap tubuh

Bunyi tuntutan keempat : “Menuntut pemerintah terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Hukum & HAM, juga Kementerian Kesehatan untuk menghentikan intervensi negara dan masyarakat terhadap tubuh dan seksualitas warga negara, termasuk salah satunya terkait sunat perempuan”.

  1. Tuntutan penghapusan stigma dan diskriminasi berbasis gender

Bunyi tuntutan kelima : “Menuntut pemerintah menghapus dan menghentikan stigma dan diskriminasi berbasis gender, seksualitas dan status kesehatan, salah satunya tentang kesehatan orang dengan HIV/AIDS. Serta memberikan jaminan pemenuhan hak atas kesehatan seksual dan reproduksi serta kesehatan jiwa yang adil dan setara”.

  1. Tuntutan menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender

Bunyi tuntutan keenam : “Menuntut pemerintah menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, dan pekerjaan melalui proggram pendidikan dan pencegahan kekerasan berbasis gender”.

  1. Mengajak masyarakat untuk tidak melakukan praktik kekerasan

Bunyi tuntutan keenam lebih bersifat kepada ajakan dan himbauan kepada masyarakat :

“Mengajak masyarakat berpartisipasi aktif menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, kesehatan, lingkungan hidup, dan pekerjaan”.

  1. Tuntutan untuk menyelesaikan akar kekerasan berbasis gender

Dan bunyi tuntutan kedelapan adalah : “Menyelesaikan akar kekerasan berbasis gender yaitu pemiskinan perempuan, khususnya perempuan buruh industri, konflik SDA, pekerja migran, perempuan narkotika, pekerja seks dan pekerja domestik”.

Dari kedelapan tuntutan di atas yang disuarakan dalam Women’s March Jakarta 2018, kita akan mengetahui betapa masih kompleksnya permasalahan yang dihadapi kaum perempuan di Indonesia. Meskipun, sedikit demi sedikit sudah mulai ada kemajuan bagi kaum perempuan, seperti semakin banyaknya perempuan yang mengisi pos pejabat publik, mulai mendapatkan kemudahan dalam mengakses hak-hak publik, dan bertambahnya partisipasi perempuan dalam politik dan ruang-ruang publik.

Tetapi tentu saja itu belum cukup untuk merepresentasikan keadilan hak-hak perempuan di Indonesia sudah terpenuhi dengan baik. Masih ada setumpuk permasalahan yang harus dihadapi kaum perempuan.

Salah satu permasalahan kaum perempuan yang paling sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari adalah persoalan diskriminasi dan stigma negatif terhadap perempuan perokok. Bagi perempuan perokok pasti sangat sadar bahwa permasalahan diskriminasi dan stigma negatif masih menghantui mereka.

Perempuan perokok dihantui  diskriminasi. Seringkali diskriminasi secara verbal disemprotkan kepada perempuan perokok. Ucapan-ucapan “Loh kok perempuan-perempuan merokok sih?” masih sering kita temui. Ucapan seperti ini jelas sangat diskriminatif bagi perempuan. Seakan-akan merokok adalah aktivitas maskulin yang diperuntukan bagi laki-laki saja. Padahal rokok sebagai barang konsumsi legal, tentunya boleh dikonsumsi oleh siapapun (kecuali anak di bawah umur), termasuk kaum perempuan yang notabenenya juga konsumen.

Selain mendapatkan diskriminasi, perempuan perokok juga kerap mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Stigma seperti “Perempuan perokok adalah perempuan nakal” sangat sering kita temukan dalam kehidupan bermasyarakat. Atau jangan-jangan secara tidak sadar dan sadar kita juga melakukan hal tersebut?

Tentu saja pelabelan stigma negatif terhadap perempuan perokok tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan perilaku konsumsi rokok. Rokok sebagai barang konsumsi legal dan barang boleh konsumsi karena tidak ada hukum yang mengharamkan dan melarangnya, tidak ada sangkut pautnya dengan menghukumi “moral” seseorang.

Dari dua permasalahan yang kerap melanda perempuan perokok hanyalah segelintir masalah yang dihadapi oleh kaum perempuan. Tetapi segelintir permasalahan tersebut jika hanya didiamkan, nantinya akan menjadi bom waktu yang setiap saat akan meledak.

Maka pada peringatan Hari Perempuan Internasional ini, kami para kretekus sedunia mengucapkan “Selamat Meneruskan Perlawanan dan Perjuangan Bagi Keadilan Kaum Perempuan”. Dan teriakan dengan lantang bahwa kaum perempuan tidak akan berdiam diri melihat ketidak adilan yang menimpa kaum perempuan, pekik gema perlawanan akan diteriakan.

Tinggalkan Balasan