OPINI

Tempo dan Matinya Keberimbangan Dunia Jurnalistik dalam Membahas Rokok

Kerja-kerja jurnalisme di Indonesia sudah tidak beres. Sebab, banyak media yang menganut rating sebagai Tuhan atas pekerjaan mereka. Selain rating ada hal lain yang juga menjadi penyebab ketidakberesan pada kerja-kerja jurnalisme, yakni kontrol modal atas suatu media. 

Membaca tulisan yang dimuat oleh Tempo mengenai rokok, rasanya sudah cukup membuktikan pernyataan bahwa kerja media disetir oleh rating dan modal besar. Silahkan Baca: Bukan Perokok, Bagaimana Sutopo Purwo Nugroho Kena Kanker Paru (Tempo)

Ada dua argumen yang dapat mengukuhkan pernyataan tersebut. Pertama, tulisan tersebut hanya berdasarkan cocoklogi dengan menyebut sebuah kasus, dalam hal ini kasus bapak Sutopo Purwo yang terkena kanker paru, lalu tanpa tedeng aling-aling menempelinya dengan data asal comot mengenai faktor risiko yang disebabkan oleh rokok.

Terdengar sangat konyol memang bahwa media besar sekelas Tempo melakukan kerja cocoklogi dalam kerja jurnalis-nya.

Disebut cocoklogi karena Si Jurnalis yang menulis tidak melakukan riset dan wawancara langsung kepada narasumber, tapi langsung menempelkan data faktor risiko rokok yang diambil tanpa ada sumber riset yang dicantumkan. Apalagi data tersebut berdomain Amerika Serikat, bukan di Indonesia. Tentu ini juga jadi berbeda studi kasus.

Padahal Si Jurnalis Tempo ini bisa mewawancarai rumah sakit, dokter dan bapak Sutopo sendiri untuk melengkapi tulisannya.

Artinya dari segi data, Tempo bermasalah.

Kedua, secara medis sebetulnya sampai saat ini para ahli belum menemukan penyebab pasti dari kanker. Kanker muncul ketika sel-sel sehat yang ada dalam tubuh bermutasi (berubah) menjadi sel kanker yang lantas merusak organ tempat sel tersebut berada.

Dalam hal ini, setiap orang mempunyai risiko untuk terkena kanker. Di sini sangat jelas bahwa bukan perokok sekalipun memang punya risiko terhadap kanker.

Tempo tidak mencantumkan data tersebut, malah cenderung tendensius menyasar rokok sebagai penyebab kanker. Pemberitaan Tempo terlihat sangat tidak berimbang.

Harus diingat bahwa semua produk konsumsi memiliki faktor risiko, termasuk rokok. Tapi bukan berarti kita dapat serta-merta menuduh bahwa rokok atau suatu produk konsumsi lainnya sebagai penyebab utama sebuah penyakit.

Pemberitaan tentang rokok dalam media seringkali terlihat menyudutkan. Media seringkali tidak berimbang dalam memberitakan rokok, padahal asas keberimbangan merupakan asas yang harus dipegang dalam dunia jurnalistik.

Apakah Tempo dan media-media lainnya pernah mewawancarai perokok ketika terdapat isu mengenai rokok? Sudut yang diambil hanyalah sudut pandang medis yang notabene dikuasai oleh wacana kelompok antirokok.

Jika sudah begini, apakah kita masih percaya terhadap media massa kita?