logo boleh merokok putih 2

Tidak Boleh Asal-asalan Menghukumi Rokok

Meski telah banyak literatur, baik soal kesehatan ataupun agama, yang mematahkan tudingan buruk terhadap rokok, tetap saja perdebatan soal bahaya hingga hukum rokok tak bisa dihindarkan. Reproduksi isu soal rokok berbahaya, mengandung zat-zat haram, bahkan dengan menciptakan mitos melalui saduran hadis-hadis bohong, ternyata sah-sah saja untuk memengaruhi masyarakat supaya membenci lintingan emas hijau ini.

Hal itu maklum, fatwa-fatwa soal rokok (baik kesehatan maupun agama) tentu saja terkait erat dengan situasi dan kondisi fatwa itu dibuat. Pertanyaannya kemudian, apakah fatwa tersebut mempertimbangkan situasi dan kondisi secara makro yang menyangkut kahalayak banyak, atau pesanan sedikit khalayak saja.

Soal bahaya rokok bagi kesehatan, banyak sekali para pakar yang mengatakan bahwa rokok ternyata baik untuk kesehatan, bukan penyebab kanker dan bukan sebab terjadinya penyakit yang sering digembar-gemborkan pegiat kesehatan serta diamini banyak masyarakat. Tak terkecuali soal agama, rokok dianggap haram tetapi pengharamannya hanya sebatas pada rokok saja, bukan hasil cukainya atau keuntungan yang bisa dinikmati bersama.

Lebih kerennya lagi, beberapa waktu lalu seorang ulama terkemuka, Ustadz Tengku Zulkarnaen, membagikan kisah tembakau berasal dari kencing iblis. Sebagai pemuka agama, tentu saja ada literatur yang dapat dirujuk atas apa yang diucapkan dan dilakukan. Ustadz Tengku mengatakan bahwa kisah itu didapat dari kitab Kasyful Asrar karangan Imam Khomeini. Pembaca sekalian tak perlu tercengang, mengapa Ustadzd yang anti-syi’ah club tiba-tiba mengutip cerita dari penggedenya orang Syi’ah.

Soal kitab Kasyful Asrar, seorang Professor dan Kepala Bagian Bahasa dan Sastra Timur, Universitas Cairo, Dr. Ibrahim ad-Dasuqi Syata menemukan kejanggalan pada terjemahannya. Dr. Ibrahim melakukan perbandingan antara kitab asli dan terjemahannya. Hasilnya, beliau menemukan bahwa hampir di setiap halaman ditemukan banyak alinea yang dibuang, konteksnya diubah dan diputarbalikkan, dipotong atau dihilangkan, pemalsuan terjemah kata-kata Parsi ke dalam bahasa Arab yang bukan makna dari arti yang sebenarnya. Meski demikian, Ustadz Tengku pasti mengutip dari kitab aslinya, bukan terjemahan untuk kebutuhan memfitnah tersebut.

Selain itu, ada satu hadis yang mendukung cerita Ustadz Tengku, tetapi Fatwa al-Lujnah al-Daimah lil Buhuth al-ilmiyyah wa al-Ifta (Lembaga Fatwa Arab Saudi) telah menegaskan bahwa hadis soal tembakau dari kencing iblis adalah hadis maudlu alias palsu, bahkan tidak ada asal usulnya, satu pembohongan yang haram atas nama Nabi Muahammad SAW. Haram juga menyebarkan tanpa menjelaskan kedudukan hadis tersebut.

Perbedaan memang tak akan pernah bisa terhindarkan. Bahkan, ikhtilaful ulama rahmatan, perbedaan antar ulama adalah rahmat. Tetapi bukan berarti jika pendapat yang berdasar pada teks dalil yang tidak benar terus diulang-ulang, tentu akan berbahaya. Bukan mencari titik benar, malah melakukan pembenaran terus menerus.

Sebenarnya, dari dahulu kala, sudah banyak ulama kompeten secara keilmuan telah memberikan hukum soal rokok dan menjawab mereka yang mengharamkan rokok. Salah satunya Al-Imam Abd Al-Ghani an-Nabilisi, seorang pengikut Madzhab Hanafi yang telah dianggap  murobbi (guru orang banyak), dengan lantang menyatakan rokok tidak haram. Bahkan, Ia telah membuat suatu karangan khusus dengan menawarkan dalil-dalil sahih tentang halalnya rokok. Risalah tersebut diberi nama “ash Shulh bain al-ikhwan fi Hukm Ibahah Syarb ad-Duhan” (Mendamaikan Para Kawan; Kitab tentang Bolehnya Merokok).

Pada kitab tersebut, Al-Imam Abd Al-Ghani an-Nabilisi menutup pembahasan dengan sebuah syair yang indah dalam bahar basith:

Wahai engkau yang merasa paling banyak ilmu dan amal, yakni umat Nabi Muhammad yang mengharamkan tembakau. Perasangkamu pada apa yang kukatakan sungguh keliru, bukanlah dusta kataku itu.

Sungguh, mereka yang benar berilmu tidak akan mengharamkan, tidak pula mereka yang ahli meneliti dan tidak menyimpulkan. Sayang, di antara mereka banyak tahu sifat-sifat tembakau. Gegabah pula menganggapnya kotor dan melempar caci.

Mereka bicara tentang lemahnya badan karenanya, juga tentang pikiran yang terancam kebinasaan. Di atas sifat-sifat itu mereka memutuskan dan tersebarlah fatwa kepada yang fasiq maupn yang nasiq.

Faktanya, tuduhan-tuduhan itu tiada lain hanyalah sebatas klaim dan kemudian, mereka mengharamkan rokok lalu menafikan manfaatnya. Selama tembakau tetap pada sifat asalnya, mentari boleh meneranginya dari angkasa.

Selain Abd Ghani, masih terdapat sejumlah nama lain yang berpendapat bahwa merokok adalah aktivitas halal, seperti al-Allamah asy-Syabramalis, Syaikh as-Sulthan al-Halab, dan al-Barmawi. Al-Barmawi mencuplik kata-kata gurunya, al-Babily yang berkata; menghisap rokok hukumnya halal.

Keharamannya bukan karena rokok itu sendiri (haram li dzatihi), namun karena ada unsur dan faktor luar yang memengaruhi atau mengubah hukum halalnya. Hukum merokok bisa berubah, tergantung kondisi perokok. Apabila rokok membuat Si A tertimpa madlartat tertentu, dan membahayakan dirinya, maka merokok haram baginya.

Perdebatan soal rokok tidak akan ada habisnya, selama orang-orang kecil macam kita ini tidak berusaha menyaring dengan seksama di balik terbitnya fatwa hukum tersebut. Ada dalil A, ada dalil B, ada dalil C, silahkan pilih yang terbaik untuk diri kita dan kemaslahatan orang banyak.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Ibil S Widodo

Ibil S Widodo

Manusia bodoh yang tak kunjung pandai