susenas
REVIEW

Meluruskan Nalar Baca Data Susenas September 2019

Banyak orang salah menalar saat membaca data sajian Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Jika baca datanya aja sudah salah, pastinya logika secara otomatis akan ikut keliru. Siapapun dia, harus hati-hati jika membaca data tersebut. Begitu keliru baca datanya, bias sesatkan pikiran si pembaca, bahkan bisa menyesatkan pikiran orang lain. Untuk itu mari kita sama-sama belajar baca data Susenas, agar tidak sesat dan menyesatkan pikiran banyak orang, seperti yang telah dilakukan salah satu juru bicara Presiden.

Kemarin ada seorang teman yang mengirim link tautan media sosial salah seorang juru bicara Presiden yang membahas “rokok” menjadi sebab kemiskinan kedua setelah beras. Sang Juru Bicara tersebut menulis, “tidaklah lebih baik kita menghentikan konsumsi rokok kini?”.

Seseorang ini tidak usah disebutkan namanya ya, sebab tak baik, ntar yang ada hanya perselisian dan pertengkaran. Karena ia ini kasihan menjadi salah satu korban dari ketidaktahuan, sayangnya ia tidak mau belajar dan cari tahu dahulu. Memang data Susenas dibuat seperti itu, sehingga banyak orang terjebak, bahkan di tahun-tahun sebelumnya ada salah satu pejabat Susenas membaca datanya pun demikian, dengan memojokkan rokok kretek akibatnya sesat dan menyesatkan banyak orang.

Baca: Agenda Jahat Antirokok Merebut Pasar Nikotin

Sederhananya begini, penduduk di Indonesia ini banyakan mana yang merokok dan yang tidak merokok?. Jawaban pertanyaan ini harus clear dulu. Pastinya jawaban sesuai fakta adalah banyak yang tidak merokok . Ya iyalah, penduduk di Indonesian ini kan jumlahnya didominasi kaum hawa dan mereka banyak yang tidak merokok. Belum lagi anak-anak, remaja yang masih sekolah belum boleh merokok sesuai aturan kebijakan pemerintah. Bahkan di kalangan kaum adam pun banyak yang tidak merokok, iya kan? Lalu logikanya gimana ya, perokok itu kaum minoritas tapi penyumbang kemiskinan nomor dua setelah beras. Mungkin begini penjelasannya, karena harga rokok terlalu mahal akibat pungutan pajak pemerintah berupa cukai terlalu gede. Jadi wajar kalau pengeluaran untuk rokok kretek filter ikut gede pula. Sebab pajak yang dipungut untuk rokok kretek filter paling gede dibanding rokok kretek non filter. Nah ketahuan, rokok menjadi penyumbang kemiskinan kedua setelah beras akibat dari pungutan pajak pemerintah terlalu tinggi, begitulah alurnya.

Dibawah ini, sajian data Sesenas supaya lebih mudah dan lebih jelas:

D:\my Dokuments\GUS UDIN\angka.jpg

Pada tabel di atas, ada 13 item makanan dan 8 item non makanan penyumbang kemiskinan di Indonesia sesuai data Susenas. Dilihat per item penyumbang kemiskinan tersebut mayoritas menjadi kebutuhan primer masyarakat. Bahkan menjadi kebutuhan sehari-hari sebagai mahluk hidup butuh makan dan perlindungan. 

Baca: Tembakau yang Paling Laris di Pasar Tingwe

Data Susenas tersebut seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan. Artinya pemerintah harusnya berupaya agar harga komuditas dan kebutuhan disesuai daya beli masyarakat. Ambil contoh pajak cukai rokok khususnya kretek filter jangan terlalu tinggi. Merokok kretek filter dan non filter sudah menjadi tradisi masyarakat Nusantara sudah ratusan tahun. Apalagi meracik rokok menjadi salah satu warisan nenek moyang. Tak berhenti disitu, aktifitas merokok tidak hanya sebuah tradisi tanpa makna. Merokok sebagai media relaksasi, rekreasi bahkan sampai sebagai media pengobatan. Jika menengok sejarah adanya rokok kretek khas Indonesia, dahulu kali pertama muncul rokok kretek untuk mengobati sakit bengek. Selanjutnya banyak riset yang mengatakan bahwa konten atau bahan dasar rokok kretek sangat dibutuhkan tubuh manusis. Hasil riset ini silahkan dibaca lagi pada tulisan terdahulu yang telah diterbitkan pada web boleh merokok yang berjudul “Ternyata Tubuh Manusia Membutuhkan Zat Yang Terkandung Dalam Sebatang Rokok Kretek”.   

Jadi rokok kretek asli Indonesia tak hanya menyumbang kas negara, tetapi juga bermanfaat bagi tubuh manusia. Jika ada informasi bahwa rokok penyumbang kemiskinan kedua setelah beras, jangan ditelan mentah-mentah, harus ditelusuri dahulu minimal dilihat akar penyebabnya, jangan asal menjustis. Tadi sudah dijelasin di atas ya. Asal tahu aja, kalau masyarakat dilarang merokok rokok kretek filter  sebenarnya yang paling rugi itu pemerintah, pendapatan kas Negara akan berkurang. Perusahaan rokok kretek bisa beralih ke profisi lain, sedangkan hasil pertanian tembakau dan cengkeh tetap akan dikonsumsi masyarakat dengan melinting sendiri “Tingwe”.   

Logika lain, jika rokok kretek filter penyumbang kemiskinan kedua setelah beras, dan harus ditinggalkan dengan dalih supaya masyarakat tidak miskin. Berarti komoditas dan kebutuhan yang lain, terutama beras yang paling besar sumbangannya terhadap kemiskinan  harus ditinggalkan, agar masyarakat lebih sejahtera?. Pastinya hal tersebut bukan solusi yang baik. Masak kebutuhan pokok ditinggalkan. Disinilah Pemerintah harus mengambil kebijakan yang solutif agar masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan pokoknya dan tetap sejahtera.