OPINI

Lagi-lagi Iklan Rokok, Kapan KPAI Tidak Tebang Pilih?

Iklan rokok lagi-lagi dipermasalahkan sebagai biang keladi meningkatnya prevalensi perokok anak. Padahal tidak pernah ada satu pun data penelitian yang mengungkapkan bahwa iklan rokok menjadi penyebab utama meningkatnya pravelensi perokok anak. Justru framing tersebut hadir atas dasar asumsi-asumsi semata.

Baru-baru ini, lembaga sekelas KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) memberikan pernyataan mengenai iklan rokok. Pernyataan KPAI terlihat seperti menuding iklan rokok berdasarkan asumsi semata. Konten pernyataannya pun bisa dikatakan sama persis dengan pernyataan-pernyataan kelompok antirokok yang sering menjadikan anak-anak sebagai tameng kampanye pengendalian tembakau.

Seharusnya jika memang benar iklan rokok memiliki dampak terhadap meningkatnya pravelensi perokok anak, sebagai lembaga yang kredibel KPAI harus memunculkan data valid bukan sekedar cocoklogi mengait-ngaitkan data.

Secara regulasi aturan mengenai iklan rokok baik di media luar ruang maupun media elektronik sudah ketat pengaturannya. Regulasi mengenai iklan rokok secara parsial sudah diatur dari mulai Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri hingga Peraturan Daerah.

Pada tingkat Undang-undang aturan mengenai iklan rokok terdapat di UU Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, di tingkat Peraturan Pemerintah terdapat PP 109 tahun 2012, di tingkat Peraturan Menteri terdapat Permenkes No 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau. Lalu di tingkat Peraturan Daerah, setiap daerah yang memiliki Perda Kawasan Tanpa Rokok di dalamnya juga terdapat aturan mengenai iklan rokok.

Regulasi-regulasi ini ada yang mengatur konten, jam tayang, bahkan larangan penggunaan media luar ruang bagi promosi rokok. Artinya hak niaga melakukan promosi bagi perusahaan-perusahaan rokok sudah sangat dibatasi.

Dan penting untuk dipahami kembali, terutama bagi kalangan antirokok yang menjadikan anak-anak sebagai tameng kampanye pengendalian tembakau, produk rokok sudah jelas dicantumkan sebagai produk konsumsi bagi orang-orang yang telah memiliki batasan umur 18 tahun ke atas.

Dalam setiap promosi produk rokok baik iklan media luar ruang maupun media elektronik selalu mencantumkan batasan umur konsumsi produk rokok dengan segala macam bentuk-bentuk peringatan lainnya.

Maka salah kaprah jika kalangan antirokok ini mengatakan iklan rokok menyasar anak-anak. Sepertinya antirokok tidak bisa membedakan mana kategori anak-anak dan mana kategori anak muda yang memiliki rentang umur 19-30 tahun.

Ketimbang asal tuding iklan rokok sebagai penyebab meningkatnya prevalensi perokok anak karena mengundang rasa penasaran bagi anak-anak, lebih baik KPAI berfokus kepada sosialisasi dan edukasi kepada orang tua, pedagang dan anak-anak itu sendiri mengenai batasan umur boleh mengonsumsi produk rokok.

Melakukan sosialisasi dan edukasi merupakan langkah konkret untuk mengurangi permasalahan pravelensi perokok anak. Tapi tentunya sosialisasi dan edukasi dilakukan secara obyektif, bukan seperti yang dilakukan KPAI dan kelompok antirokok lainnya yang mengajak membenci rokok dan perokok dengan menebar stigma-stigma negatif. Karena justru dengan tidak jujur dalam mengedukasi dapat menyebabkan rasa penasaran pada anak-anak akan muncul.

Yang terakhir, kami berharap pada KPAI agar benar-benar serius melindungi anak-anak Indonesia dari hal-hal yang negatif, dalam hal ini KPAI jangan tebang pilih bersuara lantang terhadap persoalan rokok. Kami tentu sangat mendukung KPAI jika terdapat pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan rokok dan anak-anak baik itu terkait produksi, penjualan maupun promosi.

Lalu kami juga mendukung KPAI untuk menertibkan tayangan-tayangan tidak mendidik seperti sinetron atau reality show yang tidak layak untuk menjadi tontonan anak-anak di bawah umur. Jangan lupa juga KPAI harus mendorong industri otomotif agar mencantumkan peringatan batasan umur boleh berkendara. Bukankah sangat banyak pengendara motor anak?