cengkeh
PERTANIAN

Cᴇɴɢᴋᴇʜ ᴅᴀɴ Kʀᴇᴛᴇᴋ

Cengkeh dimasa lalu pernah mempunyai nilai yang sangat tinggi hingga sampai disebut sebagai emas coklat. Harga perkilogramnya jauh lebih tinggi dari 1 gram emas.Para kolonial datang dan menjajah kita sampai berabad-abad, salah satu alasannya adalah cengkeh ini.

Selain untuk bumbu dan minyak atsiri, kegunaan terpenting cengkeh saat itu adalah sebagai pengawet makanan alami. Dengan kandungan senyawa fenolik dalam jumlah yang tinggi yang mempunyai sifat antioksidan, cengkeh dapat mengawetkan makanan dengan mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri.

Pamor cengkeh mulai menurun saat revolusi industri. Ketika lemari pendingin ditemukan tentu mengawetkan makanan jadi jauh lebih praktis dengan menggunakan lemari pendingin.

Tetapi cengkeh mulai naik lagi pamornya saat Haji Djamhuri dari Kudus menjadikan cengkeh sebagai ramuan pencampur rokok. Temuan ini kemudian menghasilkan rokok yang sangat khas Indonesia sejak awal abad 20 yaitu Kretek.

Pelan tapi pasti, para perokok Indonesiapun semakin menyukai kretek ini. Industri kretek lalu bermunculan dan bertumbuh cukup pesat sehingga kretek menjadi industri strategis nasional. Tentu saja rokok putih (tanpa cengkeh) yang umumnya milik perusahaan asing semakin ditinggalkan konsumen.

Industri kretek yang semakin berkembang ini tentu semakin meningkatkan denyut perekonomian nasional. Ada puluhan juta orang yang kemudian menggantungkan hidupnya dalam industri ini, dari pemilik pabrik, pekerja, petani, buruh tani, pedagang, pedagang eceran dan keluarganya.
Untuk informasi, industri kretek ini menyerap sekitar 97% produksi cengkeh nasional.

Secara nasional, dampak industri ini terhadap perekonomian sangatlah signifikan. Dari cukai saja pemerintah mendapatkan 157 T (tahun lalu). Ini mungkin pendapatan pemerintah terbesar diluar pajak.

Industri kretek ini seperti “BUMN” bagi negara yang terus menerus memberi keuntungan tanpa harus mengeluarkan modal, tanpa harus bekerja apalagi sampai memberi gaji ratusan juta untuk para pimpinan dan komisarisnya seperti BUMN -BUMN resmi pemerintah tetapi tetap masih banyak yang rugi.

Yang luar biasa lagi dari industri kretek ini adalah industri ini sepenuhnya sangat mandiri, artinya nyaris tidak ada ketergantungan dari unsur-unsur luar negeri dari hulu sampai kehilir. Betul-betul sangat Indonesia. Seburuk apapun situasi perekonomian dunia, industri kretek ini tidak akan bergeming. Lha yang memproduksi kita sendiri, bahannya dari kita dan yang mengkonsumsi juga kita sendiri. Industri kretek ini bisa dijadikan ikon ketahanan ekonomi nasional.

Belakangan ini, pemerintah mendapat tekanan yang semakin keras untuk meratifikasi FCTC, Framework Convention on Tobacco Control yang diinisiasi WHO yang tujuannya adalah menekan konsumsi rokok sampai sekecil mungkin termasuk upaya menghilangkan unsur perasa pada rokok (dalam konteks kita adalah cengkeh). Penekan terbanyak adalah organisasi-organisasi anti rokok dan tentu saja dengan jubah yang sangat indah “kesehatan masyarakat”.

Saya tidak mau berdebat soal kesehatan ini.
Dalam kampanyenya, WHO dan para anti rokok ini sebetulnya sudah sangat berhasil di Indonesia. Sudah sulit sekali kita menemukan kawasan bebas rokok saat ini dan dimana-mana bertebaran tanda larangan merokok.

Lihatlah para perokok itu menghisap rokoknya di ruang kecil bebas rokok dipojokan sambil berjejalan. Mereka sudah seperti warga kelas dua saja. Dan para perokok itu sudah hampir selalu distigmakan buruk, setidaknya sebagai pengganggu orang lain.
Jadi secara posisi, para anti rokok ini sudah mendapatkan kemenangan yang sangat besar.

Tetapi saya mempunyai pandangan bahwa masyarakat perokok akan tetap saja merokok. Ambilah misal kalau unsur perasa dalam rokok itu (cengkeh) dihilangkan, maka para perokok itu akan tetap merokok dan akan kembali ke rokok putih. Dan kita tahu siapa-siapa saja pemilik industri rokok putih itu.

Jadi sebetulnya tidak perlu kecerdasan yang tinggi untuk memahami bahwa ini bukan semata masalah kesehatan.
Ini perang dagang!!!

Kalau pemerintah meratifikasi FCTC, itu artinya lonceng kematian bagi industri kretek sudah dibunyikan. Dan puluhan juta orang yang menggantungkan hidupnya disana harus bersiap-siap dengan getir.
Ketika industri kretek dimatikan, secara ekonomi kita seperti bunuh diri dengan mengamputasi sumber daya ekonomi kita yang paling mandiri, sementara disisi lain masyarakat akan tetap saja merokok (rokok putih yang bukan produk kita).

Kalau memang benar rokok itu tidak sehat, maka kita akan dapat dobel dengan matinya industri kretek ini yaitu secara ketahanan ekonomi teramputasi dan masyarakat tetap sakit karena merokok.

#save_kretek
Salam dari desa.