satu antirokok sejuta msalah
OPINI

Satu Antirokok, Sejuta Masalah

Yang benar itu, “satu antirokok, sejuta masalah”. Hari Tanpa Tembakau Sedunia harus dilawan. Sebaik-baiknya. Sehormat-hormatnya.


Apa yang saya tulis awal tahun lalu akhirnya menjadi kenyataan, antirokok akhirnya merayakan lebaran besar mereka di tanggal 31 Mei 2022, dengan mengangkat isu baru yang tidak mereka gunakan sebelumnya; Satu Puntung Sejuta Masalah. Judul itu menyebar kemana-mana sekitar seminggu sebelum Hari Tanpa Tembakau Sedunia tanggal 31 Mei tadi.

Isu yang beredar itu berisikan narasi keburukan puntung rokok dan gambar-gambar puntung rokok secara acak yang ditemukan di banyak tempat. Tapi yang paling menarik perhatian adalah gambar ikan yang “diotopsi” oleh antirokok dan menunjukkan bagian perutnya berisikan belasan puntung rokok yang termakan oleh ikan tersebut.

Dari gambar itu bisa diartikan puntung rokok itu sudah menyebar ke perairan besar seperti sungai dan laut. Ikan kemudian memangsa atau tanpa sengaja memakan puntung rokok yang entah tenggelam atau mengapung di perairan.

pungtung dalam perut ikan

Ini mungkin subjektif, tapi saya juga memelihara ikan di rumah, di 3 aquarium berbeda, dengan lebih dari 10 jenis ikan air tawar di dalamnya. Hal yang menjadi perhatian saya di dalam ikan dan puntung rokok itu adalah cara mereka menelan puntung rokok, sehalus apapun puntung rokok itu pasti akan sulit ditelan oleh ikan berukuran 10-15 centimeter. Aroma puntung rokok itu hanya akan membuat ikan pergi menjauh karena bekas aroma bakar yang ada di dalam puntung tadi, pun begitu dengan sisa tembakaunya.

Kalau tidak percaya, coba saja membakar rokok sampai 80 persen bakar dan masukkan ke dalam aquarium atau kolam ikan di sekitar kalian. Ikan seperti Koki, Oscar, Arwana, Bawal atau bahkan Lele akan memuntahkan lagi puntung rokok itu ketika masuk ke dalam mulut mereka. Sama seperti Oscar memakan biji jagung atau dedaunan seperti sawi, kalau itu tidak sesuai selera mereka, ya akan dimuntahkan lagi. Belum lagi ikan-ikan kecil di sungai yang mulut kecilnya tidak akan sanggup menelan puntung rokok tadi.

Saking gatalnya dengan isu itu dan seakan tidak mampu berbuat apa-apa di media sosial, saya coba memasukkan puntung rokok di akuarium berisi Guppy dan Danio, dan di akuarium berisi Kura-kura dan Koki, hasilnya mereka tidak mau menyentuh makanan tadi, hanya sekadar mendekat lalu menjauh. Saya tidak habis pikir, apakah mereka yang membuat ide grafis tentang ikan tadi mau menyamakan puntung rokok dengan sampah plastik yang itu tidak sebanding dan sekali lagi, berlebihan sekali. Belum lagi saat poster antirokok itu saya berikan ke salah seorang teman pemancing berpengalaman yang sudah bertahun-tahun memancing ikan jenis apa saja. Jawabannya pun sangat sederhana; “ikan yo punya indera perasa, penciuman dan tentu punya otak”.

Dua hal tadi saya lakukan di Jogja beberapa hari sebelum berangkat ke Malang untuk mengantar panitia dan pembicara yang akan melangsungkan sebuah diskusi buku di Universitas Brawijaya; “Nicotine War, Membedah Siasat Korporasi Farmasi Jualan Nikotin”, tepat di tanggal 31 Mei 2022. Kalau antirokok berlebaran di tanggal 31 Mei, maka ada juga yang merayakan lebaran dengan cara berbeda; mensyukuri apa yang sudah dihasilkan oleh tanaman tembakau dan industri rokok selama puluhan tahun di Indonesia.

Ibarat aliran kepercayaan, saya, kami dan mereka, antirokok, juga berhak memperingati 31 Mei sebagai hari yang patut disyukuri. Salah satunya dengan membuat kegiatan seperti diskusi buku atau membicarakan tembakau beramai-ramai di media sosial. Entah bagaimana ceritanya, teman-teman yang berada di Jogja, yang sempat bertemu dan mengadakan Jelajah Kretek di sekitar tahun 2014 akhirnya menginisiasi lagi kegiatan Jelajah Kretek tahun ini di tanggal 31 Mei 2022. Mereka berangkat dari Jogja menuju Temanggung tanggal 30 Mei untuk datang ke ladang tembakau, sowan ke beberapa petani dan datang ke gudang tembakau seorang Grader yang akrab dipanggil Koh Yopi.

jelajah kretek

Teman-teman yang melaksanakan Jelajah Kretek sedang belajar dari Pak Yanto, petani dari Kledung, Temanggung.

Mereka perokok semua? Tidak. Ada sekitar 5 orang peserta yang saya kenal dan mereka semua tidak merokok. Satu di antara lima peserta non perokok itu juga pernah mengikuti Jelajah Kretek bersama saya di tahun 2014, namanya Dani, seorang seniman pembuat pisau dari Purworejo. Selama 2 hari 1 malam, teman-teman yang ikut Jelajah Kretek itu berkunjung ke Temanggung dan Kudus, untuk melihat bagaimana tembakau ditanam, diproses hingga menjadi rokok serta melihat secara langsung siapa saja yang terlibat dari hulu hingga ke hilir.

Perjalanan mereka itu kemudian diceritakan dengan berbagai cara, ada yang bercerita melalui media sosial, menulisnya lalu menjadi sebuah liputan atau ada yang merekam dengan audio visual. Perjalanan mereka selama dua hari hanya mampu saya saksikan melalui kanal-kanal media sosial sambil sedikit merasa iri tidak bisa mengikuti Jelajah Kretek kali ini karena harus menunaikan tanggung jawab sebagai orang yang mengantar tim diskusi Nicotine War di kota Malang.

Saya yang merasa iri di kota Malang, masih terus memantau aktivitas Jelajah Kretek sambil membantu mempersiapkan acara dan bekerjasama dengan panitia lokal Malang, LPM Canopy, dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Menurut pengakuan LPM Canopy, LPM mereka sejak lama dikenal sebagai LPM yang tidak mendukung kegiatan apapun yang berhubungan dengan rokok. Tapi setelah mereka membaca apa yang ditulis oleh Wanda Hamilton di buku Nicotine War, mereka sepakat isu yang ada di buku itu bukan sekadar ajakan merokok, tidak hanya membicarakan antirokok dan pro rokok dan tidak hanya sekedar penelitian untuk kepentingan industri, tapi ada isu dan rencana besar lain apabila diterapkan di Indonesia akan berimbas ke banyak hal dan mematikan hajat hidup orang banyak.

Nicotine War menggambarkan secara gamblang bagaimana negara ini kemudian tidak memiliki kemandirian atas keputusan dan haknya memilih jalan sendiri, bagaimana negara ini menjiplak peraturan untuk memuluskan rencana-rencana besar yang di kemudian hari akan menguntungkan industri farmasi. Dan itu semua sudah terjadi hari ini, dan apa yang dituliskan oleh Wanda Hamilton belasan tahun lalu bisa kita saksikan saat ini di sektor Industri Hasil Tembakau.

bedah buku nicotine war

Nicotine War” hari ini muncul sebagai peringatan dan perlawanan ulang kepada antirokok dan pihak-pihak di belakangnya yang terus mengkerdilkan bahkan mematikan Industri Hasil Tembakau dari berbagai sisi. “Nicotine War” hari ini muncul kembali sebagai simbol perlawanan kepada siapapun yang bertujuan mematikan hajat hidup orang banyak di Industri Hasil Tembakau.

Tepat di tanggal 31 Mei kemarin, diskusi buku Nicotine War mendapatkan dukungan moral dari Kudus dan Temanggung untuk melawan semakin masif dan ngawurnya kampanye antirokok di negara ini. Tidak hanya di 3 kota tadi, Jogja pun melalui jejaring teman-teman pegiat media sosial melakukan protes melalui media sosial dengan menyebutkan beberapa fakta tentang kampanye antirokok.

Tidak hanya kegiatan dari 4 kota tadi, jejaring kami di beberapa daerah pun menanggapi #HTTS2022 sebagai hari besar bagi Industri Hasil Tembakau dan rokok kretek untuk memberikan perlawanan agar masyarakat luas menemukan jawaban atas kecurangan kampanye antirokok, penelitian-penelitian yang lemah, pemberian stigma buruk yang terus didapatkan oleh perokok, narasi-narasi liar yang mudah ditelan oleh pembacanya sampai menyalahartikan dan ikut menilai negatif rokok khususnya rokok kretek hingga memberikan protes kepada pemerintah atas keputusan-keputusannya yang merugikan.

Antirokok tentu tidak akan berhenti memerangi IHT dengan ratusan alasan yang dibuatnya. Dengan mudah mereka hanya menyerap aturan-aturan yang berlaku di luar negeri lalu dipaksa diterapkan di sini. Itu belum termasuk kepentingan industri farmasi yang sudah sejak lama direncanakan, perlahan menguasai peraturan-peraturan di negara ini, mendesak negara ini dari berbagai sisi sejak lama, dan itu sudah dikatakan oleh Wanda Hamilton bertahun-tahun yang lalu dengan sangat jelas di buku Nicotine War.