pasang surut cengkeh nusantara
PERTANIAN

Pasang Surut Cengkeh, Saus Utama Kretek

Cengkeh (syzygium Aromaticum) sebagai rempah utama yang menjadikan rokok kretek berbeda dengan rokok putih, adalah tanaman asli nusantara yang telah merubah sejarah peradaban dunia.

Cengkeh telah dikenal ribuan tahun sebelum masehi pada masa kerajaan Romawi Kuno, sebagai bahan berkhasiat bagi kesehatan seperti pengawet makanan serta sebagai bahan bagi terapi bagi penyakit jantung telah berniai ekonomis tinggi.

Hal ini kemudian yang mendorong Vasco Da Gama, penjelajah legendaris dari Portugis mengelilingi dunia untuk menemukannya dan menempat-kannya pada peta dunia saat itu. Tidaklah berlebihan apabila sementara orang menganggap sejarah rempah (cengkeh dan pala) adalah sejarah perdagangan (The Economist).

Hingga saat ini belum ada penyanggahan bagi keyakinan seorang pedagang Venesia bernama Nicolo Conti bahwa cengkeh berasal dari pulau Banda dan pulau-pulau sekitarnya.

Beberapa ahli botani menyatakan bahwa cengkeh berasal dari kepulauan Maluku seperti pulau Ternate, Tidore, Makian, Moti, Weda, Maba, Bacan hingga pulau Rote di selatan. Setelah berhasil memukul mundur Portugis VOC memonopoli perdagangan cengkeh dan menghasilkan keuntungan yang luar biasa besar saat itu.

Begitu strategisnya komoditi ini hingga VOC merasa perlu menempatkan markas besarnya di Ternate selama tiga periode, yaitu pada masa jabatan gubernur jendral Pieter Both(1610-1614), Gerard Reynst (1614-1615) hingga Dr. Laurens Learel (1615-1619).

Monopoli dagang dan upaya pengendalian harga cengkeh oleh VOC dilakukan dengan cara Stelsel Hongi Tocten atau pelayaran Hongi setiap tahun mulai tahun 1625 hingga 1824, berupa extirpartie atau penghancuran perkebunan cengkeh rakyat, kerja paksa, tanam paksa dan penyerahan hasil perkebunan paksa.

Hal inilah yang memunculkan kesadaran awal persatuan serta perlawanan terhadap dominasi asing(baca:VOC) oleh masyarakat kaum Muslim Hitu, pasukan desertir Kristiani Ternate di Hoamal, Seram Barat, rakyat dan kerajaan Gowa serta bangsa pelaut Makassar.

Persekutuan ini kemungkinan memiliki jejaring dengan perlawanan yang sudah terbentuk di Jawa, karena persekutuan tersebut dipimpin oleh Kakiali, seorang dari Hitu yang notabene adalah salah satu murid Sunan Giri.

Semangat persekutuan ini kami anggap sebagai bukti bahwa nasionalisme nusantara sudah mulai terbentuk sebagai kuda hitam dengan memasuki kancah pertempuran segi tiga kekuatan dunia saat itu yaitu Portugis, Spanyol dan VOC Belanda dalam penguasaan dunia timur. Perlawanan yang lama dan berdarah-darah melahirkan pejuang-pejuang besar seperti Philip Latumahina, Anthony Rebak, Said Perintah dan Pattimura alias Thomas Matulessy.

Selama hampir dua abad VOC merajai perdagangan cengkeh, hingga keniscayaan paham liberalisme awal, melahirkan seorang Piere Poivre, penjelajah perancis yang berhasil ‘mencuri’ bibit cengkeh dari Maluku dan mengembang-biakkannya di Zanzibar, sebuah wilayah jajahan Perancis.

Persaingan bebas menempatkan cengkeh Zanzibar sebagai primadona, menggeser cengkeh nusantara. Cengkeh Zanzibar konon lebih diminati karena kandungan minyaknya yang lebih rendah. Selanjutnya, The French East India Company berhasil menggusur VOC ke dalam jurang kebangkrutan sekaligus merebut monopoli perdagangan cengkeh eropa pada tahun 1798.

Pada pertengahan abad XIX harga cengkeh dari Ambon-Lease cenderung melorot turun. Dan jumlah produksinya pun terus berkurang sejalan dengan penghapusan politik tanam paksa sejak 1 Januari 1864. Perkebunan dan Perdagangan Komoditi cengkeh dari nusantara porakporanda. Hingga pada suatu saat, dilaporkan bahwa harga cengkeh Ambon menunjukkan grafik meningkat. Dan dilaporkan pula jumlah pohon cengkeh pun meningkat di afdeling Ambon dan afdeling Ternate.

Fenomena apalagi kalau tidak untuk pemenuhan kebutuhan saus rempah rokok kretek. Bukti awal kebangkitan industri rokok kretek telah muncul, rokok asli Nusantara!


Artikel ini diambil dari buku “Kretek Pusaka Nusantara”. Literasi lengkap seputar kretek bisa kalian dapatkan melalui bukukretek.com