logo boleh merokok putih 2

Lima Syarat Mutlak Pungutan Cukai dan Dampaknya

perpajakan cukai

Tidak bisa dipungkiri cukai adalah seperti halnya pajak sebagai sumber keuangan negara melalui pungutan secara yuridis diperkenankan. Akan tetapi pemerintah tidak boleh memungut atas dasar kesewenang-wenangan terhadap masyarakat. Karena pungutan pajak dan cukai telah diatur dalam Undang-undang 1945 Pasal 23 ayat 2, memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik Negara maupun masyarakat. 

Menurut hukum perpajakan, dalam pemungutan baik pajak dan pungutan cukai harus memenuhi lima persyaratan, yaitu:

  • Pungutan harus adil, umum dan merata sesuai kemampuan masing-masing. Bagi wajib pajak berhak mengajukan keberatan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada pertimbangan pajak.
  • Pungutan harus berdasarkan Undang-undang sebagai syarat yuridis. Sebagai jaminan hukum keadilan baik bagi pemerintah ataupun warganya.
  • Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi). Artinya pungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan sehingga menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat
  • Pungutan harus efisien (syarat finansial), sesuai budgeteir biaya pungutan harus dapat ditekan lebih rendah
  • Sistem pungutan harus sederhana, guna mendorong masyarakat sadar pajak. 
  • Faktanya tidak demikian, baik pajak dan pungutan cukai saat ini sudah tidak memperdulikan lima asas di atas. Pemerintah dalam pemungutan pajak dan cukai lebih hanya mempertimbangkan kewajiban masyarakat dari pada melihat dan memenuhi hak masyarakat. Dengan kata lain pemerintah lebih mengutamakan haknya memungut, sedangkan kewajibannya diabaikan.

Pada kasus pungutan cukai rokok, sampai detik ini pemerintah mengabaikan dan jauh dari lima asas di atas. Justru sebaliknya, pungutan cukai rokok saat ini girohnya untuk pengendalian dan mematikan rokok dan sektor pertembakauan secara perlahan.  

Apa yang dilakukan pemerintah untuk pungutan cukai sudah keluar jalur dari hukum perpajakan. Bahkan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah muncul. Dimana pungutan cukai selalu dinaikkan tiap tahunnya tanpa mempertimbangkan kekuatan masyarakat, tanpa memperdulikan konsumen (membayar pajak cukai yang taat), bahkan tanpa memperdulikan siklus ekonomi bangsa yang padat karya. 

Dalam hal pungutan cukai, pemerintah juga telah mengabaikan Undang-undang dasar 1945 Pasal 23 ayat 2, memberikan jaminan hukum berkeadilan baik Negara maupun masyarakat. 

Sekali lagi, dipertegas dalam hal pungutan cukai, pemerintah telah mencederai hukum perpajakan dan UUD 1945. 

Pertanyaan selanjutnya, jika pemerintah telah melanggar aturannya sendiri, kemudian siapa yang boleh menghakimi? 

Keadaan ini berbalik arah terhadap perlakukan pemerintah terhadap rakyat. Jika rakyat tidak bisa membayar pajak atau tidak bisa membayar pungutan cukai, hukum ditegakkan. Sedangkan mayoritas rakyat yang tidak bisa bayar pajak dan pungutan cukai karena dirasa pajak dan pungutan sangat besar dan berat.

Kenaikan pungutan cukai tanpa memperdulikan dampak bagi puluhan juta masyarakat yang hidupnya tergantung pada sektor pertembakauan. Bahkan lebih parah lagi, pemerintah saat ini tidak memperdulikan nasib ekonomi rakyat petani tembakau, petani cengkeh, buruh, industri bahkan nasib konsumen. 

Ketika cukai selalu dinaikkan tiap tahunnya, maka harga rokok harus ikut naik. Konsumen akan berat diongkos untuk dapat menikmati rokok sesuai selera. Menjadikan haknya konsumen terampas. Selanjutnya peredaran rokok di lapangan melemah, yang kemudian industri akan sulit mempertahankan keberlanjutannya. 

Keadaan ini pasti akan berdampak terhadap buruh atau karyawan. Bisa jadi dirumahkan tanpa pesangon, di PHK dengan pesangon, pemotongan jam kerja, sampai bahkan pemotongan intensif atau meniadakan jaminan kesejahteraan buruh lainnya. Seperti jaminan kesehatan, THR dan lain sebagainya. 

Selain itu, juga akan berdampak terhadap pembelian bahan baku tembakau dan cengkeh. Bentuknya bisa pengurangan pembelian, sampai dengan penurunan harga bahan baku. Karena tiap industri akan sangat mempertimbangkan situasi peredaran rokok di lapangan. Baik kuantitasnya ataupun trend konsumen. 

Kalau jumlah penjualan rokok menurun, pasti dampak di atas terjadi. Begitu juga, jika tren konsumen memilih rokok harga murah, maka dampak di ataspun terjadi.  

Jadi selama ini masalah kenaikan cukai, pemerintah sama sekali tidak mengindahkan aturan perpajakan aturan UUD 1945 dan tidak mempertimbangkan dampak negatif di kemudian hari bagi rakyat sektor pertembakauan dan konsumen. Sedangkan mereka, jelas-jelas elemen yang memperkuat perekonomian bangsa Indonesia. Mereka lebih berdikari daripada sektor lainnya. 

Sudah saatnya pemerintah sadar akan hal ini. Pemerintah harus mengedepankan asas keadilan bagi rakyat. Pemerintah salah jika haknya selalu dituntut sedangkan kewajibannya belum terpenuhi. 

Pemerintah jangan memaksakan diri untuk memperkaya pemasukan (APBN) dengan menaikkan cukai, sedangkan puluhan juta rakyat menderita gara-gara kenaikan cukai tersebut. 

Cukai merupakan pendapatan negara yang pemungutannya harus berdasar pada Undang-undang dan hukum perpajakan di Indonesia

Jika pemerintah saja telah mengabaikan aturan sah dan regulasi baku, jangan salahkan jika rakyat akan mengikuti jejak langkah pemerintah. Karena jaminan hukum di Indonesia sangat jelas dengan berkeadilan bagi Negara dan rakyatnya.  

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Udin Badruddin

Udin Badruddin

Seorang santri dari Kudus. Saat ini aktif di Komite Nasional Penyelamatan Kretek (KNPK).