Iklan rokok jadul memang membawa kenangan sendiri. Iklan yang menarik, unik dan kadang juga membuat kita semua haru.
Tahun 97, saat pertama kali menginjakkan kaki di Jogja, saya masih melihat poster-poster konser musik dengan isi yang blak-blakan mengenai pembelian tiket akan mendapatkan 2 bungkus rokok untuk kelas A, dan 1 bungkus rokok untuk kelas B. Atau misalkan membeli paket A akan mendapatkan 1 buah kalender dan sebungkus rokok serta banyak lagi paket penjualan tiket konser musik di Jogja.
Di era 90an, lazim terlihat banyak sekali iklan rokok yang muncul di televisi, poster di warung, majalah dewasa atau surat kabar, dan tidak hanya menampilkan iklan seperti sekarang. Bahkan di akhir 80an saya masih melihat iklan Dji Sam Soe yang secara tegas mengatakan bahwa sehabis makan, rokok kretek filter adalah pilihan yang tepat untuk menghisap rokok. Seingat saya, isi narasinya kurang lebih seperti ini; Setelah selesai makan siang, saya kehabisan rokok dan teman saya menawarkan Djisamsoe non filter sebagai penutup santap siang kami, awalnya saya ragu, tapi akhirnya saya mengambil keputusan yang tepat dengan memilih Dji Sam Soe sebagai rokok kretek pilihan.
Dengan POV seorang pria yang bekerja sebagai kontraktor atau semacamnya, iklan itu dimuat satu halaman penuh di majalah Matra, dengan gambar pria menggunakan kemeja krem atau putih, menggunakan celana jeans duduk di anak tangga yang belum selesai dikerjakan. Narasi yang saya sebutkan di atas ditulis di bagian bawah halaman sisi kanan atau kiri, dan sisi sebelahnya dimuat gambar Djisamsoe kuning tanpa peringatan rokok membunuhmu.dsb.
Beberapa halaman berikutnya, kita akan menemui iklan rokok dari brand lain. Yang paling sering saya temui saat itu antara lain; Djarum Super, Gudang Garam, Bentoel, Wismilak dan yang iconic pada masanya karena memunculkan pria bertopi koboi sedang mengapit rokok di bibirnya dan seakan-akan duduk di atas seekor kuda. Kalian harusnya tahu itu rokok apa. Karena gaya naik kudanya juga sempat muncul di televisi. Belum lagi rokok-rokok layer kedua yang juga sempat mencicipi tampil di beberapa majalah atau surat kabar seperti Kansas, Ardath atau Crystal biru dan Mustang. Di tahun 90an, nama Crystal biru dan Mustang sempat melambung di daerah Sulawesi, dan menjadi pilihan banyak orang karena harganya yang murah.
Sementara di televisi, berlomba-lomba brand besar seperti Djarum Super, Sampoerna Merah atau King Size, Gudang Garam Filter dan Bentoel silih berganti tayang di sela-sela acara televisi. Tapi waktu itu, keluarga saya yang masih hidup menggunakan antena parabola hanya bisa melihat tayangan iklan rokok itu di stasiun tv swasta. Bagian paling menyenangkan bagi saya saat itu adalah iklan rokok di bulan Ramadhan, lebaran atau 17-an. Brand-brand besar akan membuat iklan dengan konsep yang sangat luar biasa bagi saya. Dengan durasi iklan yang bahkan bisa sampai 30 detik yang khusus tayang di hari-hari besar nasional.
Rasa rindu saya mengenai iklan rokok di televisi bisa terbayar 2-3 tahun terakhir karena banyak channel youtube yang mengunggah ulang iklan-iklan rokok di era 80-90an, walaupun tidak semua iklan rokok di era itu, tapi cukup mengobati rasa penasaran kalian yang membaca tulisan ini dan ingin tahu seperti apa iklan rokok yang dibuat sebelum ada intervensi dari antirokok seperti sekarang. Kata kunci pencarian yang paling mudah; Iklan Rokok Jadul Tahun 90-an. Silahkan dipilih sendiri, kalau saya sih memilih menonton yang kualitas videonya baik.
Setelah cukup lama menyaksikan iklan rokok di televisi dan melihatnya di majalah, akhirnya saya berkesempatan melihat bagaimana sebuah acara besar yang disponsori oleh rokok berlangsung, tentu saja megah dan terbilang jauh lebih meriah dibandingkan acara yang disponsori oleh makanan atau minuman. Acara bersponsor rokok yang pertama kali saya ikuti adalah konser SLANK; A Mild Live Konser PISS 30 kota di Jogja. Saya datang ke acara itu karena memang menyukai SLANK dan rasa penasaran saya seberapa besar rokok itu mengeluarkan anggaran untuk banyak kegiatan dan promosi.
Rasa penasaran itu saya rasakan semenjak melihat iklan rokok di televisi dari Bentoel, yang saat iconic sekali dengan kata-katanya; I Love Blue Of Indonesia. Iklan yang berdurasi lebih dari 10 detik itu menceritakan bagaimana alam di daerah-daerah di Indonesia ini sangat indah dan memiliki budaya daerah yang sangat beragam. Di tahun 90-an belum ada Drone, jadi saat itu saya hanya berpikir berapa besar biaya yang dikeluarkan oleh Bentoel dengan menyewa helikopter untuk mengambil gambar dari udara dan dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Belum lagi kebutuhan teknis yang lain seperti truk pembawa alat, kru dan lain-lain.
Di usia belasan tahun, saya sudah memiliki rasa penasaran yang cukup besar setiap kali melihat acara televisi atau iklan yang memproduksi kontennya dengan sangat baik atau bahkan kolosal seperti film-film laga di era itu. Dan jujur saja, saya mulai memperhatikan mengenai biaya sebuah produksi film atau iklan setelah melihat iklan rokok jadul di hari-hari besar yang saya sebutkan tadi. Dari ketertarikan itu pula saya lalu mulai memahami bahwa sebuah proses dan hasil itu membutuhkan biaya yang pantas dan dikerjakan oleh orang-orang yang kompeten pula.
Ya, di balik iklan rokok yang konon sangat membahayakan itu kadang ada hal baik pula yang bisa dipelajari, seperti yang saya alami. Di Kemudian hari, saya lebih bisa menghitung biaya produksi sebuah kegiatan dengan lebih cermat dan tidak berlebihan, dan tetap berusaha untuk mendapatkan hasil maksimal yang masuk akal. Dari sekedar proses pembuatan iklan rokok di media cetak hingga standar produsen rokok dalam menyelenggarakan dan mensponsori sebuah acara seperti konser SLANK tadi atau saat Djarum Super mensponsori konser “come back” God Bless di tahun 97 saya akhirnya bisa menyadari ada sirkulasi perekonomian yang sangat besar sedang berjalan, saling menguntungkan dan dinikmati oleh banyak orang.