polusi udara jakarta
OPINI

Polusi Udara Memang Penyebab Kematian Tertinggi di Dunia

Pemerintah Indonesia harus waspada. Berdasarkan penelitian dari jurnal The Lancet Planetary Health, polusi udara adalah penyebab kematian tertinggi di dunia mengalahkan terorisme, perang, malaria hingga alkohol. 

Polusi udara mengakibatkan setidaknya sembilan juta orang meninggal dunia pada 2017. Bagi Richard Fuller, salah satu peneliti pada jurnal tersebut menyatakan bahwa polusi adalah ancaman eksistensial bagi kesehatan manusia. Bahkan, tidak hanya manusia melainkan keseluruhan planet. Lebih lanjut, polusi berbahaya bagi seluruh makhluk hidup di bumi. 

Dalam sebulan terakhir, Indonesia menjadi sorotan dunia karena beberapa kota besar, seperti DKI Jakarta, menempati daftar sepuluh besar untuk kota dengan kualitas udara terburuk. Ada yang salah dengan DKI Jakarta, tapi apa, ya?

Polusi Udara Ancaman Eksistensi Manusia

udara dki jakarta

Per 1 September 2023, sesuai data yang dilansir IQAir, DKI Jakarta memang agak “membaik” untuk urusan kualitas udara. Ibukota Indonesia itu, kini, menempati peringkat keempat. Sedangkan peringkat pertama untuk urusan kualitas udara terburuk adalah Depok, yang kemudian disusul Karawang, dan Tangerang Selatan. 

Namun, bukan masalah peringkat yang seharusnya menjadi perhatian masyarakat Indonesia, melainkan polusi udara telah menjadi ancaman eksistensi manusia. Mengapa begitu?

Sejak awal 2023, Jokowi telah mencabut status darurat pandemi Covid-19 sehingga masyarakat Indonesia bebas menghirup udara tanpa harus menggunakan masker. Sayangnya, hal tersebut tidak bisa bertahan lama, khususnya untuk DKI Jakarta. 

Masyarakat dihimbau untuk menggunakan masker kembali. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Jokowi terlihat menggunakan masker saat melakukan kunjungan di beberapa titik di DKI Jakarta. Yang terbaru, Sri Mulyani, saat melakukan rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, mengaku kehilangan suara karena terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). 

Kalo sudah sampai para pejabat tinggi di Indonesia mulai kelimpungan tubuhnya akibat polusi udara, semestinya pemerintah harus hadir dan menangani polusi udara. Jangan sampai angka sembilan juta yang merupakan akumulasi jumlah seluruh dunia menjadi angka hanya untuk Asia Tenggara, atau bahkan Indonesia!

Pemerintah daerah DKI Jakarta telah melakukan berbagai cara seperti mencoba membuat hujan buatan, atau menyemprotkan air dari gedung-gedung tinggi ke jalanan. Namun, tampaknya langkah tersebut tidak begitu efektif. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah Indonesia?

Pemerintah Harus Bertindak Tegas

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan bahwa sektor transportasi merupakan pengguna bahan bakar terbesar di Indonesia. Datanya mencapai 44%. Yang menarik, dari sisi penghasil emisi karbon monoksida (CO), sektor transportasi menyumbang 28.317 ton atau sekitar 97%.

Dari sekian jumlah ton dan persentase tersebut, DKI Jakarta adalah kota dengan pemilik kendaraan bermotor, khususnya sepeda motor, terbanyak kedua, setelah Jawa Timur di Indonesia. Terhitung lebih dari 20 juta orang menggunakan sepeda motor. 

Semestinya dengan data tersebut, pemerintah harus bertindak tegas dengan mengalihkan masyarakat ke transportasi publik. Syaratnya, tidak hanya masyarakat menengah ke bawah yang diharuskan beralih melainkan juga masyarakat menengah ke atas, terutama pejabat publik

Jika pejabat publik memberikan contoh yang baik, sudah pasti masyarakat akan menirunya. Namun, apabila masih melakukan hal seperti itu, rasanya Indonesia akan awet sebagai penyandang status negara dengan polusi udara terburuk di dunia. 

Namun, harus diingat, bukan masalah statusnya, ya. Melainkan ancaman kematian yang tampak begitu nyata. Dalam hal ini anak-anak, dan balita adalah generasi penerus bangsa yang paling terdampak. Mereka yang semestinya mendapatkan hak hidup, hak menikmati udara bersih justru terancam berumur pendek. 

Pemerintah harus bertindak tegas. Sebab, jika tidak, kematian seperti pandemi Covid-19 dapat terulang lagi.