jokowi larang rokok eceran
OPINI

Dilarang Menjual Rokok Eceran, Pedagang Sebut Pemerintah Ingin Matikan UMKM

Sebagaimana amanat dari UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, Pemerintah Indonesia berusaha menyusun dan mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Ada banyak pasal yang terkandung di dalamnya dan salah satunya ialah rokok eceran. 

Sebenarnya tidak hanya rokok eceran yang menjadi poin penting dalam aturan RPP Kesehatan. Melainkan juga display rokok, iklan rokok, pengelolaan bahan tambahan, hingga pelarangan sponsor rokok. Namun, yang menjadi sorotan akhir-akhir ini adalah pelarangan rokok eceran. 

Mengapa pemerintah getol untuk melarang penjual memperdagangkan rokok batangan? Apakah ada penyebabnya? Bagaimana dampak dari pelarangan tersebut? 

Dilarang Menjual Rokok Eceran

Salah satu alasan dari pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan, terkait rokok eceran adalah aksesnya yang masih terlalu mudah. Hal ini mengakibatkan banyak anak bisa membeli rokok eceran dengan mudahnya. 

Menurut data yang mereka himpun, prevalensi perokok anak dari tahun ke tahun semakin meningkat. Persentasenya bisa menyentuh angka 7%. Namun demikian, data dari BPS 2022 mengatakan sebaliknya. Data tersebut menjelaskan bahwa persentase perokok anak menurun. Datanya pun berkisar 3,69%.

Lalu, mana yang benar? Kita tidak perlu memperdebatkannya. Sebab, ketika lembaga dalam negeri sudah mengeluarkan riset terbaru, alangkah lebih baik kita mempercayakannya. 

Khusus rokok batangan, pelarangan tersebut menjadi ganjil. Ini sama saja pemerintah sedang, perlahan-lahan, membikin pelaku UMKM mati. Padahal, ada banyak pemasukan dari penjualan rokok. Bahkan, beberapa pedagang mengatakan bahwa rokok menjadi sumber pendapatan utama. 

Apabila pemerintah justru melarang dan peraturan tersebut mengekangnya sama saja pemerintah mengerdilkan sila kedua, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila kelima, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 

Pembenahan dan Penegakkan Peraturan

Sebenarnya peraturan pelarangan rokok batangan bersifat ambivalensi. Negara mengambil keuntungan dari sebatang rokok melalui cukai. Namun, anehnya justru pembelian sebatang rokok hendak dilarang. 

Barangkali, pemerintah hanya ingin konsumen membelinya dalam jumlah banyak agar keuntungan negara semakin berlipat. Padahal setiap orang memiliki kebutuhan yang bervariasi dan mereka akan membelinya sesuai keterjangkauan mereka. 

Alangkah lebih baik apabila pemerintah memberikan edukasi kepada penjual atau pedagang asongan. Misal, pelarangan penjualan rokok pada anak muda ditegakkan. Lalu, harus menunjukkan KTP. Itu hal yang bisa dilakukan pemerintah. 

Akan tetapi, jika memang hanya mengambil keuntungan ekonomi tanpa melihat dampak sosial dan budaya, percayalah, penjual rokok eceran hingga pedagang asongan akan berteriak.