OPINI

Kegagalan Lakpesdam PBNU dalam Melihat Produk Tembakau Alternatif

Sejak masuknya produk alternatif tembakau pada rekomendasi Munas Ulama Nahdlatul Ulama (NU) pada akhir Februari 2019 lalu, kini Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU getol menyuarakan hal tersebut kepada publik. Tetapi sayang, Lakpesdam gagal dalam memahami produk alternatif tembakau.

Produk tembakau alternatif yang besar beredar di pasar indonesia adalah rokok elektrik atau vape. Banyak orang yang kemudian beralih ke vape karena kencangnya kampanye, “rokok lebih sehat ketimbang rokok konvensional”.

Bagi Lakpesdam PBNU sendiri, sebagaimana yang ramai diberitakan media, produk tembakau alternatif perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak karena memberikan manfaat (kemaslahatan) kepada perokok dewasa. Ketua Lakpesdam PBNU, Kiai Rumadi Ahmad, menjelaskan produk tembakau alternatif merupakan hasil pengembangan dari inovasi teknologi di industri hasil tembakau (IHT). 

Produk ini, menurut riset ilmiah di negara maju, berpotensi mengurangi zat kimia berbahaya hingga 95% dibandingkan rokok konvensional. Dengan manfaat besar itu, produk tembakau alternatif mendapatkan dukungan positif dari NU (lebih tepatnya Lakpesdam) sehingga perlu disosialisasikan lebih luas lagi demi kemaslahatan publik. 

Baca: Benarkah Produk Alternatif Tembakau Lebih Sehat daripada Kretek?

Pertanyaan sederhananya, apakah benar produk alternatif tembakau lebih sehat atau tidak lebih berbahaya ketimbang rokok konvensional?

Para peneliti Harvard mengungkapkan bahwa pengguna vape beresiko mengidap penyakit bronchiolitis obliterans atau lebih akrab disebut sebagai ‘popcorn lung’. Kandungan kimia di dalam vape secara sistematis menghancurkan saluran udara paru-paru terkecil.

Ada juga hasil temuan terbaru dari para ahli kesehatan di Jepang yang menemukan bahwa kandungan formalin dan asetaldehida dalam uap yang dihasilkan beberapa cairan rokok elektronik lebih berbahaya dibandingkan rokok biasa.

Penelitian yang ditugaskan oleh Kementerian Kesehatan Jepang ini menemukan karsinogen dalam uap yang dihembuskan usai menghisap rokok yang disebut vape ini. Misalnya kandungan formaldehyde, sebuah zat yang biasa ditemukan dalam bahan bangunan dan pembalseman cairan, tingkat karsinogen lebih tinggi dibandingkan dalam asap rokok biasa. Lalu, asetaldehida juga ditemukan pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan rokok tembakau.

Tak berhenti sampai di situ, rokok elektrik rentan meledak. Ledakan ini membahayakan penggunaka rokok elektrik. Seperti yang dialami remaja asal Nevada, Vape meledak saat sedang digunakan, menghancurkan sebagian besar gigi serta melubangi rahangnya.

Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menegaskan, impor cairan rokok elektrik atau vape harus mengantongi rekomendasi izin dari tiga instansi dan mendapat Standar Nasional Indonesia (SNI). Alasannya, rokok elektrik lebih berbahaya ketimbang rokok biasa.

Dia menjelaskan, cairan rokok elektrik impor lebih banyak mudaratnya. Sebab, selain bisa dicampur dengan zat kimia lain, barang impor tersebut juga tidak diproduksi di Indonesia dan tidak menyerap bahan baku tembakau dari petani domestik.

“Apa benefitnya untuk kita, tidak dibikin di sini, tidak ada urusan dengan petani, bahkan beberapa negara maju lebih ekstrem melarang karena (rokok elektrik) mengganggu kesehatan. Jadi, perokok elektrik berubah sajalah menjadi perokok biasa,” tegas Enggartiasto. (Liputan6.com)

Di sisi yang lain, Lakpesdam berpendapat produk alternatif tembakau dapat membantu menjaga kelangsungan mata pencaharian warga Nahdliyin. Tentu saja asumsi ini dibangun atas produk alternatif tembakau dapat menyerap tembakau yang banyak ditanam oleh warga NU.

“Kehidupan warga NU sangat erat kaitannya dengan tembakau. Bukan saja banyak warga NU yang merokok, tetapi juga ada mereka yang kehidupannya bergantung pada tembakau. Adanya produk tembakau alternatif justru turut membantu dalam menjaga kelangsungan mata pencaharian warga NU karena bahan dasarnya bergantung pada tembakau,” kata Kiai Rumadi, yang dikutip Sindo News 19 Juli lalu.

Asumsi ini jelas tidak tepat.  Belum ada data komprehensif yang menunjukkan bahwa rokok elektrik menyerap besar tembakau petani lokal. Sejauh ini, liquid yang digunakan oleh rokok elektrik masih impor dan tidak menggunakan tembakau lokal.

Mari kita bedah secara ringkas. Sektor hulu dari IHT adalah perkebunan tembakau dan cengkeh. Perkebunan tembakau tersebar di 15 provinsi, sementara perkebunan cengkeh ada di 30 provinsi. Mayoritas lahannya milik rakyat dan dibudidayakan sepenuhnya oleh rakyat, yang menunjukkan kemandirian dan kedaulatan ekonomi mereka. Keduanya memang bukan komoditas pangan, tetapi sifat-sifat polikulturnya, membuat keduanya bisa menopang ketahanan pangan. 

Sebesar 93 persen produk IHT adalah kretek. Sisanya adalah cerutu, farmasi, produk makanan, kosmetik, dan lainnya. Dari hulu hingga hilir, IHT menyerap jutaan tenaga kerja. Dengan demikian, IHT telah membantu pemerintah mengentaskan kemiskinan, menekan pengangguran, dan meningkatkan kesejahteraan. Sejarah mencatat IHT sebagai industri strategis nasional adalah sektor perekonomian yang paling tahan di saat krisis. 

Melalui penerimaan cukai, IHT turut memberikan sumbangan sebesar 8,92 persen terhadap APBN. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan pendapatan pajak dari sektor minyak dan gas (migas) yang hanya 3,03 persen.

Keberadaan IHT memberi sumbangsih besar pada penyerapan tenaga kerja mulai dari hulu sampai hilir. Di sektor perkebunan menyerap 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh (on farm). Belum termasuk serapan tenaga kerja tidak langsung, karena di sektor hulu terdapat ragam pekerjaan lain17. 

Di sektor manufaktur dan perdagangan menyerap 600.000 karyawan pabrik dan 2 juta pedagang ritel (off farm). Totalnya 6,1 juta tenaga kerja yang bergantung langsung terhadap industri ini. Dari total serapan tenaga kerja yang terlibat secara on farm dan off farm, baik langsung maupun tidak langsung, di dalam IHT dapat memberi penghidupan kepada 30,5 juta orang.

Baca: Masa Depan, Rokok Elektrik, dan Semangat Alternatif yang Sia-Sia

Jika produk alternatif tembakau mematikan rokok konvensional, maka yang terjadi adalah pembunuhan massal terhadap gantungan hidup, tidak hanya Nahdliyin, tetapi juga masyarakat Indonesia. Mulai dari petani tembakau dan cengkeh, buruh pabrik rokok, pedagang asongan dan pendapatan besar negara.

Yang lebih menggelikan lagi, berdasar asumsi ‘tidak lebih berbahaya’, arah biduk menunjuk pada tarif cukai. Bahwa produk alternatif seperti rokok elektrik harus dikenakan cukai lebih rendah ketimbang rokok konvensional yang dinilai lebih berbahaya. Tentu saja sikap ini menunjukkan tidak pro terhadap industri hasil tembakau yang dari hulu hingga hilirnya berdaulat dan memberikan kedaulatan untuk bangsa ini. 

Kita sama-sama tau, Lakpesdam adalah salah satu  bagian dari NU yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan. Dengan mendorong produk alternatif tumbuh subur di Indonesia, maka secara tidak langsung Lakpesdam membunuh nilai kebudayaan dalam Industri Hail Tembakau, utamanya Sigaret Kretek Tangan (SKT). 

Lihat postingan ini di Instagram

Sobat Kretekus, kemarin Kretekmin dapat kiriman video dari Sekpri Ketum PBNU, Mas @sofwanerce . Dalam video tersebut, Kiai Said khidmat melinting tembakau dan cengkeh. Kretekmin jadi ingat salah satu tulisan Kiai Said pada prolog buku Hitam Putih Tembakau: . . "Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pertembakauan di Indonesia mempunyai cerita panjang. Pada cerita panjang tersebut, pemerintah ikut serta menjadi aktor, bahkan dalam konteks tertentu menjadi sutradara. . . Pemerintah mestinya tidak lagi menambah cerita panjang kegetiran dunia pertembakauan di Indonesia melalui kebijakan dan segala peraturannya yang kontroversial. Masyarakat kelas bawah, terutama buruh rokok dan petani tembakau, sudah lama menginginkan ketenangan dan kesejahteraan hidup." . . #kretek #rokok #tembakau #kretekus #akukretekus

Sebuah kiriman dibagikan oleh Boleh Merokok (@boleh_merokok) pada

Lakpesdam PBNU harus ingat dhawuh Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj dalam pengantar buku Hitam Putih Tembakau, “Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia pertembakauan di Indonesia mempunyai cerita panjang. Pada cerita panjang tersebut, pemerintah ikut serta menjadi aktor, bahkan dalam konteks tertentu menjadi sutradara.
Pemerintah mestinya tidak lagi menambah cerita panjang kegetiran dunia pertembakauan di Indonesia melalui kebijakan dan segala peraturannya yang kontroversial. Masyarakat kelas bawah, terutama buruh rokok dan petani tembakau, sudah lama menginginkan ketenangan dan kesejahteraan hidup.”

Jika pemerintah saja diminta untuk tidak membuat kegetiran petani tembakau semakin menjadi-jadi, apalagi Lakpesdam NU. Bukan begitu?