REVIEW

Rokok dari Timor Leste, Bagaimana Bentuk dan Rasanya Sih?

Beberapa pekan lalu saya kedatangan teman yang sudah lama tak saya jumpai. Dirinya baru saja menginjakkan kaki di Yogyakarta setelah sekian lama bekerja di Timor Leste. Sebuah hadiah dia berikan kepada saya. Hadiah itu adalah sebungkus rokok yang biasa dijual di negeri yang dulunya masih tergabung dengan Republik Indonesia tersebut.

Sebenarnya rokok yang diberikannya pada saya bukanlah merek rokok yang asli merupakan produk Timor Leste. Melainkan, rokok tersebut masih merupakan produk Indonesia yang dijual di sana. Tak perlu saya sebutkan mereknya namun rokok ini sangat terkenal di dalam negeri.

Rokok ini memiliki bungkus yang tak lazim seperti yang kita lihat di Indonesia. Bungkus rokok ini nyaris tanpa nama dagang dan hanya dipenuhi oleh satu gambar besar yang mendominasi bungkus. Satu gambar besar itu menampakkan pemandangan seram yang cukup annoying untuk dilihat.

Terkadang saya masih bertanya-tanya apakah gambar-gambar ini secara kode etik layak untuk dipajang dalam sebuah produk komersil. Oke saya memahami itu adalah bagian dari peraturan pemerintah. Namun, bagaimana dengan hak ciptanya, lalu sudahkah mendapatkan izin dari keluarga korban?

Anda pasti bisa menebak gambar apa yang terpampang di bungkus rokok tersebut dengan membaca curhatan saya di paragraf di atas. Ya, gambar seram itu adalah gambar janin manusia yang dianggap gagal hidup karena ibu yang mengandungnya harus melakukan aborsi karena dirinya perokok.

Barangkali, asumsi dari melihat gambar itu adalah kita harus berhenti merokok karena tidak menyehatkan. Hemm, sebuah kampanye dan propaganda yang tak masuk logika dan sering menyesatkan. 

Meski saya bergumam keras tapi faktanya bahwa gambar itu terpampang di bungkus rokok tak bisa terelakkan. Saya beruntung hal itu masih terjadi di Timor Leste dan bukan di Indonesia. Jujur, tak banyak pengetahuan saya tentang regulasi di negara yang berbatasan dengan Nusa Tenggara Timur tersebut. Namun teman saya menyebutkan bahwa aturan penjualan rokok di sana kurang lebih mirip dengan di Indonesia.

Dari segi estetika bungkus rokok asal Timor Leste ini sangat jelek sekali. Tulisan peringatannya dibuat dengan font seadanya dan space yang bahkan berantakan. Penempatan barcode pun dibuat seperti hanya Copy Paste saja. Lalu tulisan Fuma Kauza Abortu ini yang saya tidak tahu artinya terpampang di lima sudut rokok. Tulisan itu lebih banyak terpampang dalam bungkus rokok ketimbang merek rokok itu sendiri. 

Sudah barang pasti semua merek rokok yang dijual di Timor Leste juga serupa seperti ini. Peraturan seperti ini memang tengah gencar dilancarkan oleh para antirokok di berbagai dunia. Termasuk di Indonesia, wacana untuk mengatur bungkus rokok menguat beberapa waktu lalu. Bagi antirokok di tanah air, bungkus rokok idealnya adalah polos dengan logo merek yang sangat kecil terpampang. 

Selesai mengulik dan mengkritik bungkusnya, saya pun penasaran dengan rasa rokok ini. Dugaan saya benar bahwa rokok ini memang lebih terasa seperti rokok putihan. Meski demikian, sedikit rasa kretek masih bisa ditemui. Barangkali unsur cengkeh dalam rokok ini saja yang dikurangi.

Sayang-sayang rasanya jika rokok ini saya habiskan. Ketimbang dihisap lebih baik saya simpan rokok ini untuk saya koleksi. Seraya melihat dalam-dalam pada bungkus rokok ini, saya bersyukur masih tinggal di Bumi Indonesia, walau tiap tahunnya rokok dan perokok makin didiskriminasi.