angkringan rokok
REVIEW

Rokok, Angkringan Spa dan Karaoke

Kalau Anda pernah berjualan di angkringan, mungkin pengalaman menjual rokok eceran mirip seperti yang saya alami. Kita kembali ke sekitar tahun 2012, saat saya sedang semangat-semangatnya berjualan di angkringan bersama seorang teman. Saya bertugas sebagai pembuat minuman, teman saya bertugas sebagai tukang masak. 

Seperti biasa, ada juga tugas yang kami bagi untuk dikerjakan bersama, sebelum buka biasanya kami bergantian harus ke warung kelontong atau pasar setiap hari, setelah tutup kami akan berbagi tugas siapa yang hari ini mencuci piring dan siapa yang melipat/menutup meja kursi sekaligus menyapu. dst.

Oh iya, angkringan kami menempati sebuah garasi mobil rental yang sudah tidak terpakai di daerah Jl. Gejayan. Tempat yang cukup luas, jadi selain gerobak angkringan klasik ala Jogja, dapur terpisah, kami juga menyediakan meja persegi empat dan lesehan beralaskan tikar.

Kembali ke soal rokok eceran. Kami berdua ini perokok. Sama kencangnya, sama fanatiknya dengan merek tertentu, yang terkadang hal  itu menimbulkan masalah.

Saya seorang perokok beraliran Kudus, jadi kalau belanja rokok selalu dibanyakin Kudus-annya.

Sementara teman saya seorang perokok beraliran Malang dan Kediri, kalau dia yang bertugas belanja, maka merek rokok dari dua kota tadi pasti lebih banyak macamnya.

Selain rokok, setiap awal minggu, kami selalu belanja bahan stok seperti tepung untuk goreng tempe, rempah untuk minuman atau bahan kering lainnya. Bahan basah seperti ayam, bakso, sayuran.dll biasanya kami beli 2 hari sekali, supaya tidak kelamaan disimpan di kulkas. 

Di awal minggu itu pula kami selalu membeli macam-macam merek rokok untuk kami jual perbungkus atau eceran, saat itu kami selalu “ready stock” merek Djarum Super, GG Filter, A Mild merah, LA Lights, Samsu, Surya 16, Marlboro Merah, 76 non filter, Diplomat dan Dunhill putih yang semuanya kami tata di dalam kotak plastik merek terkenal itu. Lumayan lengkap, sudah mirip menu makanan & minuman.

Konyolnya, karena kami berdua merasa rokok kegemaran kami ada untuk diecer, maka kami jarang sekali membeli rokok bungkusan untuk kami sendiri, jadi tiap mau merokok tinggal ambil dari kotak plastik tadi. Awalnya sih dicatat, tapi lama kelamaan sudah lupa ambil berapa batang perhari, apalagi kalau angkringan sedang ramai. Padahal salah satu pendapatan sampingan saat itu datang dari rokok eceran, bisa untung 5-8 ribu perbungkus.

Hal bodoh lain yang kami lakukan terjadi saat gebetan kami datang ke angkringan, makanan dan minuman bisa gratis demi untuk melancarkan pendekatan. Di saat bersamaan maka saya atau teman saya akan bertanggung jawab juga di “station” yang ditinggalkan, kalau giliran saya didatangi gebetan, maka teman saya akan bertanggung jawab dengan minuman, pun sebaliknya. Jangan tanya berapa batang rokok eceran yang kami ambil dari kotak saat obrolan berlangsung. Alhasil saat angkringan tutup, kami akan kena penalti sebungkus rokok karena lupa menghitung sudah mengecer berapa batang.

Di situasi lain, saat angkringan kami ditongkrongi oleh orang-orang yang berprofesi sebagai “keamanan, sekte pembebasan lahan, preman.dsb, maka salah satu dari kami akan menemani mereka ngobrol ngalor-ngidul. Biasanya kotak rokok akan kami taruh di tempat mereka duduk untuk memudahkan akses tangan mereka mengambil rokok. 

Alhasil, stock rokok bisa habis dalam semalam karena biasanya mereka datang lebih dari 8 orang dan bisa nongkrong berjam-jam. Tapi mereka “fair” makanan dan minuman selalu dibayar, kadang lebih, kotak rokok yang habis karena mereka juga pasti dibayar, hanya kadang, khusus untuk kotak rokok, bayarannya agak aneh. Pernah kotak rokok angkringan kami yang mereka habiskan dibarter dengan 4 botol whiskey, dikasih voucher spa atau karaoke dengan fasilitas premium, atau di lain kesempatan diganti 3 slop Marlboro merah dan barteran konyol lainnya. 

Kalau dibarter rokok, mungkin selama beberapa hari masih bisa kita jual bungkusan dengan harga miring sesuai perhitungan. Voucher spa dan karaoke pun masih bisa kita manfaatkan untuk “giveaway” melalui twitter saat itu. 

Pelanggan yang mengenal kami melalui twitter suka bingung, kenapa “giveaway” kami agak unik, karena tidak hanya voucher itu tadi, ada yang lain juga yang tidak perlu diceritakan. Lalu bagaimana nasib whiskey 4 botol tadi? Tetap ada solusinya kok. Walaupun akhirnya membuat kami berdua meliburkan angkringan selama 2 hari karena jetlag. Namanya anak muda. Hiya..