Rokok selalu disalahkan dalam berbagai persoalan. Bukan hanya dituduh sebagai sumber penyakit saja. Dari sisi ekonomi, rokok pun kerap mendapat cap sebagai biang masalah. Entah membuat masyarakat menjadi boros hingga tudingan jadi penyebab inflasi.
Hal ini seperti yang terjadi di Sumatera Utara. Seperti mengutip Detik, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut, Asim Saputra, menyebut inflasi di Sumut per Desember 2024 secara Year or Year (YoY) sebesar 2,12%.
Angka ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Katanya, komoditi emas dan rokok menjadi penyumbang inflasi tertinggi.
“Penyumbang andil inflasi di Sumut itu tertinggi terjadi pada Sigaret Kretek Mesin dengan andil inflasi 0,28% secara YoY. Kemudian ada emas perhiasan sebesar 0,27%,” kata Asim.
Bukan Rokok, Ada 5 Penyebab Meningkatnya Inflasi
Dari keterangan Asim itu, secara tersirat rokok–khususnya Sigaret Kretek Mesin–tertuduh menjadi biang kerok atas permasalahan inflasi di Sumut.
Sebenarnya bukan hanya di Sumut saja. Di daerah lain pun sama: menganggap rokok penyumbang inflasi terbesar.
Bagi yang paham persoalan ekonomi, memang benar bahwa salah satu penyebab inflasi adalah meningkatnya permintaan barang atau jasa. Tapi ternyata, ada lima hal lain kenapa inflasi bisa terjadi.
Pertama, harga bahan baku meningkat, bertambahnya jumlah uang yang beredar, defisit anggaran belanja pemerintah, ekspekatasi inflasi, dan yang paling parah adalah krisis moneter.
Tapi selama ini pemberitaan di media mengenai penyebab inflasi hanya bersumber pada permasalahan harga baku yang meningkat dan meningkatnya permintaan barang dan jasa.
Padahal satu sama lain sedikit-banyak memiliki keterkaitan. Misalnya, logika sederhannya, bulan Desember ada inflasi pasti ada kaitannya dari bulan sebelum-sebelumnya. Tapi kenapa tidak memakai analisis semacam itu? Malah cenderung menyalahkan barang menjadi penyebab inflasi, di mana rokok menjadi salah satunya.
Tata Kelola Pemerintah yang Kacau
Kalau kita tarik lebih dalam lagi, penyebab infalsi itu sebenarnya bersumber pada tata kelola pemerintah yang kacau.
Dalam kasus dii Sumut, Pemprov pernah defisit anggaran Rp2,2 Triliun di tahun 2024. Itu bukan angka yang kecil, lho, untuk tolok ukur suatu provinsi.
Perinciannya adalah hutang Dana Bagi Hasil Pemprov Sumut kepada 33 kabupaten kota sebesar Rp1,3 triliun dan kepada KSO sebanyak Rp900 miliar.
Antara rokok dan emas yang disalahkan sebagai inflasi dengan defisit anggaran Pemprov Sumut itu sama-sama di tahun 2024, lho. Kenapa defisit anggaran tidak jadi acuan analisis sebagai peyebab inflasi?
Padahal pemerintah bisa menentukan kebijakan yang strategis agar tidak terjadi persoalan. Tapi namanya Indonesia, boro-boro pemerintah melakukan kebijakan yang bagus untuk daerahnya, yang ada justru menyalah-nyalahkan warganya.
Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin