\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Jenis ini berfungsi sebagai bahan racikan (bland<\/em>), di mana komposisi tembakau Temanggung berkisar antara 12--24% bercampur dengan beragam jenis tembakau lokal daerah lain untuk membuat sebuah produk kretek.<\/p>\n\n\n\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tembakau jenis ini diibaratkan serupa lauk pada sepiring nasi. Tak heran masyarakat setempat secara lingua franca<\/em> menamainya \u201ctembakau lauk.\u201d Disebut demikian karena jenis ini memiliki rasa dan aroma khas.<\/p>\n\n\n\n

Jenis ini berfungsi sebagai bahan racikan (bland<\/em>), di mana komposisi tembakau Temanggung berkisar antara 12--24% bercampur dengan beragam jenis tembakau lokal daerah lain untuk membuat sebuah produk kretek.<\/p>\n\n\n\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Namun demikian tembakau rajangan Temanggung dikenal memiliki kualitas yang baik dan nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan jenis-jenis tembakau dari daerah lain. Oleh masyarakat setempat, khususnya pada jenis-jenis tembakau yang berasal dari daerah lereng timur Sumbing juga di sebagian kecil lereng Sindoro dan Prahu, seringkali lebih berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma (flavor grade<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Tembakau jenis ini diibaratkan serupa lauk pada sepiring nasi. Tak heran masyarakat setempat secara lingua franca<\/em> menamainya \u201ctembakau lauk.\u201d Disebut demikian karena jenis ini memiliki rasa dan aroma khas.<\/p>\n\n\n\n

Jenis ini berfungsi sebagai bahan racikan (bland<\/em>), di mana komposisi tembakau Temanggung berkisar antara 12--24% bercampur dengan beragam jenis tembakau lokal daerah lain untuk membuat sebuah produk kretek.<\/p>\n\n\n\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Mitologi Munculnya Srintil, Tembakau Terbaik dan Termahal di Dunia<\/a><\/p>\n\n\n\n

Namun demikian tembakau rajangan Temanggung dikenal memiliki kualitas yang baik dan nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan jenis-jenis tembakau dari daerah lain. Oleh masyarakat setempat, khususnya pada jenis-jenis tembakau yang berasal dari daerah lereng timur Sumbing juga di sebagian kecil lereng Sindoro dan Prahu, seringkali lebih berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma (flavor grade<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Tembakau jenis ini diibaratkan serupa lauk pada sepiring nasi. Tak heran masyarakat setempat secara lingua franca<\/em> menamainya \u201ctembakau lauk.\u201d Disebut demikian karena jenis ini memiliki rasa dan aroma khas.<\/p>\n\n\n\n

Jenis ini berfungsi sebagai bahan racikan (bland<\/em>), di mana komposisi tembakau Temanggung berkisar antara 12--24% bercampur dengan beragam jenis tembakau lokal daerah lain untuk membuat sebuah produk kretek.<\/p>\n\n\n\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

\n

Dengan jenis tanah, ketinggian, suhu, paparan sinar matahari dan ketersediaan air yang berbeda-beda, maka setiap kecamatan penghasil tembakau di Temanggung memiliki produktivitas lahan dan mutu daun tembakau yang beragam pula.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mitologi Munculnya Srintil, Tembakau Terbaik dan Termahal di Dunia<\/a><\/p>\n\n\n\n

Namun demikian tembakau rajangan Temanggung dikenal memiliki kualitas yang baik dan nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan jenis-jenis tembakau dari daerah lain. Oleh masyarakat setempat, khususnya pada jenis-jenis tembakau yang berasal dari daerah lereng timur Sumbing juga di sebagian kecil lereng Sindoro dan Prahu, seringkali lebih berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma (flavor grade<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Tembakau jenis ini diibaratkan serupa lauk pada sepiring nasi. Tak heran masyarakat setempat secara lingua franca<\/em> menamainya \u201ctembakau lauk.\u201d Disebut demikian karena jenis ini memiliki rasa dan aroma khas.<\/p>\n\n\n\n

Jenis ini berfungsi sebagai bahan racikan (bland<\/em>), di mana komposisi tembakau Temanggung berkisar antara 12--24% bercampur dengan beragam jenis tembakau lokal daerah lain untuk membuat sebuah produk kretek.<\/p>\n\n\n\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

\n

Areal tembakau tersebar di 15 kecamatan. Membentang di kaki dan lereng tiga gunung, yaitu Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Prahu, di dataran tinggi berhawa sejuk inilah terhampar ladang-ladang tembakau sebagai tanaman musiman yang menjadi salah satu sumber utama perekonomian daerah sekaligus masyarakat setempat.<\/p>\n\n\n\n

Dengan jenis tanah, ketinggian, suhu, paparan sinar matahari dan ketersediaan air yang berbeda-beda, maka setiap kecamatan penghasil tembakau di Temanggung memiliki produktivitas lahan dan mutu daun tembakau yang beragam pula.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mitologi Munculnya Srintil, Tembakau Terbaik dan Termahal di Dunia<\/a><\/p>\n\n\n\n

Namun demikian tembakau rajangan Temanggung dikenal memiliki kualitas yang baik dan nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan jenis-jenis tembakau dari daerah lain. Oleh masyarakat setempat, khususnya pada jenis-jenis tembakau yang berasal dari daerah lereng timur Sumbing juga di sebagian kecil lereng Sindoro dan Prahu, seringkali lebih berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma (flavor grade<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Tembakau jenis ini diibaratkan serupa lauk pada sepiring nasi. Tak heran masyarakat setempat secara lingua franca<\/em> menamainya \u201ctembakau lauk.\u201d Disebut demikian karena jenis ini memiliki rasa dan aroma khas.<\/p>\n\n\n\n

Jenis ini berfungsi sebagai bahan racikan (bland<\/em>), di mana komposisi tembakau Temanggung berkisar antara 12--24% bercampur dengan beragam jenis tembakau lokal daerah lain untuk membuat sebuah produk kretek.<\/p>\n\n\n\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

\n

Terletak persis di bagian tengah Pulau Jawa, Kabupaten Temanggung di Jawa Tengah memiliki luas wilayah 870,65 km2. Terutaman terdiri dari kawasan pegunungan pada ketinggian 500--1.600 meter di atas permukaan laut, bersuhu rata-rata 20 \u2013 30? C.<\/p>\n\n\n\n

Areal tembakau tersebar di 15 kecamatan. Membentang di kaki dan lereng tiga gunung, yaitu Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Prahu, di dataran tinggi berhawa sejuk inilah terhampar ladang-ladang tembakau sebagai tanaman musiman yang menjadi salah satu sumber utama perekonomian daerah sekaligus masyarakat setempat.<\/p>\n\n\n\n

Dengan jenis tanah, ketinggian, suhu, paparan sinar matahari dan ketersediaan air yang berbeda-beda, maka setiap kecamatan penghasil tembakau di Temanggung memiliki produktivitas lahan dan mutu daun tembakau yang beragam pula.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mitologi Munculnya Srintil, Tembakau Terbaik dan Termahal di Dunia<\/a><\/p>\n\n\n\n

Namun demikian tembakau rajangan Temanggung dikenal memiliki kualitas yang baik dan nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan jenis-jenis tembakau dari daerah lain. Oleh masyarakat setempat, khususnya pada jenis-jenis tembakau yang berasal dari daerah lereng timur Sumbing juga di sebagian kecil lereng Sindoro dan Prahu, seringkali lebih berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma (flavor grade<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Tembakau jenis ini diibaratkan serupa lauk pada sepiring nasi. Tak heran masyarakat setempat secara lingua franca<\/em> menamainya \u201ctembakau lauk.\u201d Disebut demikian karena jenis ini memiliki rasa dan aroma khas.<\/p>\n\n\n\n

Jenis ini berfungsi sebagai bahan racikan (bland<\/em>), di mana komposisi tembakau Temanggung berkisar antara 12--24% bercampur dengan beragam jenis tembakau lokal daerah lain untuk membuat sebuah produk kretek.<\/p>\n\n\n\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

\n

Demikian sangat spesifiknya entitas tembakau ini, Srinthil hanya dapat muncul di daerah Temanggung. Itupun tak muncul di seluruh daerah di Temanggung.<\/p>\n\n\n\n

Terletak persis di bagian tengah Pulau Jawa, Kabupaten Temanggung di Jawa Tengah memiliki luas wilayah 870,65 km2. Terutaman terdiri dari kawasan pegunungan pada ketinggian 500--1.600 meter di atas permukaan laut, bersuhu rata-rata 20 \u2013 30? C.<\/p>\n\n\n\n

Areal tembakau tersebar di 15 kecamatan. Membentang di kaki dan lereng tiga gunung, yaitu Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Prahu, di dataran tinggi berhawa sejuk inilah terhampar ladang-ladang tembakau sebagai tanaman musiman yang menjadi salah satu sumber utama perekonomian daerah sekaligus masyarakat setempat.<\/p>\n\n\n\n

Dengan jenis tanah, ketinggian, suhu, paparan sinar matahari dan ketersediaan air yang berbeda-beda, maka setiap kecamatan penghasil tembakau di Temanggung memiliki produktivitas lahan dan mutu daun tembakau yang beragam pula.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mitologi Munculnya Srintil, Tembakau Terbaik dan Termahal di Dunia<\/a><\/p>\n\n\n\n

Namun demikian tembakau rajangan Temanggung dikenal memiliki kualitas yang baik dan nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan jenis-jenis tembakau dari daerah lain. Oleh masyarakat setempat, khususnya pada jenis-jenis tembakau yang berasal dari daerah lereng timur Sumbing juga di sebagian kecil lereng Sindoro dan Prahu, seringkali lebih berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma (flavor grade<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Tembakau jenis ini diibaratkan serupa lauk pada sepiring nasi. Tak heran masyarakat setempat secara lingua franca<\/em> menamainya \u201ctembakau lauk.\u201d Disebut demikian karena jenis ini memiliki rasa dan aroma khas.<\/p>\n\n\n\n

Jenis ini berfungsi sebagai bahan racikan (bland<\/em>), di mana komposisi tembakau Temanggung berkisar antara 12--24% bercampur dengan beragam jenis tembakau lokal daerah lain untuk membuat sebuah produk kretek.<\/p>\n\n\n\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

\n

Srinthil, demikianlah namanya. Srinthil ini tentu bukanlah nama seorang ronggeng, penari tayub, berasal dari Dukuh Paruk yang diceritakan dalam novel karya Ahmad Tohari. Srinthil ini adalah nama tembakau lokal.<\/p>\n\n\n\n

Demikian sangat spesifiknya entitas tembakau ini, Srinthil hanya dapat muncul di daerah Temanggung. Itupun tak muncul di seluruh daerah di Temanggung.<\/p>\n\n\n\n

Terletak persis di bagian tengah Pulau Jawa, Kabupaten Temanggung di Jawa Tengah memiliki luas wilayah 870,65 km2. Terutaman terdiri dari kawasan pegunungan pada ketinggian 500--1.600 meter di atas permukaan laut, bersuhu rata-rata 20 \u2013 30? C.<\/p>\n\n\n\n

Areal tembakau tersebar di 15 kecamatan. Membentang di kaki dan lereng tiga gunung, yaitu Gunung Sindoro, Gunung Sumbing dan Gunung Prahu, di dataran tinggi berhawa sejuk inilah terhampar ladang-ladang tembakau sebagai tanaman musiman yang menjadi salah satu sumber utama perekonomian daerah sekaligus masyarakat setempat.<\/p>\n\n\n\n

Dengan jenis tanah, ketinggian, suhu, paparan sinar matahari dan ketersediaan air yang berbeda-beda, maka setiap kecamatan penghasil tembakau di Temanggung memiliki produktivitas lahan dan mutu daun tembakau yang beragam pula.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Mitologi Munculnya Srintil, Tembakau Terbaik dan Termahal di Dunia<\/a><\/p>\n\n\n\n

Namun demikian tembakau rajangan Temanggung dikenal memiliki kualitas yang baik dan nilai ekonomi yang tinggi dibandingkan jenis-jenis tembakau dari daerah lain. Oleh masyarakat setempat, khususnya pada jenis-jenis tembakau yang berasal dari daerah lereng timur Sumbing juga di sebagian kecil lereng Sindoro dan Prahu, seringkali lebih berfungsi sebagai pemberi rasa dan aroma (flavor grade<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Tembakau jenis ini diibaratkan serupa lauk pada sepiring nasi. Tak heran masyarakat setempat secara lingua franca<\/em> menamainya \u201ctembakau lauk.\u201d Disebut demikian karena jenis ini memiliki rasa dan aroma khas.<\/p>\n\n\n\n

Jenis ini berfungsi sebagai bahan racikan (bland<\/em>), di mana komposisi tembakau Temanggung berkisar antara 12--24% bercampur dengan beragam jenis tembakau lokal daerah lain untuk membuat sebuah produk kretek.<\/p>\n\n\n\n

Jika cerutu Kuba baru diakui kualitasnya setelah dicampur tembakau Vuelta Abajo, maka kretek<\/em> produksi Indonesia belum absah sebagai kretek<\/em> terbaik jika tak mengandung tembakau Srinthil dari Temanggung. Tak heran Mark Hanusz dalam \u201cThe Culture and Heritage of Indonesia\u2019s Clove Cigarette\u201d<\/em> (2000) menjuluki tembakau lauk asal Temanggung itu sebagai \u2018Vuelta Abajo\u2019-nya Indonesia.<\/p>\n\n\n\n

Bicara kualitas mutu tembakau sendiri dipengaruhi oleh posisi daun pada batang. Semakin tinggi posisi daunnya semakin tinggi mutunya. Makin tinggi posisi daun makin tinggi kadar nikotinnya. Juga semakin tinggi tempat tanamnya, maka umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang umur tanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin juga semakin panjang. Ini mempengaruhi kadar nikotin dalam daun tembakau.<\/p>\n\n\n\n

Sebutlah itu tembakau Lamuk<\/em>. Ini ialah jenis mutu tembakau terbaik. Dihasilkan di lereng utara dan timur Sumbing. Tembakau Lamsi juga berasal dari lereng utara dan timur gunung itu, kualitasnya berada di bawah jenis Lamuk. Tembakau Paksi berasal dari lahan tegal di lereng utara dan timur Sindoro.<\/p>\n\n\n\n

Tembakau Toalo berasal dari lereng barat dan selatan Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan. Tembakau Kidul berasal dari lereng timur Sumbing yang berbatasan dengan penghasil jenis Lamsi dan Tionggang. Jenis Tionggang atau juga biasa disebut tembakau sawah<\/em> dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara Sindoro. Tembakau Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di lereng Prahu.<\/p>\n\n\n\n

Nah<\/em>, posisi tembakau Srinthil berada di puncak hirarki dari tembakau lauk. Selama ini, fenomena Srinthil tercatat hanya biasa muncul di Desa Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Srinthil juga rasanya lebih berat. Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada 2013 terhadap contoh tembakau Srinthil, ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05%--7,58%.<\/p>\n\n\n\n

Fenomena Srinthil hanya dapat muncul dari hasil tembakau yang dihasilkan di daerah dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat di ketinggian itu serta-merta dapat menghasilkan Srinthil. Bahkan pada lahan yang sama di masa panen berbeda, bisa jadi pada suatu momen tertentu menghasilkan Srinthil tetapi pada momen lain ternyata tidak.<\/p>\n\n\n\n

Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil\u00a0Srinthil<\/em>, mutu istimewa itu hanya akan terjadi bila cuaca selama musim tanam tembakau sangat kering dan muncul dari jenis varitas tembakau lokal yang bernama\u00a0Kemloko<\/em>,\u00a0Kemloko 1<\/em>\u00a0dan\u00a0Kemloko 2<\/em>.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Tembakau Lauk dari Temanggung<\/p>\n\n\n\n

Setelah daun tembakau itu dipetik dan digulung rapi, sebelum dirajang, petani di daerah-daerah tersebut di atas akan berharap-harap cemas bisa menghasilkan Srinthil. Pemeraman bertujuan mengubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai coklat. Muncul puthur kuning<\/em> saat diperam, demikian sering disebut oleh masyarakat lokal. Puthur kuning<\/em> yaitu semacam mikro organisme berwarna kuning dan mengeluarkan cairan dan aroma mirip alkohol.<\/p>\n\n\n\n

Pemeraman sendiri merupakan proses fermentasi yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Proses ini dilakukan secara alami, mengandalkan sumber energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan H2O ditambah energi.<\/strong><\/p>\n\n\n\n

Daun yang berpotensi menjadi Srinthil mulai diketahui setelah diperam lima hari. Daun itu berubah warna menjadi coklat kehitaman. Pemeraman akan diteruskan jika muncul tanda-bahwa menjadi Srinthil. Daun tembakau yang diperam itu tidak bakalan busuk, bila dirajang tidak menghasilkan struktur seperti serat tetapi menjadi hancur menggumpal, dan bila telah kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.<\/p>\n\n\n\n

Pada \u201ctembakau temanggungan\u201d demikian lazim disebut, kualitas mutu rendah yang berasal dari daun posisi bawah cenderung memiliki warna hijau kekuningan cerah; sedang semakin tinggi mutunya yang berasal dari daun posisi atas maka warnanya juga cenderung menjadi makin kehitaman bahkan hitam berkilat (bahasa Jawa: \u201cnyamber lilen\u201d<\/em>).<\/p>\n\n\n\n

Kualitas mutu yang berbeda juga berpengaruh pada harga yang berbeda. Jika harga rerata tembakau per kilogram di Temanggung berkisar antara Rp40.000 hingga Rp125.000, maka untuk jenis Srinthil harganya bisa berkisar antara  Rp600.000 hingga 1 juta.<\/p>\n\n\n\n

Secara keseluruhan, merujuk pada buku yang berjudul Kretek\u2014Kajian Ekonomi dan Budaya 4 Kota<\/em> diestimasi, peredaran uang selama musim penanaman hingga masa panen di Temanggung mencapai lebih dari 2 triliun. Angka ini tentu sangat fantastis, melebihi buget APBD Kabupaten Temanggung pada 2018.<\/p>\n\n\n\n

Sejauh ini, ilmu pengetahuan modern, khususnya di pusat-pusat penelitian budidaya tembakau, secara saintifik memang belum mampu mengungkap secara ilmiah rahasia dari kemunculan sang primadona itu. Berbagai eksperimen untuk menghasilkan tembakau dengan kualitas mutu Srinthil<\/em> tentu telah dilakukan berulang kali.<\/h4>\n\n\n\n

Dengan memanfaatkan mikroorganisme yakni puthur kuning<\/em>, yaitu dengan mekanisme diisolasi, inokulasi dan disemprotkan ke daun tembakau, tapi ternyata hasilnya tetap saja nisbi tidak terjadi. Mikroorganisme itu tak berhasil berkembang sehingga pemeraman daun tembakau itu akhirnya juga tidak berhasil mengeluakan kualitas mutu Srinthil. Ya, selalu gagal.<\/p>\n\n\n\n

Karena kualitas mutu Srinthil tidak bisa diciptakan, maka kedatangan si primadona ini oleh masyarakat Temanggung sering dilekatkan dengan aspek mistik. Konon, daun tembakau yang bakal menjadi Srinthil itu, pada malam hari akan tampak mengeluarkan cahaya kuning di kegelapan.<\/p>\n\n\n\n

Sebagian masyarakat petani percaya, cahaya itu diturunkan oleh para dewa di langit. Srinthil bagi mereka adalah suatu \u2018pulung\u2019 <\/em>atau \u2018ndaru rigen\u2019<\/em>, sebuah keberuntungan atau berkah yang tidak dapat direncanakan oleh manusia dan semata terjadi karena kuasa Tuhan.<\/p>\n","post_title":"Primadona Itu Bernama Srinthil","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"primadona-itu-bernama-srinthil","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-12 10:42:26","post_modified_gmt":"2019-07-12 03:42:26","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5855","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":4486,"post_author":"886","post_date":"2018-01-16 05:44:09","post_date_gmt":"2018-01-15 22:44:09","post_content":"Beberapa bulan sebelumnya dan dua tahun kedepan akan terjadi gejala yang saling bertautan, yakni seputar ekonomi-politik yang bergejolak, yang akhirnya mengekor terhadap daya beli masyarakat.\r\n\r\nApa saja: Lesunya ekonomi yang ditandai dengan penurunan daya beli masyarakat, memasuki tahun-tahun politik baik di tingkat regional maupun nasional, dan pemerintah menaikkan cukai rokok menjadi 10,04 persen.\r\n\r\nUntuk itu, tulisan ini akan menganalisa ketiga hal di atas yang akan dihubungkan dan di akhiri dengan posisi daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, apakah terjadi penurunan atau tidak. Untuk data yang saya sajikan, saya hanya menghimpun dari beberapa sumber di media yang dipadukan dengan analisa subjektif pribadi.\r\n\r\nTiga Persoalan<\/strong>\r\n\r\nPertama, beberapa bulan terakhir ada problem krusial yang terjadi yakni adanya penurunan daya beli masyarakat, hal ini bisa dilihat dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang melaporkan konsumsi rumah tangga pada kuartal ke III-2017 tumbuh melambat kisaran 4,93% bila dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya, 4,95%. Bisa diamati terjadi penurunan 2% dari angka 4,95% menjadi 4,93%.\r\n\r\nMelemahanya tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa dilihat baik di tingkat masyarakat menengah ke bawah hingga menengah ke atas. Beberapa ekonom umumnya sepakat, masyarakat kelas mengah ke bawah mengalami tekanan berupa: Pendapatan mereka tidak bertambah, namun harga kebutuhan pokok mengalami peningkatan\u2014inilah yang menjadi faktor utama.\r\n\r\nSedangkan masyarakat menengah ke atas disebabkan oleh penahanan terhadap daya konsumsi, lantaran mereka melihat ekonomi dunia yang sedang melambat, kondisi perpolitikan dalam negeri, kekhawatairan akan pajak yang semakin meningkat yang digencarkan oleh pemerintah, penahanan belanja yang dialokasikan ke sektor perbankan.\r\n\r\nPenyimpanan ke sektor perbankan ini bisa dilihat: Seperti yang dihimpun dari data uang beredar oleh Bank Indonesia (BI) per September 2017, perolehan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional tercatat Rp 4.992 triliun meningkan 11,1% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 4.237 triliun. Untuk DPK giro tercatat Rp 1.110 triliun, tumbuh 12% dibandingkan bulan sebelumnya Rp 1.073 triliun. Kemudian DPK tabungan tercatat Rp 1.592 triliun tumbuh 10,1% dibandingkan bulan yang sebelumnya Rp 1.562.\r\n\r\nSedangkan untuk simpanan deposito atau berjangka tercatat Rp 2.290 triliun, tumbuh 11,3% dibandingkan bulan sebelumnya. Sementara di DPK berdominasi rupiah tumbuh 11,8% dari bulan sebelumnya 9,8%. Hal ini terjadi di seluruh jenis simpanan lainnya, kecuali di giro berdenominasi valas yang turun pada angka 5,5%.\r\n\r\nKedua, dua tahun ke depan Indonesia akan memasuki kontestasi politik, di mana pasangan calon dengan pasangan calon lainnya akan beradu untuk merebut hati masyarakat. Ada 171 daerah melangsungkan hajat besar pilkadaa, rinciannya sebagai berikut: 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten menyelanggarakan pilkada 2018, yang kemudian disusul oleh pemilihan presiden dan wakilnya.\r\n\r\nPerebutan kursi jabatan tersebut akan mengakibatkan banyak hal, pahitnya ialah akan menimbulkan kelesuan ekonomi jilit dua, alasannya adalah karena setiap calon khususnya yang sedang berposisi di pemerintahan, lebih memfokuskan bagaimana partainya dan dirinya sendiri (jika mencalonkan) agar dapat menang dipertarungan nanti, tentunya dengan berbagai cara.\r\n\r\nHal ini menyebabkan, tidak fokusnya terhadap apa yang dikerjakan\u2014akhirnya proses kerjanya tidak maksimal. Misal, pengabaian terhadap program-program kerja yang dampaknya akan mangkrak atau sekurang-kurangnya kinerja melambat.\r\n\r\nNamun ada juga para pengamat yang menilai apabila dikelola dengan baik, tahun politik tersebut tidak akan berdampak pada penurunan ekonomi, pun semakin dipertegas dengan pendapat Joko Widodo akhir-akhir ini, pemerintahan diminta tetap fokus untuk bekerja dan tidak mengeluarkan kebijakan yang merugikan rakyat.\r\n\r\nKetiga, tahun baru 2018 masyarakat perokok dikejutkan dengan keputusan pemerintah dengan menaikan cukai rokok sebesar 10,4%, yang diumumkan oleh Menteri Ekonomi (Menkeu) Sri Mulyani, atas dasar rapat internal yang dipimpin langsung Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta (19\/10\/2017).\r\n\r\nHal tersebut disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor PMK-146\/PMK.010 tentang Tarif Cukai Tembakau. Tujuan dari kebijakan tersebut tiada lain untuk mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Kenaikan tarif cukai rokok pada 2018 sebesar 10,4% dinilai dapat menurunkan produksi 2,2% serta menurunkan prevalesni merokok hingga 0,4% di usia di bawah umur.\r\n\r\nPosisi Rokok<\/strong>\r\n\r\nRokok sudah menjadi budaya konsumsi masyarakat Indonesia entah masyarakat kelas atas ataupun kelas bawah, terlepas apakah rokok adalah budaya Nusantara dari berabad-abad lalu ataupun warisan para pedagang Portugis.\r\n\r\nTetapi dan yang pasti, rokok sudah menjadi budaya dan kebiasaan konsumsi masyarakat Indonesia, hal ini bisa dicirikan dengan ucapan \u201cuang rokonya mana?\u201d.<\/em> Ucapan tersebut dapat menyimbolkan bawa rokok sudah terjadi di-grassroot<\/em> dan menjadi \u00a0kebiasaan dalam subsistem-subsistem masyarakat kita sehari-hari.\r\n\r\nDi tegah badai kelesuan ekonomi kuartal ke III-2017, dan ramalan lesunya ekonomi jilid dua tahun politik serta naiknya nilai cukai rokok yang mengabitkan mahalnya rokok. Saya kira tidak akan menekan turunnya daya konsumsi masyarakat terhadap rokok, hal ini bisa dilihat dengan beberapa faktor dan alasan.\r\n\r\nPertama, BPS Sumatra Barat (Sumut) menyebutkan rokok masih menjadi salah satu penyebab pengeluaran terbanyak setelah beras dengan angka 10,81% di perkotaan dan 16,24% di pedesaan.\r\n\r\nMeskipun survei ini berbasis di Sumut, namun bukan tidak mungkin hasil survei tersebut dijadikan kacamata untuk melihat fenomena pengkonsumsi rokok diskala nasional\u2014dengan catatan meskipun ada selisih perbedaan, terkait jumlah, angka, dan persen\u2014tapi yang pasti, rokok sudah menjadi prioritas utama setelah beras.\r\n\r\nKedua, kita bisa melihat masyarakat menengah ke bawah yang tinggal di perkotaan, khususnya di Jakarta, Bandung, dan Surabaya yang berprofesi sebagai buruh pabrik, kuli bangunan, ojek atau lain sebagainya, masih banyak yang mengkonsumsi rokok di atas kisaran harga Rp 15.000. Gejala ini tidak terjadi atau sulit di masyarakat menengah bawah pedesaan, kenapa?.\r\n\r\nKetiga, Hebert Marcuse dalam bukunya One-Dimensional Man<\/em> [1964] menjelaskan, dalam masayarakat modern barang-barang produksi borjuis yang terus-menerus ditampilkan, ditampakkan dalam bahasa lain ialah diiklankan secara masif akan berefek semakin meningkatnya daya beli masyarakat hingga masuk ke dalam diri kesadaran\u2014tidak lain karena hasrat untuk membeli rokok terus meningkat, karena tekanan itu tadi.\r\n\r\nSangat relevan sekali jika masayarakat perkotaan dapat dengan mudah melihat tampilan produk-produk kapitalis rokok dan ditambah dengan\u00a0 gaya hidup-lingkungan yang mempengaruhinya.\r\n\r\nKeempaat, banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan rokok semisal, Sampoerna dan Apace berupa kegiatan konser musik yang terus bersafari ke daerah satu ke daerah lain, yang notabene pangsanya adalah para anak muda, Djarum dengan komunitas motornya. Berbagai kegiatan tersebut tiada lain untuk menyiasati bagaimana produsksi rokok akan terus diminati oleh kalangan anak muda.\r\n\r\nSelain itu, di media baik televisi maupun media lainnya\u2014semakin masifnya iklan oleh produk rokok, apalagi ketika jam tayangnya adalah sepak bola, pasti Djarum Super yang sering ditampilkan, karena ia sudah bekerja sama dengan pihak manejemen ketika jam tayang tayangan sepak bola.\r\n\r\nTerakhir, dengan mahalnya harga rokok tidak akan mengernyitkan dan mengurangi daya beli masyarakat atau dalam bahasa Sri Mulyani, dapat terkontol. Masyarakat perokok hanya beralih konsumsi, dari rokok yang mahal ke rokok yang terjangkau lebih murah, beralih dari brand<\/em> A ke brand<\/em> B, kenapa demikian? Karena rokok tidak bersifat ideologis yang baku. Dapat dengan mudah, dapat berpindah atau berganti sesuai selera dan faktornya masing-masing.\r\n\r\nJadi, meskipun rokok diserang terus menerus dengan badai ekonomi-politik seperti yang telah saya sampaikan di atas, sangat sulit \u00a0khususnya pemerintah untuk memadamkan kepulan dari mulut masyarakat Indonesia, banyak faktor penentu yang menjadi penyangga terealisasinya kebiasaan merokok.\r\n\r\nSebaiknya, pemerintah dan antirokok tak perlu capek-capek menghentikan para perokok menikmati kepulan asapnya, karena hal itu amat sia-sia. Sebatang dululah, Tuan!","post_title":"Rokok di Tengah Badai Ekonomi-Politik","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"rokok-di-tengah-badai-ekonomi-politik","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2018-01-16 05:44:31","post_modified_gmt":"2018-01-15 22:44:31","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=4486","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":3},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

Paling Populer

Paling Populer

Paling Populer

Paling Populer

Paling Populer

Paling Populer