\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n
\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n
\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n
\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sesampainya di Desa Kemloko, yang letaknya berdekatan dengan Desa Legoksari di lereng Sumbing, benih itu ditebarkan lalu tumbuhlah tanaman yang subur berdaun lebar menghijau. Namun hingga tanaman itu tumbuh subur, Ki Ageng Makukuhan sendiri masih tidak tahu apa nama tanaman tersebut. Hingga suatu hari, Ki Ageng Makukuhan didatangi seseorang yang sedang merasa tidak enak badan, sakit. Secara naluriah Ki Ageng Makukuhan memetik daun yang ditanamnya, lalu dikibas-kibaskannya daun itu sambil bergumam; Iki tambaku<\/em>, ini obat dariku. Ajaib! Beberapa saat kemudian orang yang sakit itu sembuh, sehat seperti sedia kala.
<\/p>\n\n\n\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Ki Ageng Makukuhan merupakan murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Lazimnya seorang murid yang sudah khatam menimba ilmu, Ki Ageng Makukuhan lantas mengembara, menolong orang, menyembuhkan orang yang sakit lumpuh, menyamar menjadi seorang petani guna melakukan syiar agama islam. Beliau oleh Sunan Kudus dibekali benih tanaman yang dia sendiri tidak tahu namanya. Pesan Sunan Kudus jelas; tanamlah benih ini di tanah yang menurut hatimu tepat untuk ditanami. Sepanjang pengembaraannya, Ki Ageng Makukuhan telah mengangkat beberapa murid atau santri yang ikut bersamanya.
<\/p>\n\n\n\n

Sesampainya di Desa Kemloko, yang letaknya berdekatan dengan Desa Legoksari di lereng Sumbing, benih itu ditebarkan lalu tumbuhlah tanaman yang subur berdaun lebar menghijau. Namun hingga tanaman itu tumbuh subur, Ki Ageng Makukuhan sendiri masih tidak tahu apa nama tanaman tersebut. Hingga suatu hari, Ki Ageng Makukuhan didatangi seseorang yang sedang merasa tidak enak badan, sakit. Secara naluriah Ki Ageng Makukuhan memetik daun yang ditanamnya, lalu dikibas-kibaskannya daun itu sambil bergumam; Iki tambaku<\/em>, ini obat dariku. Ajaib! Beberapa saat kemudian orang yang sakit itu sembuh, sehat seperti sedia kala.
<\/p>\n\n\n\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kisah Lisan Ki Ageng Makukuhan<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Ki Ageng Makukuhan merupakan murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Lazimnya seorang murid yang sudah khatam menimba ilmu, Ki Ageng Makukuhan lantas mengembara, menolong orang, menyembuhkan orang yang sakit lumpuh, menyamar menjadi seorang petani guna melakukan syiar agama islam. Beliau oleh Sunan Kudus dibekali benih tanaman yang dia sendiri tidak tahu namanya. Pesan Sunan Kudus jelas; tanamlah benih ini di tanah yang menurut hatimu tepat untuk ditanami. Sepanjang pengembaraannya, Ki Ageng Makukuhan telah mengangkat beberapa murid atau santri yang ikut bersamanya.
<\/p>\n\n\n\n

Sesampainya di Desa Kemloko, yang letaknya berdekatan dengan Desa Legoksari di lereng Sumbing, benih itu ditebarkan lalu tumbuhlah tanaman yang subur berdaun lebar menghijau. Namun hingga tanaman itu tumbuh subur, Ki Ageng Makukuhan sendiri masih tidak tahu apa nama tanaman tersebut. Hingga suatu hari, Ki Ageng Makukuhan didatangi seseorang yang sedang merasa tidak enak badan, sakit. Secara naluriah Ki Ageng Makukuhan memetik daun yang ditanamnya, lalu dikibas-kibaskannya daun itu sambil bergumam; Iki tambaku<\/em>, ini obat dariku. Ajaib! Beberapa saat kemudian orang yang sakit itu sembuh, sehat seperti sedia kala.
<\/p>\n\n\n\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sedangkan tradisi Rejeban Plabengan merupakan tradisi syukuran semua warga Dusun Cepit, Desa Pagergunung, yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Rajab\/Rejeb tiap hari jumat. Tradisi Rejeban Plabengan diawali dengan prosesi pengambilan air suci pada hari kamis di sumber mata air yang letaknya di lereng Sumbing. Kemudian malam harinya seluruh warga membawa obor menuju Plabengan, mengadakan tahlilan dan membaca salawat di makam Ki Ageng Makukuhan. Pada hari jumat pagi, ratusan warga memikul tenong berisi ayam ingkung, lauk pauk, dan pisang, mengiringi tumpeng berukuran besar. Mereka berjalan beriringan dipimpin Mbah Kaum dan Mbah Suyono sang kuncen Plabengan. Semua makanan di dalam tenong itu didoakan, lalu dimakan bersama sambil menonton kesenian tradisi setempat yakni jaran kepang. Tujuan Rejeban Plabengan adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon dimurahkan rejeki, perlindungan dan keberkahan bagi semua warga. Usai Rejeban Plabengan biasanya dimulainya masa tanam perdana tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan Ki Ageng Makukuhan<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Ki Ageng Makukuhan merupakan murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Lazimnya seorang murid yang sudah khatam menimba ilmu, Ki Ageng Makukuhan lantas mengembara, menolong orang, menyembuhkan orang yang sakit lumpuh, menyamar menjadi seorang petani guna melakukan syiar agama islam. Beliau oleh Sunan Kudus dibekali benih tanaman yang dia sendiri tidak tahu namanya. Pesan Sunan Kudus jelas; tanamlah benih ini di tanah yang menurut hatimu tepat untuk ditanami. Sepanjang pengembaraannya, Ki Ageng Makukuhan telah mengangkat beberapa murid atau santri yang ikut bersamanya.
<\/p>\n\n\n\n

Sesampainya di Desa Kemloko, yang letaknya berdekatan dengan Desa Legoksari di lereng Sumbing, benih itu ditebarkan lalu tumbuhlah tanaman yang subur berdaun lebar menghijau. Namun hingga tanaman itu tumbuh subur, Ki Ageng Makukuhan sendiri masih tidak tahu apa nama tanaman tersebut. Hingga suatu hari, Ki Ageng Makukuhan didatangi seseorang yang sedang merasa tidak enak badan, sakit. Secara naluriah Ki Ageng Makukuhan memetik daun yang ditanamnya, lalu dikibas-kibaskannya daun itu sambil bergumam; Iki tambaku<\/em>, ini obat dariku. Ajaib! Beberapa saat kemudian orang yang sakit itu sembuh, sehat seperti sedia kala.
<\/p>\n\n\n\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Tradisi Among Tebal adalah doa bersama sebelum tanam perdana tembakau. Dalam melakukan tradisi ini ratusan warga berkumpul di tanah lapang membawa uba rampe seperti tumpeng, ingkung ayam, dan beberapa nampan berisi buah-buahan dan jajan pasar. Semua ubarampe itu didoakan kemudian dilakukan kembul bujana atau makan bersama. Sambil menonton pentas kesenian tradisional dusun setempat. Tradisi Among Tebal tujuannya untuk meminta dimurahkan rejeki dan keberkahan bagi setiap warga.
<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan tradisi Rejeban Plabengan merupakan tradisi syukuran semua warga Dusun Cepit, Desa Pagergunung, yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Rajab\/Rejeb tiap hari jumat. Tradisi Rejeban Plabengan diawali dengan prosesi pengambilan air suci pada hari kamis di sumber mata air yang letaknya di lereng Sumbing. Kemudian malam harinya seluruh warga membawa obor menuju Plabengan, mengadakan tahlilan dan membaca salawat di makam Ki Ageng Makukuhan. Pada hari jumat pagi, ratusan warga memikul tenong berisi ayam ingkung, lauk pauk, dan pisang, mengiringi tumpeng berukuran besar. Mereka berjalan beriringan dipimpin Mbah Kaum dan Mbah Suyono sang kuncen Plabengan. Semua makanan di dalam tenong itu didoakan, lalu dimakan bersama sambil menonton kesenian tradisi setempat yakni jaran kepang. Tujuan Rejeban Plabengan adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon dimurahkan rejeki, perlindungan dan keberkahan bagi semua warga. Usai Rejeban Plabengan biasanya dimulainya masa tanam perdana tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan Ki Ageng Makukuhan<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Ki Ageng Makukuhan merupakan murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Lazimnya seorang murid yang sudah khatam menimba ilmu, Ki Ageng Makukuhan lantas mengembara, menolong orang, menyembuhkan orang yang sakit lumpuh, menyamar menjadi seorang petani guna melakukan syiar agama islam. Beliau oleh Sunan Kudus dibekali benih tanaman yang dia sendiri tidak tahu namanya. Pesan Sunan Kudus jelas; tanamlah benih ini di tanah yang menurut hatimu tepat untuk ditanami. Sepanjang pengembaraannya, Ki Ageng Makukuhan telah mengangkat beberapa murid atau santri yang ikut bersamanya.
<\/p>\n\n\n\n

Sesampainya di Desa Kemloko, yang letaknya berdekatan dengan Desa Legoksari di lereng Sumbing, benih itu ditebarkan lalu tumbuhlah tanaman yang subur berdaun lebar menghijau. Namun hingga tanaman itu tumbuh subur, Ki Ageng Makukuhan sendiri masih tidak tahu apa nama tanaman tersebut. Hingga suatu hari, Ki Ageng Makukuhan didatangi seseorang yang sedang merasa tidak enak badan, sakit. Secara naluriah Ki Ageng Makukuhan memetik daun yang ditanamnya, lalu dikibas-kibaskannya daun itu sambil bergumam; Iki tambaku<\/em>, ini obat dariku. Ajaib! Beberapa saat kemudian orang yang sakit itu sembuh, sehat seperti sedia kala.
<\/p>\n\n\n\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Dari Tambaku, Mbako hingga Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Tradisi Among Tebal adalah doa bersama sebelum tanam perdana tembakau. Dalam melakukan tradisi ini ratusan warga berkumpul di tanah lapang membawa uba rampe seperti tumpeng, ingkung ayam, dan beberapa nampan berisi buah-buahan dan jajan pasar. Semua ubarampe itu didoakan kemudian dilakukan kembul bujana atau makan bersama. Sambil menonton pentas kesenian tradisional dusun setempat. Tradisi Among Tebal tujuannya untuk meminta dimurahkan rejeki dan keberkahan bagi setiap warga.
<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan tradisi Rejeban Plabengan merupakan tradisi syukuran semua warga Dusun Cepit, Desa Pagergunung, yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Rajab\/Rejeb tiap hari jumat. Tradisi Rejeban Plabengan diawali dengan prosesi pengambilan air suci pada hari kamis di sumber mata air yang letaknya di lereng Sumbing. Kemudian malam harinya seluruh warga membawa obor menuju Plabengan, mengadakan tahlilan dan membaca salawat di makam Ki Ageng Makukuhan. Pada hari jumat pagi, ratusan warga memikul tenong berisi ayam ingkung, lauk pauk, dan pisang, mengiringi tumpeng berukuran besar. Mereka berjalan beriringan dipimpin Mbah Kaum dan Mbah Suyono sang kuncen Plabengan. Semua makanan di dalam tenong itu didoakan, lalu dimakan bersama sambil menonton kesenian tradisi setempat yakni jaran kepang. Tujuan Rejeban Plabengan adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon dimurahkan rejeki, perlindungan dan keberkahan bagi semua warga. Usai Rejeban Plabengan biasanya dimulainya masa tanam perdana tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan Ki Ageng Makukuhan<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Ki Ageng Makukuhan merupakan murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Lazimnya seorang murid yang sudah khatam menimba ilmu, Ki Ageng Makukuhan lantas mengembara, menolong orang, menyembuhkan orang yang sakit lumpuh, menyamar menjadi seorang petani guna melakukan syiar agama islam. Beliau oleh Sunan Kudus dibekali benih tanaman yang dia sendiri tidak tahu namanya. Pesan Sunan Kudus jelas; tanamlah benih ini di tanah yang menurut hatimu tepat untuk ditanami. Sepanjang pengembaraannya, Ki Ageng Makukuhan telah mengangkat beberapa murid atau santri yang ikut bersamanya.
<\/p>\n\n\n\n

Sesampainya di Desa Kemloko, yang letaknya berdekatan dengan Desa Legoksari di lereng Sumbing, benih itu ditebarkan lalu tumbuhlah tanaman yang subur berdaun lebar menghijau. Namun hingga tanaman itu tumbuh subur, Ki Ageng Makukuhan sendiri masih tidak tahu apa nama tanaman tersebut. Hingga suatu hari, Ki Ageng Makukuhan didatangi seseorang yang sedang merasa tidak enak badan, sakit. Secara naluriah Ki Ageng Makukuhan memetik daun yang ditanamnya, lalu dikibas-kibaskannya daun itu sambil bergumam; Iki tambaku<\/em>, ini obat dariku. Ajaib! Beberapa saat kemudian orang yang sakit itu sembuh, sehat seperti sedia kala.
<\/p>\n\n\n\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Namun dari manapun asal usul Ki Ageng Makukuhan, warga lereng gunung Sumbing hingga kini tetap menyimpan keyakinan dalam kalbunya. Keyakinan yang kemudian berkembang di tengah masyarakat menjadi tradisi. Tradisi warisan leluhur warga Dusun di lereng Sumbing yang terus dilestarikan. Dan tradisi itu tidak ada yang berani melanggarnya hingga saat ini, seperti tradisi Ritual Among Tebal di Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, dan Dusun Dukuh, Desa Wonosari, serta Rejeban Plabengan di Dusun Cepit, Desa Pagergunung, Temanggung.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Dari Tambaku, Mbako hingga Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Tradisi Among Tebal adalah doa bersama sebelum tanam perdana tembakau. Dalam melakukan tradisi ini ratusan warga berkumpul di tanah lapang membawa uba rampe seperti tumpeng, ingkung ayam, dan beberapa nampan berisi buah-buahan dan jajan pasar. Semua ubarampe itu didoakan kemudian dilakukan kembul bujana atau makan bersama. Sambil menonton pentas kesenian tradisional dusun setempat. Tradisi Among Tebal tujuannya untuk meminta dimurahkan rejeki dan keberkahan bagi setiap warga.
<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan tradisi Rejeban Plabengan merupakan tradisi syukuran semua warga Dusun Cepit, Desa Pagergunung, yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Rajab\/Rejeb tiap hari jumat. Tradisi Rejeban Plabengan diawali dengan prosesi pengambilan air suci pada hari kamis di sumber mata air yang letaknya di lereng Sumbing. Kemudian malam harinya seluruh warga membawa obor menuju Plabengan, mengadakan tahlilan dan membaca salawat di makam Ki Ageng Makukuhan. Pada hari jumat pagi, ratusan warga memikul tenong berisi ayam ingkung, lauk pauk, dan pisang, mengiringi tumpeng berukuran besar. Mereka berjalan beriringan dipimpin Mbah Kaum dan Mbah Suyono sang kuncen Plabengan. Semua makanan di dalam tenong itu didoakan, lalu dimakan bersama sambil menonton kesenian tradisi setempat yakni jaran kepang. Tujuan Rejeban Plabengan adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon dimurahkan rejeki, perlindungan dan keberkahan bagi semua warga. Usai Rejeban Plabengan biasanya dimulainya masa tanam perdana tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan Ki Ageng Makukuhan<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Ki Ageng Makukuhan merupakan murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Lazimnya seorang murid yang sudah khatam menimba ilmu, Ki Ageng Makukuhan lantas mengembara, menolong orang, menyembuhkan orang yang sakit lumpuh, menyamar menjadi seorang petani guna melakukan syiar agama islam. Beliau oleh Sunan Kudus dibekali benih tanaman yang dia sendiri tidak tahu namanya. Pesan Sunan Kudus jelas; tanamlah benih ini di tanah yang menurut hatimu tepat untuk ditanami. Sepanjang pengembaraannya, Ki Ageng Makukuhan telah mengangkat beberapa murid atau santri yang ikut bersamanya.
<\/p>\n\n\n\n

Sesampainya di Desa Kemloko, yang letaknya berdekatan dengan Desa Legoksari di lereng Sumbing, benih itu ditebarkan lalu tumbuhlah tanaman yang subur berdaun lebar menghijau. Namun hingga tanaman itu tumbuh subur, Ki Ageng Makukuhan sendiri masih tidak tahu apa nama tanaman tersebut. Hingga suatu hari, Ki Ageng Makukuhan didatangi seseorang yang sedang merasa tidak enak badan, sakit. Secara naluriah Ki Ageng Makukuhan memetik daun yang ditanamnya, lalu dikibas-kibaskannya daun itu sambil bergumam; Iki tambaku<\/em>, ini obat dariku. Ajaib! Beberapa saat kemudian orang yang sakit itu sembuh, sehat seperti sedia kala.
<\/p>\n\n\n\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Sama seperti halnya kisah lisan tentang Ki Ageng Makukuhan, yang dipercayai oleh warga lereng gunung Sumbing sebagai penyebar agama Islam pertama di Desa Kedu, Temanggung. Ki Ageng Makukuhan merupakan anggota santri sanga dan dipercaya oleh banyak orang sebagai penerus Wali Sanga. Asal usulnya penuh misteri. Ada yang bilang beliau keturunan Cina, yang lain bilang dari Arab, dan lainnya lagi bilang beliau keturunan Jawa. Ada yang bilang jasadnya dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Ada lagi yang menyakini dimakamkan di Plabengan, Dusun Cepit, Desa Pagergunung, Kecamatan Bulu, Temanggung.
<\/p>\n\n\n\n

Namun dari manapun asal usul Ki Ageng Makukuhan, warga lereng gunung Sumbing hingga kini tetap menyimpan keyakinan dalam kalbunya. Keyakinan yang kemudian berkembang di tengah masyarakat menjadi tradisi. Tradisi warisan leluhur warga Dusun di lereng Sumbing yang terus dilestarikan. Dan tradisi itu tidak ada yang berani melanggarnya hingga saat ini, seperti tradisi Ritual Among Tebal di Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, dan Dusun Dukuh, Desa Wonosari, serta Rejeban Plabengan di Dusun Cepit, Desa Pagergunung, Temanggung.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Dari Tambaku, Mbako hingga Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Tradisi Among Tebal adalah doa bersama sebelum tanam perdana tembakau. Dalam melakukan tradisi ini ratusan warga berkumpul di tanah lapang membawa uba rampe seperti tumpeng, ingkung ayam, dan beberapa nampan berisi buah-buahan dan jajan pasar. Semua ubarampe itu didoakan kemudian dilakukan kembul bujana atau makan bersama. Sambil menonton pentas kesenian tradisional dusun setempat. Tradisi Among Tebal tujuannya untuk meminta dimurahkan rejeki dan keberkahan bagi setiap warga.
<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan tradisi Rejeban Plabengan merupakan tradisi syukuran semua warga Dusun Cepit, Desa Pagergunung, yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Rajab\/Rejeb tiap hari jumat. Tradisi Rejeban Plabengan diawali dengan prosesi pengambilan air suci pada hari kamis di sumber mata air yang letaknya di lereng Sumbing. Kemudian malam harinya seluruh warga membawa obor menuju Plabengan, mengadakan tahlilan dan membaca salawat di makam Ki Ageng Makukuhan. Pada hari jumat pagi, ratusan warga memikul tenong berisi ayam ingkung, lauk pauk, dan pisang, mengiringi tumpeng berukuran besar. Mereka berjalan beriringan dipimpin Mbah Kaum dan Mbah Suyono sang kuncen Plabengan. Semua makanan di dalam tenong itu didoakan, lalu dimakan bersama sambil menonton kesenian tradisi setempat yakni jaran kepang. Tujuan Rejeban Plabengan adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon dimurahkan rejeki, perlindungan dan keberkahan bagi semua warga. Usai Rejeban Plabengan biasanya dimulainya masa tanam perdana tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan Ki Ageng Makukuhan<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Ki Ageng Makukuhan merupakan murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Lazimnya seorang murid yang sudah khatam menimba ilmu, Ki Ageng Makukuhan lantas mengembara, menolong orang, menyembuhkan orang yang sakit lumpuh, menyamar menjadi seorang petani guna melakukan syiar agama islam. Beliau oleh Sunan Kudus dibekali benih tanaman yang dia sendiri tidak tahu namanya. Pesan Sunan Kudus jelas; tanamlah benih ini di tanah yang menurut hatimu tepat untuk ditanami. Sepanjang pengembaraannya, Ki Ageng Makukuhan telah mengangkat beberapa murid atau santri yang ikut bersamanya.
<\/p>\n\n\n\n

Sesampainya di Desa Kemloko, yang letaknya berdekatan dengan Desa Legoksari di lereng Sumbing, benih itu ditebarkan lalu tumbuhlah tanaman yang subur berdaun lebar menghijau. Namun hingga tanaman itu tumbuh subur, Ki Ageng Makukuhan sendiri masih tidak tahu apa nama tanaman tersebut. Hingga suatu hari, Ki Ageng Makukuhan didatangi seseorang yang sedang merasa tidak enak badan, sakit. Secara naluriah Ki Ageng Makukuhan memetik daun yang ditanamnya, lalu dikibas-kibaskannya daun itu sambil bergumam; Iki tambaku<\/em>, ini obat dariku. Ajaib! Beberapa saat kemudian orang yang sakit itu sembuh, sehat seperti sedia kala.
<\/p>\n\n\n\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Kisah lisan atau cerita legenda hingga kini terus dituturkan secara turun-temurun melalui pitutur dan tetap dilestarikan di desa-desa di penjuru Nusantara. Sepenggal kisah lisan di suatu daerah bahkan memuat berbagai macam versi namun tetap dipercayai karena mengandung nilai-nilai kebaikan bagi kehidupan warga yang meyakininya.
<\/p>\n\n\n\n

Sama seperti halnya kisah lisan tentang Ki Ageng Makukuhan, yang dipercayai oleh warga lereng gunung Sumbing sebagai penyebar agama Islam pertama di Desa Kedu, Temanggung. Ki Ageng Makukuhan merupakan anggota santri sanga dan dipercaya oleh banyak orang sebagai penerus Wali Sanga. Asal usulnya penuh misteri. Ada yang bilang beliau keturunan Cina, yang lain bilang dari Arab, dan lainnya lagi bilang beliau keturunan Jawa. Ada yang bilang jasadnya dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Ada lagi yang menyakini dimakamkan di Plabengan, Dusun Cepit, Desa Pagergunung, Kecamatan Bulu, Temanggung.
<\/p>\n\n\n\n

Namun dari manapun asal usul Ki Ageng Makukuhan, warga lereng gunung Sumbing hingga kini tetap menyimpan keyakinan dalam kalbunya. Keyakinan yang kemudian berkembang di tengah masyarakat menjadi tradisi. Tradisi warisan leluhur warga Dusun di lereng Sumbing yang terus dilestarikan. Dan tradisi itu tidak ada yang berani melanggarnya hingga saat ini, seperti tradisi Ritual Among Tebal di Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, dan Dusun Dukuh, Desa Wonosari, serta Rejeban Plabengan di Dusun Cepit, Desa Pagergunung, Temanggung.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Dari Tambaku, Mbako hingga Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Tradisi Among Tebal adalah doa bersama sebelum tanam perdana tembakau. Dalam melakukan tradisi ini ratusan warga berkumpul di tanah lapang membawa uba rampe seperti tumpeng, ingkung ayam, dan beberapa nampan berisi buah-buahan dan jajan pasar. Semua ubarampe itu didoakan kemudian dilakukan kembul bujana atau makan bersama. Sambil menonton pentas kesenian tradisional dusun setempat. Tradisi Among Tebal tujuannya untuk meminta dimurahkan rejeki dan keberkahan bagi setiap warga.
<\/p>\n\n\n\n

Sedangkan tradisi Rejeban Plabengan merupakan tradisi syukuran semua warga Dusun Cepit, Desa Pagergunung, yang dilaksanakan setiap tahun pada bulan Rajab\/Rejeb tiap hari jumat. Tradisi Rejeban Plabengan diawali dengan prosesi pengambilan air suci pada hari kamis di sumber mata air yang letaknya di lereng Sumbing. Kemudian malam harinya seluruh warga membawa obor menuju Plabengan, mengadakan tahlilan dan membaca salawat di makam Ki Ageng Makukuhan. Pada hari jumat pagi, ratusan warga memikul tenong berisi ayam ingkung, lauk pauk, dan pisang, mengiringi tumpeng berukuran besar. Mereka berjalan beriringan dipimpin Mbah Kaum dan Mbah Suyono sang kuncen Plabengan. Semua makanan di dalam tenong itu didoakan, lalu dimakan bersama sambil menonton kesenian tradisi setempat yakni jaran kepang. Tujuan Rejeban Plabengan adalah sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon dimurahkan rejeki, perlindungan dan keberkahan bagi semua warga. Usai Rejeban Plabengan biasanya dimulainya masa tanam perdana tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan Ki Ageng Makukuhan<\/strong><\/h3>\n\n\n\n

Ki Ageng Makukuhan merupakan murid Sunan Kudus dan Sunan Kalijaga. Lazimnya seorang murid yang sudah khatam menimba ilmu, Ki Ageng Makukuhan lantas mengembara, menolong orang, menyembuhkan orang yang sakit lumpuh, menyamar menjadi seorang petani guna melakukan syiar agama islam. Beliau oleh Sunan Kudus dibekali benih tanaman yang dia sendiri tidak tahu namanya. Pesan Sunan Kudus jelas; tanamlah benih ini di tanah yang menurut hatimu tepat untuk ditanami. Sepanjang pengembaraannya, Ki Ageng Makukuhan telah mengangkat beberapa murid atau santri yang ikut bersamanya.
<\/p>\n\n\n\n

Sesampainya di Desa Kemloko, yang letaknya berdekatan dengan Desa Legoksari di lereng Sumbing, benih itu ditebarkan lalu tumbuhlah tanaman yang subur berdaun lebar menghijau. Namun hingga tanaman itu tumbuh subur, Ki Ageng Makukuhan sendiri masih tidak tahu apa nama tanaman tersebut. Hingga suatu hari, Ki Ageng Makukuhan didatangi seseorang yang sedang merasa tidak enak badan, sakit. Secara naluriah Ki Ageng Makukuhan memetik daun yang ditanamnya, lalu dikibas-kibaskannya daun itu sambil bergumam; Iki tambaku<\/em>, ini obat dariku. Ajaib! Beberapa saat kemudian orang yang sakit itu sembuh, sehat seperti sedia kala.
<\/p>\n\n\n\n

Gumaman Ki Ageng Makukuhan didengar oleh beberapa santrinya, lantas berita kesembuhan dari daun itu menyebar ke seantero lereng Sumbing dan sekitarnya. Secara lisan dari mulut ke mulut kata Tambaku menyebar menjadi kata Tembaku. Semakin banyak mulut yang mengabarkan dan semakin banyak pula telinga yang mendengarkan, kata Tembaku, berubah dengan sendirinya menjadi Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah lisan di atas begitu diyakini oleh warga Dusun Lamuklegok, Desa Legoksari, Temanggung. Karena kisah lisan itu telah dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi oleh para orang-orang tua sejak dulu. Dusun Lamuklegok, merupakan penghasil tembakau srinthil kualitas baik. Kisah lisan warga Desa Legoksari itu kini bertebaran di laman-laman dunia maya, dan tentu saja bertabrakan dengan sumber sejarah yang bertebaran pula di dunia maya; catatan-catatan sejarah itu mengatakan tembakau pertama kali masuk ke Nusantara pada awal abad ke-17. Sumber sejarah itu ada yang mengatakan bangsa Portugislah yang membawa benih tembakau pertama kalinya ke Indonesia, ada lagi yang bilang bangsa Belanda, dan Spanyol. Nama tembakau di Indonesia memang kata serapan dari \u201cTabaco\u201d yang berasal dari bahasa Spanyol. Tetapi tembakau tentu saja bukan berasal dari bangsa Spanyol.  
<\/p>\n\n\n\n

Kuncen Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Hari itu, jumat (22\/3) sore, saya diantar seorang warga menuju ke rumah kuncen Plabengan, Mbah Suyono, di Dusun Cepit, Desa Pagergunung. Keberadaan saya di Dusun Cepit, Desa Pagergunung dalam rangka memotret ritual Rejeban Plabengan. Saya datang bersama Giri Wijayanto, Fahmi Mamok Widayat, dan beberapa teman fotografer dari Jogja. <\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, penggemar garis keras kretek 76 | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Pagi usai meliput ritual Rejeban Plabengan, saya kelelahan dan tertidur menjelang salat jumat, dan terbangun pukul 15.00 wib di rumah seorang petani tembakau bernama Mujiono. Kedua teman saya, Giri dan Mamok sudah tiada. Mungkin mereka ngopi di warung Mukidi. Karena tadi pagi sempat rerasan<\/em> ingin minum kopi di sana sore hari.
<\/p>\n\n\n\n

Saat saya tiba di rumah Mbah Suyono, dia tengah duduk sendirian di ruang tamu. Mengenakan sarung, berpakaian batik dan berpeci. Wajahnya bersih. Tubuhnya tinggi saat dia berdiri menjabat tangan saya. Lelaki yang menjadi kuncen sejak tahun 1982 itu sekarang berusia 88 tahun.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya tidak tahu mengapa ditunjuk oleh Wongso Rajiman menjadi kuncen makam Ki Ageng Makukuhan,\u201d kata Suyono mulai bercerita, dalam bahasa jawa. Wongso Rajiman yang disebut Suyono adalah kuncen Plabengan sebelum dirinya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cAwalnya,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cSaya hanya diminta oleh Wongso Rajiman untuk membantu dan melayani, jika ada orang dari luar desa yang datang ingin berziarah. Selain di makam Ki Ageng Makukuhan, saya juga diminta membantu melayani orang-orang yang berziarah di makam Ki Ageng Tunggul Wulung, Ki Panidi Kuda Negara, dan Ki Ageng Gadung Melati, yang merupakan santri-santri Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Selama nyantrik di Plabengan, Mbah Suyono tidak tahu jika Wongso Rajiman telah menempelkan kesaktian kepadanya. Dia hanya menaati saat diperintahkan untuk berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam sampai tujuh hari tujuh malam di makam Plabengan. Dan itu sering dilakukannya, berkali-kali. Sesekali Mbah Suyono ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Saat tengah asyik berbincang dengan Mbah Suyono, tiba-tiba Giri dan Mamok datang dan ikut duduk di ruang tamu. <\/p>\n\n\n\n

Baca: Kretek dalam Sejarah Evolusi Budaya Khas Nusantara<\/a><\/p>\n\n\n\n

\u201cDulu,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cjasad Ki Ageng Makukuhan dimakamkan di Desa Kedu, Temanggung. Tapi para santrinya tidak setuju sehingga makamnya dipindahkan dari Kedu ke Dusun Dukuh, Desa Wonosari. Karena lokasi Dusun Dukuh, Wonosari, berdekatan dengan Plabengan yang letaknya di Dusun Cepit, Pagergunung, makanya setiap selamatan selalu berbarengan yakni pada hari Jumat. Setiap jumat dan tidak berpatokan pada hari pasaran,\u201d kata Mbah Suyono.  
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Mbah Suyono, setelah sekian lama di Dusun Dukuh, Wonosari, makam Ki Ageng Makukuhan dipindahkan ke Plabengan. Sayangnya, Mbah Suyono sudah tidak ingat lagi tahun berapa perpindahan dari satu makam ke makam lainnya. Dan apa yang menjadi penyebab makamnya dipindah ke Plabengan. Yang dia ingat, saat itu dia masih duduk di bangku SD kelas 2 pada jaman pendudukan Jepang. Hebat sekali daya ingatnya.  
<\/p>\n\n\n\n

\u201cRitual Rejeban Plabengan,\u201d menurut Mbah Suyono, \u201cpertama kali dilaksanakan sejak perpindahan makam dari Dusun Dukuh, Desa Wonosari ke Plabengan di bulan Rajab\/rejeb pada hari jumat.\u2019
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPlabengan,\u201d kata Mbah Suyono, \u201cmerupakan tempat untuk bermusyawarah wangsa Makukuhan. Ruang pertemuan bagi wangsa jin, juga pepunden dari Dieng yakni Empu Supa, Kyai Kendil Wesi dari gunung Merapi, dan Ki Ageng Makukuhan.\u201d <\/p>\n\n\n\n

\u201cMereka,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cbertemu setiap tahun pada hari jumat di bulan Rajab\/Rejeb.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Letak Plabengan berada di ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Plabengan begitu wingit bagi warga Dusun Cepit. Kisah-kisah lisan dan kesaksian warga banyak bertebaran di sudut-sudut dusun hingga didengar banyak warga desa sekitarnya. Kisah-kisah lisan itu saya ketahui setelah saya menjumpai beberapa warga Dusun Cepit usai pulang dari rumah Mbah Suyono.
<\/p>\n\n\n\n

Selama menjadi kuncen sudah tak terhitung lagi berapa kali Mbah Suyono menyadarkan orang yang kerasukan di gunung, dan mengobati orang sakit. Semua itu dia lakukan hanya memohonkan doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Mbah Suyono merasa dirinya tidak mempunyai ilmu. Sebuah sikap rendah hati dari seorang kuncen yang disegani warganya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah suatu hari ada seseorang datang dari Jakarta,\u201d kata Mbah Suyono. \u201cLelaki dari Jakarta itu datang ke rumah dan bercerita jika dia bermimpi didatangi oleh Ki Ageng Ronggolawe dari Tuban. Dalam mimpinya, Ki Ageng Ronggolawe menganjurkan lelaki itu untuk mendatangi gunung Sumbing dan berziarah di makam Ki Ageng Makukuhan di Plabengan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJadi,\u201d lanjut Mbah Suyono, \u201cpetunjuk itu datang dari mana saja dan diterima siapa saja yang dianggap berjodoh. Warga Dusun Cepit malah jarang yang diberi petunjuk oleh Ki Ageng Makukuhan. Petunjuk hanyalah jalan bagi siapapun yang berjodoh untuk datang ke Plabengan. Hanya sebuah jalan, karena orang yang mendapatkan petunjuk belum tentu permintaannya akan dikabulkan. Artinya, orang yang mendapat petunjuk akan benar-benar berjodoh jika permintaannya dikabulkan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Setelah puluhan tahun menjadi kuncen Plabengan sebenarnya Mbah Suyono punya niatan untuk beristirahat, berhenti menjadi kuncen. Mbah Suyono mengaku sudah berkali-kali meminta kepada Ki Ageng Makukuhan namun selalu ditolak. Berkali-kali berarti dia sudah berpuasa ngeblong<\/em> tiga hari tiga malam atau tujuh hari tujuh malam selama beberapa kali. Tidak setiap kali saat dia ingin bertemu lantas ditemui oleh Ki Ageng Makukuhan. Ini menyangkut waktu agung atau waktu yang baik. Karena di dalam hari ada waktu-waktu yang tepat dan tidak tepat, waktu agung, waktu apes, dan waktu yang dianggap jodoh bagi manusia, mengikuti perhitungan bulan, kelahiran dan semesta.
<\/p>\n\n\n\n

Saat pertama kali ingin bertemu untuk meminta ijin berhenti menjadi kuncen, Mbah Suyono berpuasa ngeblong<\/em> terlebih dahulu. Puasa Ngeblong atau Ngebleng selain tidak makan dan minum juga tidak boleh tidur minimal selama 24 jam. Tidak setiap usai puasa ngeblong Mbah Suyono lantas ditemui. Terkadang Ki Ageng Makukuhan hanya menyampaikan amanahnya melalui tubuh orang lain. Pernah suatu hari Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh lelaki bernama Tudi, anak turun Wongso Rajiman. Dia tidak direstui.
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono tak putus asa dan melakukan tirakat lagi dengan niatan yang sama, ingin bertemu dengan Ki Ageng Makukuhan dan memohon ijin untuk berhenti menjadi kuncen. Kali ini Ki Ageng Makukuhan mau menemui Mbah Suyono tapi tetap saja keinginannya di tolak.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cApakah kamu ingin desamu geger.\u201d Begitu kata Ki Ageng Makukuhan, seperti yang diceritakan Mbah Suyono pada saya.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cOo, bisa begitu, ya.\u201d Kata Mbah Suyono, hatinya bergetar. Luruh. <\/p>\n\n\n\n

\"\"
Mbah Suyono, depan, turun dari plabengan usai ritual Rejeban Plabengan | Foto: Eko Susanto<\/a><\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

\u201cLha, gene ngerti<\/em>,\u201d kata Ki Ageng Makukuhan. Usai mengucapkan kalimat itu Ki Ageng Makukuhan lenyap. Suyono terpaku dalam hening. Dia berpikir.
<\/p>\n\n\n\n

Tentu saja Mbah Suyono kurang puas dengan jawaban Ki Ageng Makukuhan. Dirinya sudah cukup tua untuk melanjutkan pengabdiannya sebagai kuncen. Dia juga tidak diberitahu apa alasannya sehingga keinginannya berhenti menjadi kuncen ditolak Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Beberapa tahun kemudian Mbah Suyono melakukan tirakat lagi; puasa ngeblong<\/em>. Dirinya menembus ruang dan waktu; mulai petang hari, tengah malam, hingga malam menjelang subuh.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWaktu Titiyoni, Gandayoni, lan Puspatajem,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono, sambil menatap mata saya. Matanya memancarkan keteduhan. Walaupun kornea matanya sudah nampak pudar karena usia tua. Namun tatapan matanya begitu lembut, ciri-ciri orang yang mempunyai jiwa yang tenang.
<\/p>\n\n\n\n

Kali ini Ki Ageng Makukuhan langsung menemui dirinya menjelang subuh. Dan berkata: \u201cTungguo sak megaring kembang.<\/em>\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Mbah Suyono kembali diperintahkan untuk menunggu.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cTungguo sak megaring kembang, kuwi cepak limang dino, adoh maring 10 dina,<\/em>\u201d kata Mbah Suyono kepada saya, saat saya tanyakan apa maksudnya.
<\/p>\n\n\n\n

Sehari bagi Mbah Suyono sama dengan dia laku atau nglakoni<\/em> selama setahun. Lima hari (cepak limang dina<\/em>) berarti lima tahun, hingga 10 tahun. Dia memahami apa yang dikatakan Ki Ageng Makukuhan. Dan hingga saat ini dia tetap sabar menunggu karena belum ada yang bisa menggantikan dirinya. Dia telah tahu bahwa belum ada orang yang berjodoh menggantikan dirinya sebagai kuncen Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Tetapi di dalam hatinya, Mbah Suyono merasakan dirinya sudah tidak mampu lagi mengemban tugas sebagai kuncen. Fisiknya mulai menurun. Apalagi jika harus mengantar peziarah mendaki lereng gunung. Keputusannya berdasarkan kontemplasi yang matang. Setiap saat dia bercermin pada hatinya. Keputusannya bulat, dia sudah merasa tidak sanggup lagi menjadi kuncen karena usia tua. Tetapi jawaban: Tungguo sak megaring kembang<\/em> sebenarnya juga adalah penolakan dari Ki Ageng Makukuhan.<\/p>\n\n\n\n

Kisah Lisan dari Plabengan<\/strong><\/h2>\n\n\n\n

Saya pamit dari rumah Mbah Suyono sekitar pukul 17.00 wib. Di tepian jalan dusun beberapa warga memakai sarung, bergerombol di teras rumah sambil udud lintingan kemloko dan kretek 76. Saya hampiri sejenak dan berbincang beberapa saat. Lalu saya melanjutkan jalan menuju rumah Pak Mujiono, tempat saya, Giri, dan Mamok, menginap. Di sebelah rumah pak Mujiono terdapat juga warga dusun yang sedang ngobrol. Sama seperti di teras rumah tadi. Mereka memakai sarung, sambil udud lintingan juga ada yang udud kretek.<\/p>\n\n\n\n


<\/p>\n\n\n\n

\"\"
Pak Buari, kiri, dan warga Dusun Cepit.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n

Lelaki yang berjaket putih dan bersarung bernama Buari, di sebelahnya Suratman, dan dua orang lainnya lagi. Pak Buari dan keempat temannya juga meyakini bahwa Plabengan adalah makam Ki Ageng Makukuhan dan santri-santrinya. Plabengan dianggap wingit oleh warga Dusun Cepit. Banyak kejadian-kejadian aneh yang sukar diterima akal terjadi di Plabengan.
<\/p>\n\n\n\n

Menurut Pak Buari; pernah terjadi suatu malam, ada seorang warga melihat seekor kuda putih berjalan di Plabengan. Padahal tidak seorang pun warga dusun yang memelihara kuda. Apalagi berwarna putih. Kuda itu konon tunggangan Ki Ageng Makukuhan. Ada juga warga yang lain melihat seekor harimau. Tetapi tidak semua orang bisa melihat hewan-hewan peliharaan Ki Ageng Makukuhan. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya. <\/p>\n\n\n\n

Hanya orang-orang yang berjodoh. Orang-orang yang terpilih. Sama seperti halnya dengan permintaan. Banyak orang yang berziarah ke Plabengan tapi tidak semuanya dikabulkan.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan juga meminta sembarangan, Mas,\u201d kata Pak Buari pada saya.<\/p>\n\n\n\n

\u201cSembarangan bagaimana maksudnya, Pak,\u201d tanya saya dalam jawa.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPernah ada seorang pemuda tirakat di makam tiba tiba tubuhnya terlontar seperti dilemparkan oleh seseorang yang tak terlihat. Pemuda itu jatuh di tepian jurang, lalu terperosok. Untungnya jurang di depan makam tidak terlalu dalam.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cMemang yang diminta apa, Pak, kok sampe dilempar,\u201d tanya saya lagi.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemuda itu meminta pusaka di Plabengan.\u201d Jawab Pak Buari.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, jangan-jangan banyak ya pusaka di Plabengan?\u201d
<\/p>\n\n\n\n

\u201cWah, ya sudah pasti banyak, Mas,\u201d jawabnya. \u201cDan itu tidak terjadi hanya satu kali. Sering terjadi orang meminta di Plabengan dilemparkan dari Makam. Jika warga mendengar kabar itu, warga lantas bisa menebak, pasti yang diminta adalah pusaka Ki Ageng Makukuhan.\u201d
<\/p>\n\n\n\n

Pak Buari juga bercerita; pernah suatu hari ada seorang perempuan datang dari Desa Sukorejo, Kendal, mendatangi Dusun Cepit. Perempuan itu datang bersama tukang ojek dan menanyakan rumah Ki Ageng Makukuhan. Warga yang ditanyai malah bingung karena yang ditanyai merupakan makam bukan rumah. Perempuan itu tetap yakin lelaki yang datang ke rumahnya dan menyuruhnya ke Dusun Cepit orangnya masih hidup dan bernama Ki Ageng Makukuhan. Pak Buari yang kebetulan lewat berhenti dan menanyai perempuan itu. Jawabannya sama. Perempuan itu tetap yakin Ki Ageng Makukuhan masih hidup. Dan mengundang ke rumahnya di Dusun Cepit.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cSaya lantas mengantarkan perempuan itu ke rumah Mbah Suyono,\u201d kata Pak Buari. <\/p>\n\n\n\n

\u201cSaat tiba di rumah Mbah Suyono, perempuan itu terkejut dan berseru, lha ini yang datang ke rumah saya,\u201d kata Pak Buari.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Ringkasnya, perempuan dari Kendal itu adalah seorang pengusaha yang tengah anjlok usahanya. Saat gundah dan putus asa dia didatangi seorang lelaki tua mengaku bernama Ki Ageng Makukuhan. Orang yang mengaku sebagai Ki Ageng makukuhan itu lantas menyuruhnya datang ke rumahnya di Dusun Cepit. Sowan, silaturahmi. Anehnya, Ki Ageng Makukuhan datang menemui perempuan itu menyerupai Mbah Suyono.<\/p>\n\n\n\n

Bagi warga Dusun Cepit kejadian-kejadian aneh itu sudah sering terjadi dan sudah menjadi hal yang biasa.  Ki Ageng Makukuhan sering memberikan weweling<\/em> kepada warga melalui tubuh seorang warga. Anjuran untuk mengadakan kesenian juga atas permintaan orang yang dirasuki Ki Ageng Makukuhan. Saat ini Dusun Cepit mempunyai kelompok jathilan bernama Turangga Seta. Jahilan dan kesenian tradisi seperti kethoprak konon merupakan kesenian kesukaan Ki Ageng Makukuhan.
<\/p>\n\n\n\n

Pernah juga terjadi, kata Pak Buari, Ki Ageng Makukuhan merasuki tubuh warga memberikan peringatan. Tubuh warga yang dirasuki  Ki Ageng Makukuhan itu mengatakan agar warga Dusun Cepit tidak berpergian jauh karena ada yang akan dipanggil Tuhan. Sebuah berita lelayu. Benar saja, dua hari kemudian ada seorang warga Dusun Cepit yang meninggal dunia.
<\/p>\n\n\n\n

Kisah-kisah lisan yang bertebaran di lereng Sumbing memang sukar untuk dipercayai kebenarannya. Tetapi kisah-kisah sejarah lisan ataupun legenda yang disampaikan melalui pitutur selama membawa kebaikan bagi semua warga yang meyakininya akan menjadi kebenaran itu sendiri. Karena kebenaran kisah-kisah lisan ataupun legenda tidak membutuhkan konfirmasi dari berbagai pihak melainkan untuk diyakini. Warga Dusun Cepit tahu bahwa kebenaran mutlak hanya milik Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan mereka meyakini kebenaran kisah-kisah lisan itu dan menjadikannya sebagai tradisi dan budaya warisan leluhur. Kebudayaan pada hakekatnya melahirkan ketentraman dan kedamaian hidup tidak hanya bagi warga lereng Sumbing tetapi juga seluruh masyarakat di negeri ini.
<\/p>\n","post_title":"Kisah-Kisah dari Lereng Sumbing","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kisah-kisah-dari-lereng-sumbing","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2023-12-07 13:07:41","post_modified_gmt":"2023-12-07 06:07:41","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5594","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2553,"post_author":"845","post_date":"2016-04-15 07:00:47","post_date_gmt":"2016-04-15 00:00:47","post_content":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\n\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\n\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\n\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\n\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\n\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\n\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\n\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\n\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\n\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\n\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_title":"Compay Segundo","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"compay-segundo","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 15:01:16","post_modified_gmt":"2024-12-10 08:01:16","post_content_filtered":"

Pada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. <\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/c-L1Dj5a0n4[\/embed]\r\n\r\nMungkin di Indonesia nama musisi satu ini jarang didengar. Bahkan ketika ia sudah tenar dengan grup bentukan Ry Cooder, Buena Vista Social Club. Tetap saja namanya tak setenar Gipsy Kings. Dia bukan hanya musisi besar yang sanggup membawakan sukacita dan emosi saat musik rakyat Kuba didendangkan. Lebih dari itu, berkat dia-lah cerutu Kuba terangkat secara membanggakan dan terkesan glamor. Dia jarang terlihat tidak memegang cerutu, kecuali tentu saja saat ia memetik Armonica, sebuah gitar berdawai tujuh yang mampu menambah kekayaan nuansa musiknya. Siapakah dia?\r\n\r\nYa, dialah Compay Segundo, sang legenda musik Kuba dan duta cerutu Kuba, wafat pada usia 95 tahun.\r\n\r\nCompay dilahirkan di Siboney pada 18 November 1907 dengan nama Maximo Francisco Rapilado Mu\u00f1oz. Pada umur sembilan tahun Compay pindah ke Santiago de Cuba. Di usia itulah Comapy pertama kali tampil bersama kelompok musik lokal yang disutradarai oleh gurunya, Enrique Bueno. Nama panggung depannya, Compay berasal dari bahasa slang di Kuba, compadre <\/em>yang artinya \"kawan\". Sedang Segundo mengacu suara harmoni bass yang dibawakannya.\r\n\r\nDia memulai karir musiknya pada tahun 1920 dengan beberapa maestro besar seperti Sindo Garay, Nico Saquito, Miguel Matamoros dan Benny Mor\u00ea. Pada 1930-an dan 1940-an ia memainkan klarinet untuk kelompok El Conjunto Matamoros. Ia tidak memiliki kelompok sendiri sampai tahun 1956, ketika ia membentuk trio Compay Segundo y sus Muchachos.\r\n\r\nMeskipun sudah terkenal di seluruh Kuba, namun ketenaran Compay sebagai musisi tidak mendunia. Hingga datang seorang Ry Cooder dan Wim Wanders yang memproduksi musik-musik Kuba dan menyatukannya dalam sebuah kelompok yang diberi nama Buena Vista Social Club. Proses produksi dan kehidupan keseharian anggota kelompok musik ini difilmkan oleh Wim Wanders dan dirilis dengan judul yang sama, Buena Vista Social Club.\r\n\r\nBuena Viesta Social Club<\/a> adalah berkah tersendiri bagi musisi-musisi senior yang tergabung di dalamnya. Selain Compay Segundo, kelompok itu beranggotakan Ibrahim Ferrer, Ruben Gonzales, dan Eliades Ochoa. Ketenaran Compay dan rekan-rekannya di Buena Vista Social Club segera mendunia. Selain mengantarkan mereka meraih Grammy Award pada tahun 1997, filmnya telah menaikkan status sosial mereka sebagai selebriti di Kuba. Setelah dirilisnya film itu Compay Segundo selalu diundang menghadiri gala dinner dan pesta cerutu yang diadakan di Kuba<\/a>.\r\n\r\nSebelum terbentuknya Buena Vista Social Club, kehidupan Compay Segundo sebagai musisi di Kuba tidaklah mudah. Compay menambal kekurangan pendapatannya dari musik dengan bekerja sebagai pelinting cerutu. Compay sudah menjalani pekerjaan melinting sejak berusia 14 tahun. Dia mengaku bisa melinting hingga 300 cerutu sehari. Pada awal abad 20 cerutu Kuba mempunyai model kecil seperti panatella atau corona. Namun saat ini standar cerutu Kuba lebih besar. Seorang pelinting cerutu handal sekalipun paling hanya mampu menghasilkan 80 \u2013 130 batang per hari. Dan pada sebuah wawancara dengan majalah Cigar Aficionado, Compay mengaku bahwa dia bukan seorang pelinting yang baik. Dia pernah dipecat oleh Ramon Cifuentes dari Partagas, perusahaan cerutu Kuba yang berdiri sejak 1845.\r\n\r\nHarus diakui, sejak terbentuknya Buena Vista Social Club, pesona Compay sebagai selebriti memang tidak terelakkan. Saking populernya apapun yang disandang dan dilakukan Compay dalam kehidupan sehari-hari segera jadi panutan para penggemarnya. Suatu ketika pemimpin Kuba pernah dibuat heran oleh Compay Segundo saat seribu orang menyanyikan Chan-Chan bersama-sama dan dilanjutkan dengan melelang topi koboi ciri khasnya itu yang langsung laku 17.500 US Dolar. Fidel Castro hanya berkomentar \"I can't believe that someone paid $17,500 for Compay's hat\u201d <\/em>dengan penuh keterkejutan. Dana yang didapat dari lelang topi itu diserahkan kepada otoritas kesehatan di Kuba.\r\n\r\nPada tahun 2002, Compay Segundo didaulat sebagai duta cerutu Kuba. Dia menjadi juru bicara internasional untuk menikmati citarasa kebesaran cerutu Kuba. Compay bukan juru bicara biasa. Minatnya yang begitu besar pada tembakau adalah alasan dibalik dia menerima tawaran sebagai duta cerutu Kuba. Karena kecintaannya pada tembakau inilah Compay kadang-kadang mengunjungi sahabatnya, Alejandro Robaina, seorang petani sekaligus ekspertis tembakau Kuba. Mereka sering terlihat duduk berdua di kebun sembari menikamati cerutu dan berbincang tentang kehidupan.\r\n\r\nPada suatu ketika Compay pernah ditanya tentang rahasia umur panjanganya. Saat itu diusianya yang 90 tahun itu dia masih nampak begitu bugar dan enerjik. Menjawab pertanyaan itu Compay berkata: \"Boy, it's very simple. I drink a lot, I smoke a lot and I fuck a lot.\"<\/em>","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2553","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":2543,"post_author":"860","post_date":"2016-04-05 12:50:53","post_date_gmt":"2016-04-05 05:50:53","post_content":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\n\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\n\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\n\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\n\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\n\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\n\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\n\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\n\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\n\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\n\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\n\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\n\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\n\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_title":"Kolaborasi Para Maestro untuk Tari Topeng","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"open","ping_status":"open","post_password":"","post_name":"tari-topeng","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2024-12-10 14:57:00","post_modified_gmt":"2024-12-10 07:57:00","post_content_filtered":"

Adegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut.<\/em><\/h4>\r\nhttps:\/\/youtu.be\/ISNd4PbHFTc[\/embed]\r\n\r\nBerporos pada pinggangnya, penari bertopeng itu meliukkan bagian atas tubuhnya dari depan ke belakang sembari berputar berlawanan arah jarum jam untuk kembali ke posisi semula. Diiringi bunyi gamelan yang bertalu-talu, liukan itu dilakukan dengan kelenturan layaknya pebalet profesional yang hanya tinggal menyisakan jarak satu jengkal dengan lantai. Gerakan khas itu dikenal dengan nama \u201cGaleyong\u201d. Satu gerakan tari yang menjadi ciri khas Tari Topeng Cirebon gaya Losari.\r\n\r\nRasa penasaran mulai muncul. Tontonan tari tradisi pada saat ini bisa dibilang adalah barang yang sangat langka untuk bisa dilihat dalam tayangan televisi komersial yang hadir setiap saat di dalam keseharian kita. Untunglah, di jaman kemajuan teknologi informasi saat ini tayangan video di internet dapat dengan mudah hadir dalam genggaman piranti telepon pintar atau yang sekarang ini disebut dengan istilah \"gawai\".\r\n\r\nSaya merasa beruntung saat sedang iseng berselancar di berbagai tayangan video yang beraneka ragam bisa menemukan tarian yang begitu menarik. Saya pun segera membaca berbagai informasi yang tersedia di laman media sosial berbagi video itu. Pengunggah video itu adalah seseorang berkebangsaan Hungaria bernama Korn\u00e9l Magyar, yang ternyata merupakan seorang pemain perkusi di negaranya yang kerap menampilkan koreografi gamelan dan berbagai alat musik dari Asia.\r\n\r\nMagyar saat itu mengunggah video itu dengan keterbatasan pengetahuannya mengatakan bahwasanya sosok yang tampil dalam tarian itu adalah putri dari mendiang Mimi Rasinah, maestro Topeng Cirebon dari Indramayu. Komentar-komentar yang muncul kemudian memberikan koreksi bahwa yang tampil adalah Nur Anani, putri dari Mimi Dewi kemenakan dari Mimi Sawitri yang merupakan maestro Topeng Cirebon dari Losari.\r\n\r\nBegitu hebatnya, media sosial pada saat ini, begitu informatif, baru selesai menonton tarian Topeng yang begitu atraktif komentar-komentar langsung memberikan referensi yang sungguh membuka pikiran. Tak cukup hanya itu salah satu komentar menyebutkan adanya tarian lain yang bernama Rumyang. Saya pun segera mencari referensi di mesin pencari dan memang benar bahwa Topeng Cirebon mempunyai lima jenis tarian yang terdiri dari tari Topeng Panji, Pamindo, Rumyang, Tumenggung, dan Klana.\r\n

Dari Video kemudian Jelajah Cerita<\/h3>\r\nDi sini saya berpikir, dari secuil tayangan video ini ternyata begitu banyak informasi bisa didapatkan. Dengan penelusuran lebih jauh menggunakan metode investigasi media ternyata tayangan video tersebut plus berbagai komentarnya tak hanya berhasil memotret dunia kreatif melainkan juga memberikan banyak sekali informasi yang selama ini luput dari perhatian orang awam seperti saya.\r\n\r\nSiapa sangka video berdurasi kurang dari 9 menit itu membawa cerita yang membanggakan bahkan mengharukan. Di awal tayangan tampak seorang perempuan penari senior yakni Mimi Rasinah, membisikkan sesuatu di telinga penari<\/a> yang waktu itu masih sangat yunior yakni Nur Anani, yang duduk membelakangi penoton untuk segera memulai pementasan. Berikutnya Nur Anani tampak mengatakan sesuatu pada salah seorang Panjak (pemain gamelan) yang bertugas menabuh Kecrek yang digantungkan pada sebuah kotak besar yang biasa dipergunakan untuk menyimpan wayang. Sambil memainkan Kecrek dan memukul kotak wayang dengan Cempala (pemukul) sang panjak sebelumnya berkata \u201c\u2026\u2026..Tumenggung Magangdiraja.\u201d\r\n\r\nAdegan awal pementasan tari itu memastikan bahwa tari tersebut memang tari Tumenggung Magangdiraja. Tetapi, apa yang mencengangkan setelah sekian lama menelusuri kisah di balik video tersebut. Video itu adalah rekaman dari sebuah kolaborasi yang sangat langka dari tiga wilayah di Cirebon yang memiliki maestro tari Topeng. Sebagai penari senior dan maestro mendiang Mimi Rasinah terlihat masih sangat bugar dalam tayangan itu, dia mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Indramayu. Sang penampil adalah Nur Anani yang masih berumur belasan tahun saat itu, mewakili Tari Topeng Cirebon gaya Losari. Sementara para pengiringnya bersama seorang perempuan muda dewasa yang duduk di sebelah Mimi Rasinah adalah Wangi Indria, mereka adalah keluarga para seniman dari padepokan Tari Topeng Cirebon gaya Slangit.\r\n\r\nSungguh suatu kolaborasi<\/a> yang hebat. Sebuah peristiwa yang sangat langka mengingat dalam tradisi pertunjukan rakyat biasanya sangat lekat dengan ego masing-masing. Bisa tampilnya tiga padepokan besar dalam satu tayangan video pasti menyiratkan sebuah peristiwa luar bisa yang melatarbelakangi pertunjukan itu. Jika dilihat di peta daerah Cirebon tiga wilayah itu adalah wilayah yang saling berjauhan satu sama lain, bahkan jika dibuat garis bisa membentuk sebuah segitiga yang meliputi bentangan yang melewati Kabupaten Cirebon, Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Indramayu.\r\n\r\nUsut punya usut berdasarkan penelusuran berbagai referensi, peristiwa kolaborasi dalam video itu ternyata merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Bagaimana tidak, pada saat video itu dibuat kesenioran Mimi Rasinah ditemani oleh para pegiat dan peneliti budaya seperti Toto Amsar Suanda dan Endo Suanda (pengajar di STSI Bandung), juga kesediaan Maestro Topeng Slangit Sujana Arja menjadi fasilitator, dan bakat besar yang dimiliki oleh Nur Anani, mahasiswa STSI sekaligus kemenakan Maestro Topeng Mimi Sawitri, dan dokumenter film amatir dari seorang pencinta budaya Nusantara dari Hungaria, mereka semua adalah para kontributor yang memungkinkan adanya video di atas.\r\n\r\nSungguh \u2026 sebuah tayangan yang sangat berarti.","post_parent":0,"guid":"http:\/\/www.bolehmerokok.com\/?p=2543","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

Paling Populer