tempo.co
OPINI

Jualan Isu Anak dalam Kampanye Antirokok

Beberapa hari yang lalu Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (KOMPAK) yang didalamnya adalah kelompok antirokok dan orangnya hanya itu-itu saja, melakukan aksi di depan kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Mereka mendesak Menteri Kesehatan agar segera menyelesaikan revisi PP 109 Tahun 2012 dengan alasan khawatir akan ledakan pravelensi perokok anak.

Di dalam aksi tersebut KOMPAK juga melayangkan somasi kepada Menteri Kesehatan disertai dengan embel-embel memberikan tenggat waktu. Ya gaya somasi-somasian memang kerap dilakukan oleh antirokok. Meskipun agak membingungkan karena mensomasi Kementerian Kesehatan sebagai lembaga yang notabene merupakan bapak asuh kelompok mereka sendiri.

Tapi yang lebih miris lagi adalah kelompok antirokok ini selalu menjadikan isu anak sebagai komoditas dagang yang dibalut dengan aktivitas advokasi. Lihat saja argumentasi mereka soal pravelensi perokok anak dalam mendorong revisi PP 109 Tahun 2012. Bak omong kosong yang terus menerus diperdengungkan.

Argumentasi mengenai pravelensi perokok anak sebenarnya harus mereka pertanggung jawabkan, karena sampai dengan hari ini belum terlihat hasil signifikan penurunan pravelensi perokok. Mengapa belum terlihat hasilnya? Karena sejatinya dalam advokasi antirokok target utamanya adalah menumbangkan pabrik rokok. Soal perokok anak ya dagangan isu aja.

Sebenarnya mereka ini ngapain sih? Sosialisasi dan mengedukasi ke toko atau pedagang-pedagang enggak, paling banter copotin banner sama poster promosi produk rokok di toko, terus difoto, abis itu bikin laporan deh ke Bloomberg. Jadi gimana mau tepat sasaran kalau advokasinya cuma berbasis yang penting programnya bisa jalan terus.

Semua orang sepakat kok kalau anak-anak itu dilarang mengonsumsi rokok. Artinya dukungan publik udah oke tuh, modal advokasinya udah kuat. Tapi kok eksekusinya gak nyambung blas. Tiba-tiba yang diomongin soal kenaikan cukai, padahal kenaikan cukai akhirnya berimbas ke mata rantai industri dari petani sampai konsumennya.

Gini ya kenaikan cukai itu akan mengerek kenaikan harga rokok, harga roko mahal konsumen gak sanggup beli, pabrik bangkrut, petani kehilangan serapan panen tembakau dan cengkehnya. Alhasil bakal ada 6 juta orang tuh kehilangan mata pencaharian.

Terus kalau udah begitu apa antirokok mau tanggung jawab? Paling mereka menawarkan solusi produk nikotin alternatif bikinan industri farmasi, kayak koyo nikotin atau permen karet nikotin atau rokok elektrik tanpa asap. Udah ketebak sih pola permainannya. Ya gak beda jauh lah sama kasus kopra dan garam nasional kita. Dulu berjaya terus karena isu kesehatan langsung tumbang.

Kalau ujung-ujungnya rokok diganti sama produk nikotin alternatif, konteks membebaskan anak dari zat adiktif-nya dimana ya? Sama aja tuh kayak waktu itu antirokok teriak-teriak soal rokok sumber penyakit, eh pas ada rokok elektrik malah dukung, bilangnya lebih sehat ketimbang rokok konvensional. Eh Badrun, emangnya rokok elektrik isi liquid-nya apa? Jahe sama beras kencur?

Jadi nih ya, antirokok itu teriak-teriak pakai isu melindungi anak cuma buat alat kampanye mereka aja. Keliatan kok, mana pernah mereka teriak-teriak soal melindungi anak dari makanan yang gak sehat, itu ada promosi generasi micin aja gak pernah kampanye soal efek micin bagi anak. Apalagi soal kekerasan terhadap anak atau human traficking, ya paling cuma sekedar “mengecam” aja.

Terus apa sih sebenarnya udang di balik batu dari pusaran isu anak yang digaungkan oleh antirokok? Langsung aja kita bongkar itu orang-orang yang mengatasnamakan KOMPAK mereka berasal dari lembaga Yayasan Lentera Anak, YLKI, Yayasan Pusaka dan beberapa organisasi antirokok lainnya. Dan mereka semua adalah penerima dana asing Bloomberg

Berdasarkan data dari https://tobaccocontrolgrants.org, Yayasan Lentera Anak , YLKI, Yayasan Pusaka merupakan penerima donasi dari program kampanye antirokok dari Bloomberg Initiative. Program yang didanai Bloomberg ini disuruh untuk mengintervensi kebijakan terkait Industri Hasil Tembakau dalam ranah tarif cukai, larangan iklan dan sponsorship serta Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Jumlah donasi dari asing ini ratusan dollar loh. Gile ya ngeri-ngeri sedap!