\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Pada pasal 50 PP 109 tahun 2012 dijelaskan bahwa \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dari penjelasan tersebut jika dilihat hanya dari pengertian umumnya, maka memang terlihat KTR merupakan wilayah yang melarang aktivitas IHT di dalamnya. Namun jika kita melihat lagi penjabaran aturan KTR pada pasal-pasal selanjutnya, justu salah kaprah jika tafsir KTR saklek ditafsirkan sebagai penetapan wilayah yang melarang adanya aktivitas IHT.
<\/p>\n\n\n\n

Pada pasal 50 PP 109 tahun 2012 dijelaskan bahwa \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Dalam PP 109 tahun 2012, Kawasan Tanpa Rokok dijabarkan sebagai ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan\/atau mempromosikan Produk Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Dari penjelasan tersebut jika dilihat hanya dari pengertian umumnya, maka memang terlihat KTR merupakan wilayah yang melarang aktivitas IHT di dalamnya. Namun jika kita melihat lagi penjabaran aturan KTR pada pasal-pasal selanjutnya, justu salah kaprah jika tafsir KTR saklek ditafsirkan sebagai penetapan wilayah yang melarang adanya aktivitas IHT.
<\/p>\n\n\n\n

Pada pasal 50 PP 109 tahun 2012 dijelaskan bahwa \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Meskipun secara aturan sudah memiliki payung hukum yang jelas, point permasalahannya ada di penjelasan mengenai makna KTR itu sendiri. Sebab banyak penafsiran yang berbeda-beda mengenai KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Dalam PP 109 tahun 2012, Kawasan Tanpa Rokok dijabarkan sebagai ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan\/atau mempromosikan Produk Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Dari penjelasan tersebut jika dilihat hanya dari pengertian umumnya, maka memang terlihat KTR merupakan wilayah yang melarang aktivitas IHT di dalamnya. Namun jika kita melihat lagi penjabaran aturan KTR pada pasal-pasal selanjutnya, justu salah kaprah jika tafsir KTR saklek ditafsirkan sebagai penetapan wilayah yang melarang adanya aktivitas IHT.
<\/p>\n\n\n\n

Pada pasal 50 PP 109 tahun 2012 dijelaskan bahwa \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Secara eksplisit aturan KTR  yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 hanyalah menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR. Barulah pada Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012 aturan mengenai KTR diperluas lagi misal, larangan kegiatan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau.
<\/h4>\n\n\n\n

Meskipun secara aturan sudah memiliki payung hukum yang jelas, point permasalahannya ada di penjelasan mengenai makna KTR itu sendiri. Sebab banyak penafsiran yang berbeda-beda mengenai KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Dalam PP 109 tahun 2012, Kawasan Tanpa Rokok dijabarkan sebagai ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan\/atau mempromosikan Produk Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Dari penjelasan tersebut jika dilihat hanya dari pengertian umumnya, maka memang terlihat KTR merupakan wilayah yang melarang aktivitas IHT di dalamnya. Namun jika kita melihat lagi penjabaran aturan KTR pada pasal-pasal selanjutnya, justu salah kaprah jika tafsir KTR saklek ditafsirkan sebagai penetapan wilayah yang melarang adanya aktivitas IHT.
<\/p>\n\n\n\n

Pada pasal 50 PP 109 tahun 2012 dijelaskan bahwa \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Bupati Klungkung seharusnya tahu bahwa regulasi KTR dibuat bukan untuk meniadakan aktivitas merokok dan kegiatan IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah tersebut. Bahkan regulasi KTR di dalamnya terdapat amanat pemenuhan hak-hak kegiatan IHT, seperti penyediaan ruang merokok.
<\/p>\n\n\n\n

Secara eksplisit aturan KTR  yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 hanyalah menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR. Barulah pada Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012 aturan mengenai KTR diperluas lagi misal, larangan kegiatan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau.
<\/h4>\n\n\n\n

Meskipun secara aturan sudah memiliki payung hukum yang jelas, point permasalahannya ada di penjelasan mengenai makna KTR itu sendiri. Sebab banyak penafsiran yang berbeda-beda mengenai KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Dalam PP 109 tahun 2012, Kawasan Tanpa Rokok dijabarkan sebagai ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan\/atau mempromosikan Produk Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Dari penjelasan tersebut jika dilihat hanya dari pengertian umumnya, maka memang terlihat KTR merupakan wilayah yang melarang aktivitas IHT di dalamnya. Namun jika kita melihat lagi penjabaran aturan KTR pada pasal-pasal selanjutnya, justu salah kaprah jika tafsir KTR saklek ditafsirkan sebagai penetapan wilayah yang melarang adanya aktivitas IHT.
<\/p>\n\n\n\n

Pada pasal 50 PP 109 tahun 2012 dijelaskan bahwa \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baca: Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Bupati Klungkung seharusnya tahu bahwa regulasi KTR dibuat bukan untuk meniadakan aktivitas merokok dan kegiatan IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah tersebut. Bahkan regulasi KTR di dalamnya terdapat amanat pemenuhan hak-hak kegiatan IHT, seperti penyediaan ruang merokok.
<\/p>\n\n\n\n

Secara eksplisit aturan KTR  yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 hanyalah menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR. Barulah pada Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012 aturan mengenai KTR diperluas lagi misal, larangan kegiatan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau.
<\/h4>\n\n\n\n

Meskipun secara aturan sudah memiliki payung hukum yang jelas, point permasalahannya ada di penjelasan mengenai makna KTR itu sendiri. Sebab banyak penafsiran yang berbeda-beda mengenai KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Dalam PP 109 tahun 2012, Kawasan Tanpa Rokok dijabarkan sebagai ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan\/atau mempromosikan Produk Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Dari penjelasan tersebut jika dilihat hanya dari pengertian umumnya, maka memang terlihat KTR merupakan wilayah yang melarang aktivitas IHT di dalamnya. Namun jika kita melihat lagi penjabaran aturan KTR pada pasal-pasal selanjutnya, justu salah kaprah jika tafsir KTR saklek ditafsirkan sebagai penetapan wilayah yang melarang adanya aktivitas IHT.
<\/p>\n\n\n\n

Pada pasal 50 PP 109 tahun 2012 dijelaskan bahwa \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (
istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Aksi sobek-sobek dan mencak-mencak Bupati Klungkung sangatlah berlebihan. Dikarenakan penegakan KTR tidak bisa berjalan dengan baik jika aksinya dilakukan dengan drama. Terlebih penegakannya juga tidak melalui pemahaman yang baik mengenai regulasi KTR.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Bupati Klungkung seharusnya tahu bahwa regulasi KTR dibuat bukan untuk meniadakan aktivitas merokok dan kegiatan IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah tersebut. Bahkan regulasi KTR di dalamnya terdapat amanat pemenuhan hak-hak kegiatan IHT, seperti penyediaan ruang merokok.
<\/p>\n\n\n\n

Secara eksplisit aturan KTR  yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 hanyalah menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR. Barulah pada Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012 aturan mengenai KTR diperluas lagi misal, larangan kegiatan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau.
<\/h4>\n\n\n\n

Meskipun secara aturan sudah memiliki payung hukum yang jelas, point permasalahannya ada di penjelasan mengenai makna KTR itu sendiri. Sebab banyak penafsiran yang berbeda-beda mengenai KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Dalam PP 109 tahun 2012, Kawasan Tanpa Rokok dijabarkan sebagai ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan\/atau mempromosikan Produk Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Dari penjelasan tersebut jika dilihat hanya dari pengertian umumnya, maka memang terlihat KTR merupakan wilayah yang melarang aktivitas IHT di dalamnya. Namun jika kita melihat lagi penjabaran aturan KTR pada pasal-pasal selanjutnya, justu salah kaprah jika tafsir KTR saklek ditafsirkan sebagai penetapan wilayah yang melarang adanya aktivitas IHT.
<\/p>\n\n\n\n

Pada pasal 50 PP 109 tahun 2012 dijelaskan bahwa \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (
istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

\n

Baru-baru ini media tengah menyoroti  aksi Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta yang merobek-robek iklan rokok berupa poster dan stiker di sebuah warung. Dengan sedikit drama, bapak Bupati terlihat seperti mencak-mencak sendiri sembari mengatakan bahwa Kabupaten Klungkung di era kepemimpinannya harus bebas dari segala macam bentuk iklan rokok dan tertib KTR (Kawasan Tanpa Rokok).
<\/p>\n\n\n\n

Aksi sobek-sobek dan mencak-mencak Bupati Klungkung sangatlah berlebihan. Dikarenakan penegakan KTR tidak bisa berjalan dengan baik jika aksinya dilakukan dengan drama. Terlebih penegakannya juga tidak melalui pemahaman yang baik mengenai regulasi KTR.<\/p>\n\n\n\n

Baca: Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau<\/a><\/p>\n\n\n\n

Bupati Klungkung seharusnya tahu bahwa regulasi KTR dibuat bukan untuk meniadakan aktivitas merokok dan kegiatan IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah tersebut. Bahkan regulasi KTR di dalamnya terdapat amanat pemenuhan hak-hak kegiatan IHT, seperti penyediaan ruang merokok.
<\/p>\n\n\n\n

Secara eksplisit aturan KTR  yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 hanyalah menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR. Barulah pada Peraturan Pemerintah (PP) 109 tahun 2012 aturan mengenai KTR diperluas lagi misal, larangan kegiatan menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau.
<\/h4>\n\n\n\n

Meskipun secara aturan sudah memiliki payung hukum yang jelas, point permasalahannya ada di penjelasan mengenai makna KTR itu sendiri. Sebab banyak penafsiran yang berbeda-beda mengenai KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Dalam PP 109 tahun 2012, Kawasan Tanpa Rokok dijabarkan sebagai ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan\/atau mempromosikan Produk Tembakau.
<\/p>\n\n\n\n

Dari penjelasan tersebut jika dilihat hanya dari pengertian umumnya, maka memang terlihat KTR merupakan wilayah yang melarang aktivitas IHT di dalamnya. Namun jika kita melihat lagi penjabaran aturan KTR pada pasal-pasal selanjutnya, justu salah kaprah jika tafsir KTR saklek ditafsirkan sebagai penetapan wilayah yang melarang adanya aktivitas IHT.
<\/p>\n\n\n\n

Pada pasal 50 PP 109 tahun 2012 dijelaskan bahwa \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Merobek-robek iklan rokok seperti yang dilakukan Bupati Klungkung bisa disebut berlebihan jika merujuk pada pasal 50 PP 109 tahun 2012, apalagi sampai melarang-larang untuk melakukan kegiatan iklan dan promosi, itu jelas bertentangan dengan hukum perundangan-undangan.<\/p>\n\n\n\n

Persoalan KTR janganlah dijadikan drama-dramaan, spirit-nya harus benar-benar untuk melindungi hak kedua belah pihak, hak perokok dan bukan perokok. Sosialisasikan dengan baik tentang aturan KTR kepada masyarakat, sehingga masyarakat teredukasi, bukannya malah drama sambil diliput media, jadinya malah terlihat isu KTR hanyalah pencitraan semata.
<\/p>\n\n\n\n

Perokok sangatlah mendukung penegakan KTR yang sesuai dengan asas perundang-undangan, bahkan siap membantu jika diperlukan. Perokok dapat mengedukasi perokok lainnya mengenai aturan KTR. Ini bisa membantu pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan tertib KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Terakhir, kami berpesan kepada Bupati Klungkung bersikaplah adil kepada IHT (Industri Hasil Tembakau) di wilayah kepemimpinan anda. Sebab IHT turut berkontribusi atas pendapatan daerah Kabupaten Klungkung. Silahkan lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2019, Kabupaten Klungkung merupakan salah satu Kabupaten yang kebagian DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
<\/p>\n","post_title":"Wahai Bupati Klungkung, Pahamilah dengan Baik Aturan Kawasan Tanpa Rokok","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"wahai-bupati-klungkung-pahamilah-dengan-baik-aturan-kawasan-tanpa-rokok","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-07-16 12:18:58","post_modified_gmt":"2019-07-16 05:18:58","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5868","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5513,"post_author":"1","post_date":"2019-03-05 10:55:41","post_date_gmt":"2019-03-05 03:55:41","post_content":"\n

Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur menjadi ancaman bagi keberlangsungan Industri Hasil Tembakau di wilayah tersebut.
<\/p>\n\n\n\n

Salah satu poin revisi adalah rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau akan diberlakukan mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

KNPK (Komite Nasional Pelestarian Kretek) mengkritik point revisi pelarangan kegiatan Industri Hasil Tembakau ini terlalu berlebihan dan menabrak regulasi di atasnya, terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
<\/p>\n\n\n\n

Di dalam PP 109 tahun 2012 pasal 50 ayat 2 dijelaskan \u201cLarangan kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau tidak berlaku bagi tempat yang digunakan untuk kegiatan penjualan Produk Tembakau di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok\u201d.
<\/p>\n\n\n\n

Koordinator KNPK Azami Mohammad menuding bahwasanya pihak-pihak yang merevisi Perda KTR Kota Surabaya tidak memahami konteks hukum mengenai aturan Kawasan Tanpa Rokok.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cJangan asal revisi. Aturan KTR memang melarang kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan mempromosikan Produk Tembakau di lingkungan KTR, tapi itu tidak mutlak, ada pengecualian,\u201d ujar Azami dalam siaran pers, Selasa (5\/3\/2019).<\/strong>
<\/p>\n\n\n\n

Azami menambahkan jika revisi ini tetap dilanjutkan dapat berdampak negatif kepada para pelaku usaha Industri Hasil Tembakau di Surabaya. Padahal kontribusi Industri Hasil Tembakau bagi Kota Surabaya cukup besar.
<\/p>\n\n\n\n

\u201cPemkot Surabaya mendapatkan dana dari cukai rokok sekitar Rp 23 miliar di tahun 2018 dan diproyeksikan naik menjadi sekitar Rp 24 miliar di tahun 2019. Bayangkan jika revisi Perda KTR ini berjalan, akan ada potensi lost pendapatan bagi Kota Surabaya,\u201d tegas Azami.
<\/p><\/blockquote>\n\n\n\n

Perda KTR seharusnya tetap mengacu kepada regulasi yang ada di atasnya agar tidak semena-mena memberikan tafsir dalam ketentuan aturan Kawasan Tanpa Rokok. Bahkan pasal 115 Undang-Undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok hanya menyebutkan wilayah-wilayah ditetapkannya KTR.
<\/p>\n\n\n\n

Selain itu, terdapat juga point penyediaan ruang merokok di wilayah tempat umum dan tempat umum lainnya yang ditetapkan sebagai Kawasan Tanpa Rokok. Maka sejatinya aturan Kawasan Tanpa Rokok merupakan pembagian ruang bagi bukan perokok dan perokok agar mendapatkan hak yang sama.
<\/p>\n","post_title":"Revisi Perda KTR Surabaya Ancam Keberlangsungan Pelaku Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"revisi-perda-ktr-surabaya-ancam-keberlangsungan-pelaku-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-03-05 10:55:48","post_modified_gmt":"2019-03-05 03:55:48","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5513","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5164,"post_author":"877","post_date":"2018-12-03 06:17:43","post_date_gmt":"2018-12-02 23:17:43","post_content":"Dilansir pemberitaan Republika.co.id tanggal 02 Desember 2018, 185 rukun warga (RW) di Yogyakarta mendapatkan penghargaan sebagai wilayah bebas asap rokok (
istilah lain dari KTR)<\/a> diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Dari pengakuan Agus Sudrajat sebagai sekretaris Dinas Kesehatan Yogyakarta, bahwa program kawasan bebas asap rokok dimulai sejak tahun 2010. Menurutnya, program ini bukanlah melarang warganya merokok, namun suatu wilayah yang membatasi untuk merokok di sembarang tempat. Program ini ternyata terjadi di daerah lain, seperti Kabupaten Kebumen, mensosialisasikan kawasan bebas asap rokok, mengharapkan tiap-tiap desa membuat Peraturan Desa (perdes).\r\n\r\nRealita lapangan, baik penerapan KTR maupun sosialisasi KTR tidak mengindahkan putusan mahkamah konstitusi (MK) dari gugatan atas Pasal 115 ayat 1 Undang-undang kesehatan. Di mana gugatan tersebut mengamanatkan di tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya menyediakan khusus untuk merokok. Karena merokok adalah aktivitas legal, diatur pemerintah.\r\n\r\nSelama ini hak perokok (konsumen) dikesampingkan. Banyak tempat kerja, tempat umum dan tempat lainnya belum ada tempat khusus untuk merokok. Kalaupun ada tempat merokok rata-rata tidak manusiawi. Tempatnya sempit, berdesakan, malah terkadang jauh, minim penunjuk arah menuju tempat merokok, dan terkadang ditempatkan dalam ruangan yang telah diatur satu ruangan dengan cafe. Artinya, kalau mau merokok harus membeli sesuatu dari cafe tersebut. Pada intinya perokok dibuat tidak nyaman dalam merokok.\r\n\r\nContoh di Kabupaten Kudus, sebagai sentra industri rokok kretek, aktivitas merokok tidak diperbolehkan di kawasan rumah sakit, di perkantoran, di kawasan universitas dan di tempat lain. Pelarangan tersebut tanpa mempedulikan kewajibannya untuk menyediakan tempat khusus merokok yang layak, seperti amanat putusan MK di atas. Terlihat jelas hak konsumen di kebiri, sedangkan kewajiban tidak dilaksanakan.\r\n\r\nHal yang sangat aneh, peraturan atau undang-undang tidak lain untuk menjaga rasa keadilan, bukan ketimpangan. Kenyataannya lain, satgas KTR dibentuk hanya untuk menindak perokok, dan tidak pernah terlihat menindak atau menegur pengelola gedung agar membuat tempat khusus merokok. Dengan demikian program penerapan KTR atau kawasan bebas asap rokok tujuannya tidak lain untuk pengendalian konsumsi rokok.\r\n\r\nSelain itu, penerapan KTR, sangat merugikan keberadaan industri hasil tembakau (IHT). Satu sisi retribusi dan pungutan pajak pemerintah di genjot dan diberlakukan secara tegas, akan tetapi keberadaan hasil tembakau tidak dilindungi.\r\n\r\nKudus salah satu sentra IHT berupa kretek sangat dirugikan adanya KTR. Secara pelan-pelan KTR membunuh keberadaan IHT kretek. Logikaya sederhana, di saat KTR di berlakukan sampai tiap desa, sebagai penguat alasan bagi anti rokok untuk mendesak pemerintah Indonesia mengaksesi Framework convention on Tobacco Control (FCTC), yang selama ini terganjal. Agenda utama FCTC adalah untuk pengendalian tembakau, dan mendorong penghentian konsumsi tembakau, dibawah bayang-bayang world health organization (WHO), rezim kesehatan internasional.\r\n\r\nKetika KTR diterapkan di Kudus, maka sama saja akan membunuh industri kretek pelan-pelan. Jika industri kretek sudah terbunuh, sama saja membunuh perekonomian masyarakat Kudus, baik berdampak secara langsung maupun tidak langsung. Dipastikan dampak langsung dirasakan karyawan industri kretek yang jumlahnya saat ini kurang lebih ratusan ribu, yang harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Selain itu, akan berdampak kurangnya pendapatan usaha lain, seperti percetakan, toko klontong, pedagang di pasar, bahkan usaha lain yang berkembang di Kudus.\r\n\r\nPengakuan Abdul Azis, salah satu pedagang pakaian di pasar tradisional kliwon, mengatakan kalau pabrik rokok sepi garapan, pasar ikut sepi pengunjung, sehingga penghasilan sangat berkurang. Sebaliknya, karyawan pabrik rokok banyak garapan, dipastikan pasar ramai pengunjung dan pendapatan meningkat.\r\n\r\nPada dasarnya, KTR sebagai program pengendalian peredaraan tembakau dengan dalih kesehatan. Hal ini berbeda dengan asal usul rokok kretek di Kudus. Racikan tembakau di campur cengkeh inilah menjadi rokok kretek, dan dahulu awal mulanya untuk obat. Rokok kretek ini asli produk Indonesia, sedangkan di luar negeri hanya olahan tembakau saja. Jadi istilah rokok kretek dengan rokok beda jauh. Seharusnya WHO dan rezim kesehatan harus memahami perbedaan rokok kretek dan rokok, sehingga tidak boleh disamakan perlakuannya. Jika rezim kesehatan menghubungkan rokok sebagai sumber penyakit, maka pastilah itu rokok dari tembakau saja, bukan rokok kretek (tembakau dan cengkeh).","post_title":"Praktik Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Cederai Hak Konsumen dan Industri Hasil Tembakau","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"praktik-penerapan-kawasan-tanpa-rokok-cederai-hak-konsumen-dan-industri-hasil-tembakau","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-01-20 06:54:24","post_modified_gmt":"2019-01-19 23:54:24","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5164","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":false,"total_page":1},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};

Paling Populer

Paling Populer