Malioboro perlu belajar dari Pasar Papringan Temanggung soal ruang merokok layak Boleh Merokok
OPINI

Malioboro Perlu Belajar dari Pasar Papringan Temanggung perihal Ruang Merokok yang Layak, Biar Tak Asal Denda

Dalam hal Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Pemkot Jogja sepertinya perlu belajar dari Pasar Papringan Temanggung.

***

Baru-baru ini Pemkot Jogja menegaskan aturan bagi siapapun yang merokok di kawasan Malioboro akan mendapat sanksi denda Rp7,5 juta atau penjara kurungan 1 bulan.

Aturan itu menuai banyak sekali pro-kontra di kalangan netizen. Ada yang mengatakan, daripada memberlakukan denda bagi orang merokok, lebih baik membebankan denda bagi para pengamen atau pengemis di Malioboro yang makin meresahkan.

Ada juga yang tidak setuju dengan aturan itu dan lebih baik menindak tegas orang-orang yang suka bakar sampah di kawasan Malioboro.

Perokok Bukan Kriminal!

Sebelum kita bicara soal Pasar Papringan Temanggung, saya mau mencoba menyoroti dulu hal lain, yakni kenapa perokok sampai mendapat perlakuan seperti itu? Hanya karena aktivitas merokok terus bisa kena denda bahkan masuk penjara. Ngeri sekali.

Memang ada beberapa kalangan yang tidak suka bahkan benci terhadap rokok. Tapi, suka atau tidak suka, rokok masih menjadi produk legal di Indonesia. Jadi tidak semestinya perokok diperlakukan seperti para kriminal.

Sebenarnya larangan merokok di Malioboro ini sudah berlaku sejak sahnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Tapi sayangnya, implementasinya tidak berjalan dengan optimal.

Banyak pelanggar yang masih merokok di kawasan Malioboro. Data dari Humas Jogja mencatat, jumlah pelanggar pada 2024 mencapai 4.158 pelanggar dengan 4.122 wisatawan dari luar DIY dan 36 warga lokal.

Area Merokok yang Tidak Manusiwai

Lantas, kenapa pelanggar bisa sebanyak itu?

Saya pun melakukan riset kecil-kecilan di kawasan Malioboro mengenai hal ini. Ternyata setelah saya menanyakan ke banyak orang di sana, termasuk para pekerja, mereka masih belum tahu kalau kawasan Malioboro masuk sebagai KTR.

Belum lagi, sejauh yang saya lihat, tidak ada plang mengenai larangan merokok.

Kemudian ketika saya melihat ruang merokok di Malioboro, ternyata jauh dari kata layak. Memang tersebar di empat titik: di parkiran Abu Bakar Ali, dekat Plaza Malioboro, Utara Ramayana, dan di Lantai 3 Pasar Beringharjo. Namun, orang-orang mengeluhkan betapa tidak nyamannya area merokok itu.

Hal itu menjadi bukti bahwa Pemkot Jogja belum siap menegakkan KTR di Malioboro. Bukannya melakukan evaluasi, eh malah memberlakukan denda semena-mena. Maka, saya menganjurkan Pemkot Jogja belajar dari Pasar Papringan Temanggung.

Belajarlah dari Pasar Papringan Temanggung

Terus terang saja, saya cukup kesulitan untuk mencarikan contoh penegakan Kawasan Tanpa Rokok di area terbuka yang berhasil.

Karena sejauh yang saya tahu, Kawasan Tanpa Rokok di sejumlah area terbuka banyak mengalami permasalahan. Sebab, tidak ada edukasi dan ruang merokok yang layak, sehingga membuat banyak orang melanggarnya.

Lalu saya teringat Pasar Papringan Temanggung. Kebetulan saya beberapa kali pernah ke sini.

Di Pasar Papringan Temanggung, para pengunjung tidak boleh sembarangan merokok. Di beberapa sudut terlihat tulisan “No Smoking”. Saya sepakat mengenai hal itu karena memang para pengunjung Pasar Papringan beraneka ragam, dari anak-anak, ibu hamil, hingga lansia. Jadi sudah betul kalau area itu tidak boleh merokok sembarangan.

Tapi bukan berarti orang-orang tidak bisa merokok di Pasar Papringan Temanggung. Sebab, area ini menyediakan Ruang Merokok yang lokaisnya juga bersebrangan dengan lapak kopi. Jadi itu kombinasi yang sempurna. Merokok dan ngopi tanpa membuat orang lain yang tidak merokok terganggu.

Nyamannya Ruang Merokok di Pasar Papringan Temanggung

Ruang merokok di Pasar Papringan Temanggung juga terbilang nyaman, meskipun sederhana. Di sana tersedia asbak dari bambu dan tempat duduk untuk para pengunjung yang merokok.

Ruang merokok ini nyaris tidak pernah sepi. Walaupun ada juga para pelanggar yang bandel tapi jumlahnya kalah sedikit dengan orang-orang yang tertib untuk merokok di ruang yang tersedia.

Oleh karena itu, sudah semestinya Pemkot Jogja belajar dari Pasar Papringan Temanggung perihal bagaimana meneggakan Kawasan Tanpa Rokok yang manusiawi. Di antaranya adalah melakukan edukasi dan juga menyediakan ruang merokok yang layak, yang bisa diterima oleh para perokok. Bukan malah memberlakukan denda yang angkanya gila itu.

Oh ya, apakah saya tidak sepakat dengan Kawasan Tanpa Rokok? Saya sepakat kok. Asalkan pihak setempat juga memberi ruang merokok yang layak. Karena kedua hal itu adalah jalan tengah agar perokok dan bukan perokok sama-sama enak dan tidak mengalami diskriminasi.

“Halah tinggal nggak usah merokok apa susahnya, sih?,” mungkin ada juga yang bilang begitu.

Ya maaf-maaf saja, nih, ya, para perokok itu donatur negara. Ratusan triliun masuk kas negara gara-gara cukai yang disetorkan. Lantas, kenapa para perokok tidak boleh menuntut haknya berupa ruang merokok yang layak?

Toh ruang merokok juga sudah jelas aturannya. Bahwa semua pihak yang menerapkan Kawasan Tanpa Rokok wajib menyediakan ruang merokok. Jadi sudah seharusnya kalau para perokok itu menuntut haknya di Kawasan Tanpa Rokok berupa ruang merokok yang layak.

Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin

BACA JUGA: Budi Gunadi Sadikin: Orang yang Harus Ditandai jika Kelak Banyak Buruh Tembakau Nganggur