sejarah pabrik gudang garam
Pabrikan

Sejarah Pabrik Rokok Gudang Garam

Pabrik rokok Gudang Garam memiliki sejarah panjang. Dimulai dari era Surya Wonowidjojo hingga menjadi salah satu pabrik yang memproduksi rokok yang digemari masyarakat Indonesia.

Kalau ada penghargaan terhadap fans merek rokok yang terbilang garis keras, loyal plus fanatik, maka pabrik rokok Gudang Garam patut memberi penghargaan kepada konsumen loyal mereka itu, yang bahkan saat harga rokok naik berkali lipat hari ini mereka tetap setia dengan produk asal kota Kediri ini.

Pabrikan satu ini memang dikenal memiliki konsumen loyal yang tidak akan goyah dengan godaan citarasa dari produsen besar seperti Djarum atau Sampoerna, bahkan saat Bentoel masih ikut berpartisipasi sebagai salah satu pemain besar di pasar rokok kretek filter Indonesia.

Sebagian besar pasar rokok kretek di Indonesia boleh dibilang nyaris dikuasai oleh produk-produk dari Gudang Garam. Surya 12 dan 16 mendominasi sebagian besar area Jawa Timur, Sulawesi, NTB dan Sumatera, Gurame atau Gudang Garam Merah menyusul mendominasi Jabodetabek, Jabar, Jateng di sebagian besar Pantura, dan mengisi ceruk-ceruk kosong SKT di Sulawesi serta Sumatera.

Gudang Garam International

Lalu bagaimana Gudang Garam International atau Garpit, Surya Mini, GG Filter dan belasan nama lain merek itu di masing-masing daerah? Itu tidak perlu ditanya, produk pertama yang paling laris dari pabrikan asal Kediri ini rasanya masih dipegang Gudang Garam International meskipun sempat dikritik di era merek ini berganti kemasan.

Belum lagi produk layer kedua dan ketiga mereka yang tersebar di mana-mana, bahkan sampai kelas Klobot. Semua celah yang masih kosong mampu dimasuki mereka dengan strategi penjualan produk sesuai merek dan kelas.

“Perusahaan rokok Gudang Garam adalah salah satu industri rokok terkemuka di tanah air yang telah berdiri sejak tahun 1958 di kota Kediri, Jawa Timur.” Begitu kata Gudang Garam saat menulis profil perusahaan di situs mereka.

Masih ditambah dengan kalimat seperti ini; “Hingga kini, Gudang Garam sudah terkenal luas baik di dalam negeri maupun mancanegara sebagai penghasil rokok kretek berkualitas tinggi. Produk Gudang Garam bisa ditemukan dalam berbagai variasi, mulai sigaret kretek klobot (SKL), sigaret kretek linting-tangan (SKT), hingga sigaret kretek linting-mesin (SKM).”

Seperti yang saya katakan di awal, percaya diri dengan racikan produk serta hasil riset pasar rokok kretek di Indonesia membuat Gudang Garam yakin bahwa produk mereka adalah produk yang mampu menyaingi, mendapatkan tempat di hati konsumen dan tentu menguasai banyak area di Indonesia.

Sejarah Surya Wonowidjojo, Sang Pemilik Perusahaan

Nama lengkap perusahaan yang terdaftar adalah PT Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam Tbk, didirikan pada 26 Juni 1958 oleh seorang Pria bernama Surya Wonowidjojo, perusahaan rokok ini merupakan salah satu pemimpin pasar dan yang terbesar dalam produksi rokok kretek dalam negeri. Produksi dan kantor pusat Gudang Garam ada di kompleks sebesar 514 hektar di Kabupaten Kediri.

Susilo Wonowidjojo atau Cao Daoping dilahirkan di Kediri, Jawa Timur, pada 18 November 1956. Ayah Susilo, Tjoa Jien Hwie atau Surya Wonowidjojo, datang langsung dari Cina, tepatnya dari Fujian. Surya menetap di Sampang, Madura, sejak 1926, dan memulai usahanya sebagai pedagang keliling.

Sebelum mendirikan perusahaan ini, Tjoa Ing-Hwie atau Surya Wonowidjojo di usia sekitar dua puluh tahun mendapat tawaran bekerja dari pamannya, Tjoa Kok Jiang, selaku pemilik NV Tjap 93 yang merupakan salah satu pabrik rokok terkenal di Jawa Timur pada waktu itu. Berkat kerja keras dan kinerjanya, dia mendapatkan promosi hingga secara bertahap sampai di kursi direktur perusahaan tersebut.

Tapi kemudian muncul persengketaan antara paman dan keponakan tersebut, entah karena perbedaan strategi atau kepemilikan saham, sehingga Tjoa Ing-Hwie memutuskan untuk keluar dari Cap 93 pada tahun 1956.

Tjoa Ing-Hwie memilih dan membeli lokasi baru di jalan Semampir II/l, Kediri, di atas tanah seluas ±1.000 m² milik Muradioso, dan selanjutnya disebut Unit I ini, ia memulai industri rumah tangga memproduksi rokok sendiri, diawali dengan rokok kretek dari Klobot dengan merek Inghwie.

Setelah dua tahun berjalan, Ing-Hwie mengganti nama perusahaan dan produknya menjadi Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam (disingkat Gudang Garam), terhitung sejak 26 Juni 1958. Awal PR Gudang Garam sendiri dibantu dengan 50 karyawan eks-Cap 93. Konon, nama “Gudang Garam” didapatkan oleh Ing-Hwie melalui mimpi. Iya, mimpi.

Menurut Dukut Imam Widodo, sejarawan Jawa Timur, nama “gudang garam” yang disandang oleh perusahaan ini tercermin pada logo perusahaan yang sampai saat ini masih digunakan. Logo itu didesain oleh Tjoa Ing-Hwie bersama salah satu karyawannya yang bekerja di pabrik tersebut. Logo itu terlahir dari sebuah mimpi gudang garam lima los yang berada dekat rel kereta api Kertosono–Bangil.

Gudang garam yang dimaksud adalah bangunan yang terletak di dekat pabrik rokok NV Tjap 93, tempat kerja Tjoa Ing-Hwie sebelum mendirikan perusahaan sendiri. Lokasi gudang itu tidak jauh dari Stasiun Kediri. Desain logo dengan pintu terbuka, setengah tertutup dan tertutup, dibuat sebagai tanda bahwa Gudang Garam tidak akan pernah puas dan merasa di puncak.

Tjoa Ing-Hwie, yang kelak berganti nama menjadi Surya Wonowidjojo, berusaha mengembangkan usaha barunya ini dengan tekun. Salah satu kisah legendarisnya adalah, dia tidak pulang sampai tengah malam, memfokuskan usahanya meramu bagaimana campuran resep kretek yang baik untuk dinikmati konsumen.

Langkah Sukses Gudang Garam

rokok gudang garam spesial

Tidak disangka, kemudian usaha rumahan Gudang Garam pun tumbuh dengan pesat, dengan di tahun 1966 sudah menyandang gelar sebagai produsen kretek terbesar di Indonesia, dengan ribuan karyawan dan 50 juta batang rokok kretek yang diproduksi.

Walaupun sempat terdampak oleh krisis politik di pertengahan 1960-an yang membuatnya kehilangan banyak karyawan, langkah cermat Surya berhasil membangkitkan bisnisnya kembali dalam waktu yang tidak terlalu lama. Di tahun 1969, Surya meningkatkan status perusahaannya menjadi sebuah firma, dan pada 30 Juni 1971 berubah menjadi perseroan terbatas (PT. PR Tjap Gudang Garam). Di tahun 1973, Gudang Garam juga mulai mengekspor produknya ke beberapa negara.

Dalam pengelolaan perusahaan miliknya ini, Surya masih memegang sikap konservatif. Hal ini ditunjukkan ketika sejumlah perusahaan seperti Bentoel Group sudah memproduksi rokoknya menjadi Sigaret Kretek Mesin di tahun 1970-an, Gudang Garam masih setia dengan Sigaret Kretek Tangan dan baru mendatangkan mesin rokok di tahun 1979.

Mesin rokok ini kemudian tercatat menaikkan produksi perusahaan menjadi dua kali lipat (9 miliar batang/tahun menjadi 17 miliar batang/tahun). Memasuki era 1980-an, pabrik Gudang Garam makin jauh lagi perkembangannya, dengan beroperasi di lahan seluas 240 ha, berkapasitas produksi 1 juta batang perhari, omset diperkirakan mencapai US$ 7 juta, dengan pangsa pasar 38% dan cukai mencapai Rp 1 miliar, menempatkan posisinya sebagai perusahaan kretek terbesar di tanah air.

Karyawannya mencapai 37.000 dan sudah memiliki armada helikopter sendiri. Meskipun sudah sukses, Surya saat itu tetap memfokuskan usahanya pada produksi kretek saja, baik itu produksi rokok maupun kertasnya. Gudang Garam kemudian juga mulai menunjukkan aktivitas sosialnya, salah satunya dengan mendukung perkembangan olahraga tenis meja.

Saham Gudang Garam

Kemudian, dua putra Surya, Rachman Halim dan Susilo Wonowidjojo, mulai aktif juga memainkan peran di Gudang Garam sejak 1970-an. Dua putranya ini kemudian menjadi pimpinan perusahaan kretek ini berturut-turut, setelah Surya meninggal di tahun 1985. Sejak tanggal 27 Agustus 1990, PT PR Tjap Gudang Garam resmi menjadi perusahaan publik.

Perusahaan ini melepas 57 juta saham di Bursa Efek Jakarta dan 96 juta saham di Bursa Efek Surabaya, yang ditawarkan dengan harga Rp 10.250/lembar. Kepemilikan saham saat itu dipegang oleh keluarga almarhum Surya Wonowidjojo, dengan yang utama dipegang oleh istrinya, Tan Siok Tjien dan putranya, Rachman Halim. Kini, kepemilikan saham mayoritas tetap dikuasai keluarga Wonowidjojo, namun lewat PT Suryaduta Investama.

Pada tahun 1996, Gudang Garam mencatatkan penjualan Rp 9,6 triliun; dan di tahun 2000, menjadi Rp 15 triliun dengan 41.000 karyawan. Melanjutkan sikap konservatisme Surya, meskipun pada era 1990-an sempat menempati perusahaan (konglomerasi) terbesar kelima di Indonesia, manajemen dan kepemilikan Gudang Garam tetap berada di tangan keluarga Wonowidjojo.

Rachman Halim dan Susilo Wonowidjojo

Setelah kematian Surya, putra pertamanya yang bernama Tjoa To Hing atau Rachman Halim (kakak Susilo) meneruskan kepemimpinan pabrik rokok keluarga yang nantinya dikenal dengan nama Gudang Garam itu. Rachman wafat pada 27 Juli 2008.

Setahun setelah kematian Rachman, Susilo yang kala itu berposisi sebagai wakil presiden direktur ditunjuk sebagai Presiden Direktur PT Gudang Garam menggantikan kakaknya. Susilo sendiri sudah menjabat sebagai salah satu direktur sejak 1976 hingga 1990.

Susilo sudah lama berperan penting dalam membesarkan Gudang Garam dengan berbagai terobosan yang dilakukannya. Tahun 1979, misalnya, ia mengembangkan mesin khusus untuk memproduksi rokok kretek. Kemudian pada 2002, rokok kretek mild –yang mengandung nikotin dan tar berkadar lebih rendah– pertama hadir lewat hasil pikir Susilo.

Bersama rekannya yang bernama Buana Susilo, ia bahkan merumuskan penemuan mengenai metode memproduksi filter rokok dan mendapatkan hak paten di Amerika Serikat pada 2002. Hasil riset Susilo dan Buana ini menjelaskan cara pembuatan rokok saring dalam arah memanjang yang sedikitnya terdiri dari dua bagian saringan yang berbeda.

Gudang Garam semakin melesat sejak Susilo memimpin. Hingga tahun 2013, ia mengelola setidaknya 208 hektar area produksi yang tersebar di Kediri dan Pasuruan. Seperti dilansir Bloomberg, Gudang Garam menguasai seperlima pasar tembakau di Indonesia dan mempekerjakan sekitar 36.000 pekerja. https://tirto.id/db5S

Gudang Garam Hari Ini

produk gudang garam

Gudang Garam kini memiliki pabrik di Kediri, Sumenep, Karanganyar dan Gempol. Sementara untuk distribusi, PT Gudang Garam Tbk tidak mendistribusikan produk mereka secara langsung, melainkan melalui PT Surya Madistrindo, lalu didistribusikan kepada pedagang eceran kemudian baru ke konsumen.

Pada 4 Agustus 2017, Japan Tobacco International (Japan Tobacco Inc.), membeli 100% saham PT Karyadibya Mahardika dan PT Surya Mustika Nusantara, anak perusahaan dari PT Gudang Garam Tbk. Sekarang, kedua perusahaan ini terpisah dari Gudang Garam. Pasca-akuisisi ini, sempat tersiar rumor beberapa kali bahwa Gudang Garam akan merger atau diakuisisi perusahaan rokok asal Jepang tersebut, namun manajemen selalu membantah kabar itu.

Beberapa waktu lalu, perseroan menambah modal anak usahanya yakni PT Surya Kerta Agung (SKA), dalam mendukung rencana perusahaan untuk ekspansi bisnis jalan tol. Berdasarkan keterangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Gudang Garam bersama dengan PT Suryaduta Investama masing-masing dengan kepemilikan saham 99,9% dan 0,1% atas SKA, memutuskan untuk melakukan penambahan modal dasar pada SKA.

Tidak hanya itu, suntikan modal Rp 1 triliun juga diberikan pada PT Surya Dhoho Investama (perusahaan afiliasi) yang mengelola Bandara Dhoho Kediri yang sahamnya dimiliki 99,99% oleh Gudang Garam, dengan tujuan akhirnya akan diakuisisi oleh perusahaan kretek ini.

Produk Gudang Garam

Sampai hari ini, produk Gudang Garam yang dikenal di pasaran terbagi dalam 4 kategori, yang pertama Sigaret Kretek Tangan atau SKT, antara lain; Gudang Garam Merah, Gudang Garam Djaja, Gudang Garam Special Deluxe King Size, Gudang Garam Patra dan Taman Sriwedari Kretek. 

Lalu ada kategori Sigaret Kretek Mesin (SKM) Full Flavor dan LTLN, pada kategori Full Flavor ada Gudang Garam International, Surya Professional, Surya 12 dan Surya 16. Untuk kategori LTLN (Low Tar Low Nicotine) ada Gudang Garam Nusantara, Surya Signature Filter, Surya Signature Mild dan Surya Signature Menthol Mild.

Tidak hanya memproduksi SKM dan SKT, ada juga produk Sigaret Klobot Kretek dengan merek Gudang Garam Klobot Manis serta yang terakhir produk Sigaret Putih Mesin dengan merek Halim Merah & Halim Coklat. Halim tentu masih menjadi favorit mahasiswa di beberapa Kota di Indonesia sebagai “putihan” dengan harga terjangkau dan

Dari beberapa artikel yang saya baca, Gudang Garam telah membentuk 3 anak perusahaan baru dan siap merambah rokok elektrik. Satu adalah sebagai importir, kemudian perusahaan kedua distribusi, dan ketiga untuk manufakturnya. Perusahan ini menilai tren rokok elektrik dapat membuka potensi persaingan di industri rokok walaupun saat ini perseroan melihatnya belum sebagai ancaman serius.

Sebagai penutup, saya kutip lagi kalimat dari profil perusahaan Gudang Garam; “Bagi anda para penikmat kretek sejati, komitmen kami adalah memberikan pengalaman tak tergantikan dalam menikmati kretek yang terbuat dari bahan pilihan berkualitas tinggi.”