Pajak rokok menjadi salah satu instrumen pendapatan negara. Pada tahun 2025, Kementerian Keuangan menetapkan estimasi pajak rokok sebesar Rp22,98 Triliun. Porsi terbesar berada di Jawa Barat dengan angka Rp4,10 Triliun.
Sedangkan posisi kedua ditempati oleh Jawa Timur dengan angka Rp3,39 Triliun. Setelahnya, ada Provinsi Jawa Tengah dengan angka Rp3,11 Triliun. Jika angka dari setiap ketiga provinsi itu dijumlahkan, hasilnya adalah setengah dari target estimasi pajak rokok 2025.
Hal ini juga membuktikan bahwa Jawa (masih) menjadi kunci dari penerimaan pajak rokok di Indonesia. Lalu, masihkah pajak rokok menjadi primadona penerimaan negara?
Pajak Rokok 2025 Penting untuk Penerimaan Negara
Pertanyaan di atas akan mudah untuk menjawabnya. Tentu saja masih menjadi primadona. Jika tidak, negara akan kelimpungan. Apalagi estimasi 2025 melonjak. Dari 22,81 Triliun menjadi 22,98 Triliun. Jika negara tidak menarget pajak rokok untuk setiap provinsi, pastinya tidak akan terjadi kenaikan.
Pertanyaan selanjutnya, adalah apakah pajak rokok 2025 akan mencapai atau bahkan melebihi target? Nah ini yang semestinya menjadi pertimbangan.
Pada dasarnya, pajak rokok bisa diperoleh dari baliho atau papan yang tersebar di jalan umum. Angka tersebut (konon) besar. Maka dari itu, tidak heran apabila baliho rokok lebih banyak tersebar di area yang mana orang-orang lebih banyak lalu lalang. Meskipun bisa mendapatkan dari pajak lainnya, tetap pajak rokok menjadi yang paling memungkinkan menjadi penerimaan negara.
Akan tetapi, hal tersebut akan menjadi masalah saat PP 28/2024 benar-benar dijalankan. Pasalnya, ada larangan penjualan dalam area tertentu. Pertama, dengan jarak 200 meter dari zonasi pendidikan. Kedua, jarak 500 meter yang tidak boleh ditempatkan di jalan-jalan besar.
Padahal, justru sumbangsih pajak rokok terbesar dari baliho yang letaknya di jalan-jalan besar. Apabila peraturan tersebut benar-benar terlaksana, yang terjadi adalah penurunan omzet pajak rokok. Dan oleh karena itu, akan memberatkan bagi daerah untuk mencari penerimaan negara dari pajak.
Maka dari itu, estimasi boleh saja menjadi estimasi asalkan selaras dengan regulasi yang ada. Jika PP 28/2024 terjadi, Cak Met kira akan berat negara mendapatkan penerimaan pajak rokok sesuai estimasi di atas.