Jika rokok adalah biang masalah, kenapa pemerintah tidak menutup pabrik-pabrik rokok di Indonesia?
Banyak narasi menyebut bahwa merokok mengandung seabrek persoalan kesehatan. Misalnya kanker paru-paru, jantung, sampai dituduh menyebabkan kematian.
Bahkan dianggap pula sebagai penyebab kemiskinan. Anggaran negara konon kerap defisit. BPJS boncos gara-gara rokok. Sri Mulyani pun mengatakan kalau perokok itu beban negara. Baginya, perokok adalah hama yang mesti ia hilangkan dari negara Indonesia.
Cukai yang Nikmat
Lantas, kenapa pemerintah tidak langsung saja menutup pabrik rokok? Apakah pemerintah berani menjadikan semua jenis rokok ilegal dan menutup pabriknya?
Jawabannya, sudah menjadi rahasia umum kalau pemerintah masih sangat bergantung dengan cukai rokok. Setiap tahunnya negara mendapat ratusan triliun dari rokok yang bercukai.
Pada 2019 pemerintah mendapatakan Rp164,9 triliun, 2020 mendapatkan Rp170,2 triliun, 2021 mendapatkan Rp173,7 triliun, 2022 mendapatkan Rp218,6 triliun, 2023 mendapatkan Rp213,4 triliun dan di tahun 2024 mendapatkan Rp216,9 triliun. Itu bukan angka yang sedikit, lho. Apalagi bisa didapat dengan waktu satu tahun.
Memang ada cukai-cukai lain yang turut pemerintah palak. Tapi Cukai Hasil Tembakau lah tetap menjadi juaranya. Kalau pemerintah menutup pabrik rokok dan mengilegalkan semua jenis rokok, mau cari duit sebanyak itu dari mana lagi mereka
Pemerintah juga belum punya kreativitas untuk mencari pendapatan lain selain dari cukai rokok. Kalau ada usulan seperti memberikan pajak yang lebih besar kepada orang kaya, saya kira itu akan masih di bawah cukai rokok.
Pabrik Rokok Sediakan Lapangan Kerja Besar
Itu baru sisi pendapatan negara, belum dari lapangan pekerjaan. Jutaan buruh mengantungkan hidupnya dari bekerja di pabrik rokok.
Setidaknya ada 5,98 juta tenaga kerja di Industri rokok. Itu baru industri rokok saja, lho, ya. Belum dari sektor lain, seperti warung-warung kecil yang menjual rokok eceran, SPG rokok, pekerja kreatif rokok, dan sebagainya.
Nah, kalau pemerintah menutup pabrik rokok, pemerintah tidak mestinya tidak mau membuat buruh-buruh itu ngamuk karena mata pencaharian para buruh itu terganggu. Dari sini sudah terjawab bahwa pemerintah tidak akan berani menutup pabrik rokok.
Lantas, apakah ada jalan tengahnya? Satu sisi rokok digembor-gemborkan berbahaya bagi kesehatan. Tapi di sisi lain ternyata memiliki kontribusi besar bagi negara.
Ada jalan tengahnya. Akan saya jelaskan di tulisan selanjutnya.
Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin