Memori Kelam TNI ke Ranah Sipil, Petani Cengkeh Jadi Korban

Memori Kelam TNI ke Ranah Sipil, Petani Cengkeh Jadi Korban Boleh Merokok

Sebagai sipil, jelas saya menolak jika TNI kembali memiliki fungsi sebagaimana di masa Orde Baru (Orba).

Sabtu (15/3/2025) kemarin saya awalnya merasakan hari yang berjalan sebagaimana biasanya. Kebetulan saya sedang pulang ke Temanggung karena ada beberapa acara.

Tapi perasaan itu berubah ketika sahur. Sehabis makan lalu membakar rokok, saya membuka media sosial dan melihat berita yang sangat mengejutkan: DPR menggelar rapat yang kesannya tergesa-gesa di Hotel Fairmont Jakarta.

Jika TNI kembali ke ranah sipil: mencekam

Usut punya usut, ternyata DPR sedang membahas soal Revisi RUU TNI. Di mana poin yang paling mengerikan adalah tentara bisa menjabat di ranah sipil. Alias mereka bisa menjadi pejabat pemerintahan.

Hal ini yang menuai kritik habis-habisan oleh berbagai pihak. Bukan asal-asalan. Lantaran berbagai pihak mengkhawatirkan kalau Indonesia akan kembali ke masa Orba: Dwi Fungsi ABRI yang menyebabkan negara ini di bawah kendali angakatan bersenjata.

Di masa Dwi Fungsi ABRI Soeharto, situasi Indonesia menjadi tenang. Tapi jangan salah. Tenang di sini bukan berarti tenang dalam konteks nyaman atau aman. Melainkan tenang yang mencekam dan menakutkan.

Sebab kalau ada yang ngrecoki pemerintah, bisa-bisa langsung diculik.

Nah kembali lagi ke persoalan RUU TNI ini kita akan dikembalikan ke situasi orba itu. Kalau ada yang bilang itu hanya kekhawatiran yang berlebih itu salah besar. Sebab dalam RUU TNI yang baru ini tentara bisa kokang senjata sekaligus mengurusi kebijakan. Ngeri sekali bukan.

Cengkeh jadi korban

Sejarah pun mencatat betapa ganasnya TNI ketika masuk ke ranah sipil di era Orba. Bukti paling konkret adalah ketika era Badan Penyangga Pemasaran Cengkeh (BPPC).

Cerita singkatnya, pada media 1970-an industri kretek nasional terkerek naik karena permintaan yang cukup banyak. Hal itu juga yang membuat cengkeh (salah satu rempah wajib di rokok kretek) ikut terkerek.

Berhubung semakin banyaknya permintaan cengkeh, Orba memanfaatkannya dengan dalih menjaga stabilitas harga. Rezim Soeharto di tahun 1990-an membuat lembaga bernama Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang dipimpin langsung oleh putra mahkota rezim; Utomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.

Melalui BPPC, petani cengkeh disiksa habis-habisan. Para petani jadi korban monopoli. Harga cengkeh yang tadinya Rp20 ribu (paling murah), gara-gara BPPC, para petani hanya mendapatkan Rp2 ribu saja.

TNI harus kembali ke barak

Hal itulah yang membuat banyak petani menelantarkan pohon cengkehnya. Bahkan ada yang sampai menebangnya dengan kesadaran penuh.

Hingga akhirnya Orba tumbang. BPPC pun ikut dibubarkan. Melalui Gus Dur, Dwi Fungsi ABRI dihapuskan. TNI pun kembali ke barak. Namun, kini TNI berpotensi kembali ke ranah sipil melalui revisi RUU TNI.

Ini sangat mengkhawatirkan. Karena sudah ada kasus BPPC, hantu-hantu Orba seolah bangkit. Dulu cengkeh, nanti komoditi seperti kopi, tembakau, sayuran atau yg lainnya tidak menutup kemungkinan akan jadi sasaran.

Tempat tentara itu sudah semestinya di barak, bukan di gedung parlemen!

Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Khoirul Atfifudin

BACA JUGA: Datanglah ke Munduk, Hatimu akan Terusik saat Melihat Geliat Petani Cengkeh di Bali

 

Artikel Lain Posts

Paling Populer