Catatan Ekspedisi Emas Hijau dari Legoksari, Temanggung.
Daftar Isi
ToggleDi Legoksari Temanggung, rumah petani bukan cuma tempat tidur, tapi juga ruang produksi tembakau paling sakral.
Di Desa Legoksari, Temanggung, rumah bukan hanya sebagai tempat pulang. Di sanalah tembakau dijemur, diperam, dan diproses jadi komoditas bernama Srinthil, yang bahkan tak bisa ditiru oleh laboratorium di Amerika.
Jangan bayangkan rumah petani di Legoksari, Temanggung seperti joglo klasik dengan pendhapa dan genteng tua. Rumah-rumah di lereng Gunung Sumbing ini punya karakter unik yang bikin orang kota geleng-geleng kepala: bertingkat, berdak beton, dan penuh ventilasi yang bisa dibuka-tutup sesuai kebutuhan.
Bangunan rumah dibuat seperti itu bukan untuk estetika, tapi karena fungsinya begitu penting dalam proses produksi tembakau.
Rumah dak beton dan jemuran sakral di Legoksari Temanggung
Kebanyakan rumah petani di Legoksari, Temanggung mulai dibangun sejak tahun 1970-an, saat harga tembakau naik gila-gilaan.
Tapi memang pembangunan rumahnya tidak pernah sekaligus. Naik tembok setengah meter, tambah satu ruangan, terus begitu sampai sekarang. Hasilnya? Rumah yang kokoh, bertingkat, dan bisa dipakai untuk menjemur tembakau di atasnya.

Petani Legoksari percaya, menjemur di rumah sendiri jauh lebih aman. “Kalau mendung tinggal diangkat,” kata mereka. “Nggak usah repot sewa lahan atau gotong rigen jauh-jauh.”
Atap rumah mereka sengaja dibuat datar, bukan memakai genteng. Alasannya agar bisa dipakai sebagai jemuran. Tidak juga memakai tenda-tenda plastik yang bisa diterbangkan angin. Hanya berupa dak beton polos yang keras kepala menghadapi cuaca.
Fondasi tinggi, lantai banyak
Karena tanah di sana labil dan miring sampai lebih dari 60 derajat, fondasi rumah harus tinggi dan kuat. Tujuannya bukan hanya agar tak longsor, tapi juga agar bisa dibuat dua atau tiga lantai.
Lantai atas untuk jemuran tembakau. Di bawahnya ruang pemeraman. Lalu di tengah sebagai ruang keluarga dan dapur yang kadang-kadang juga dipakai untuk merajang.
Rumah-rumah ini juga memiliki banyak pintu dan ventilasi yang bisa dibuka-tutup. Tujuannya untuk ngimbu alias memeram daun tembakau.
Proses ini memang sensitif dengan suhu dan angin. Kalau kepanasan atau terlalu dingin, kualitas tembakau bisa turun. Makanya, ventilasi rumah petani Legoksar, Temanggung itu bukan main-main. Ada kaca nako, celah di atas jendela, bahkan lubang di bawah pintu semuanya bisa disetel.
Tetangga sebahu, gang 1 meter
Rumah-rumah di Legoksari, Temanggung dibangun rapat-rapat. Kadang cuma dipisah gang selebar 1 meter. Hampir tidak ada pekarangan.
Tapi ini bukan kekurangan, justru jadi kelebihan. Dengan jarak yang begitu dekat, para tetangga bisa saling memberi kode kalau awan mulai gelap atau angin berubah arah. Sistem peringatan dini yang lebih cepat dari BMKG.
Apalagi untuk urusan “bun”, kabut lokal yang dipercaya jadi kunci tembakau Srinthil. Petani Legoksari sampai bisa membaca arah angin malam untuk memastikan datangnya bun.
Angin dari timur, artinya bun bakal turun. Jika datang dari utara atau selatan, siap-siap jemuran diangkat. Ilmu titen yang cuma bisa lahir dari pengalaman puluhan tahun hidup bersama tembakau.
Rumah di Legoksari Temanggung: rumah produksi, rumah Rasa
Setiap rumah petani Legoksari adalah “pabrik rumahan” dengan ruang-ruang fungsional: untuk ngrajang, nggulungi, ngemot. Bahkan ruang simpan hasil panen disusun rapi menggunakan keranjang khusus.
Tidak ada yang mubazir. Setiap jengkal lantai bisa menjadi ruang kerja. Bahkan ruang tamu pun kadang jadi ruang pilah.
Ngimbu jadi proses yang paling sakral. Maka desain rumah juga harus menyesuaikan. Yakni dengan ventilasi yang bisa disetel, suhu ruangan yang terkontrol, dan ruang yang cukup untuk bolak-balik cek kelembaban. Belum lagi kalau harus sambil menyiapkan jemuran di atas, semua harus bisa dilakukan dalam satu waktu, dalam satu rumah.
Pengurus Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Bayu Adhi Laksono
BACA JUGA: SD Negeri Legoksari, Berdiri dari Patungan Petani Tembakau Sejak 1969