logo boleh merokok putih 2

Manfaat Cukai Rokok bagi Jaminan Kesehatan Nasional

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kembali mengalami defisit. Pada tahun 2017, BPJS Kesehatan memiliki kewajiban membayar klaim senilai Rp 84 triliun. Padahal pendapatan dari iuran hanya Rp 74,25 triliun. Dengan kata lain ada missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran senilai Rp 9,75 triliun. cukai

Defisit tersebut membuat pemerintah harus kembali turun tangan. Salah satu solusi yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan defisit BPJS adalah pemanfaatan cukai rokok. Akhirnya, dana cukai rokok berkontribusi menutup defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp 5 triliun.

Harus diakui bahwa cukai rokok masih menjadi primadona bagi pendapatan negara. Dalam APBN 2017, pendapatan negara dari cukai rokok mencapai Rp 149,9 triliun, naik 6 persen dari APBN Perubahan 2016. Penerimaan cukai rokok ini setara dengan 10 persen target pendapatan pajak 2017 yang sebesar Rp 1.498 triliun.

Sebagai primadona bagi pendapatan negara, kebermanfaatan cukai rokok jelas harus dirasakan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Salah satunya seperti yang disebutkan diatas, yakni membantu BPJS Kesehatan yang sedang mengalami defisit.

Melihat kontribusi cukai rokok yang begitu besar bagi BPJS Kesehatan, sudah seharusnya perokok tidak lagi dipandang sebagai biang keladi dari permasalahan kesehatan masyarakat seperti yang selama ini selalu distigmakan oleh berbagai pihak.

Pasalnya, perokok merupakan penyumbang utama dari besarnya cukai rokok yang menjadi pendapatan negara. Dalam sebatang rokok, ada tujuh puluh persen sumbangsih perokok terhadap negara melalui tiga skema pajak. Ada Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Cukai, dan Pendapatan Daerah Retribusi Daerah (PDRD).

Tudingan bahwa perokok sebagai biang keladi kesehatan masyarakat, menjadi alasan bahwa perokok-lah penyebab jebolnya anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Padahal kalau kita mau sama-sama jujur dan terbuka, penyelenggaraan JKN-lah yang memang sudah bermasalah sejak dulu (dalam hal ini BPJS Kesehatan).

Adanya missmatch antara pembayaran klaim dengan iuran merupakan penyakit dari penyelenggaraan JKN yang dibiarkan berlarut-larut tanpa ada solusi atas permasalahannya. Pihak BPJS Kesehatan pun seakan tak mau mengakui bahwa masalah tersebut disebabkan oleh mereka. Hal yang paling mudah tentu saja dengan mencari kambinghitam.

Siapa kambinghitamnya? Perokok.

Lalu mau sampai kapan perokok dijadikan kambinghitam? Apalagi saat ini cukai rokok sudah ditetapkan sebagai penyelamat bagi kebobrokan penyelenggaraan JKN. Lantas apakah kemudian perokok akan kembali dikambinghitamkan? Kita lihat saja bagaimana ke depannya BPJS Kesehatan akan ‘ngeles’ dengan alasan lainnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Azami

Azami

Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek