Pabrikan

Malioboro, Ruang Boleh Merokok dan Kemerdekaan

Klaim atas ruang rindu di Malioboro kini bisa menjadi kembali dipertanyakan. Jalanan panjang yang penuh dengan simpul memori jutaan manusia kini memiliki bentuk rupa yang semakin berubah. Bukan hanya tentang pengaturan alur jalan baru, namun juga soal aturan larangan merokok yang baru saja diberlakukan. 

Wacana terkait menjadikan Malioboro sebagai kawasan tanpa rokok ini bukan baru kali ini menguat. Sebelumnya, kebijakan terkait hal tersebut memang sudah digaungkan oleh pihak Pemerintah Yogyakarta dan baru dilaksanakan pada belakangan ini.   

Seingat saya ada sebuah komitmen besar yang diwacanakan oleh pemerintah terkait tentang kawasan tanpa rokok ini.

Komitmen itu adalah pembuatan zona merokok yang memang sesuai standar dan mudah untuk diakses.

Dari informasi yang ditemukan, di sepanjang Malioboro dari ujung utara hingga selatan, terdapat empat tempat khusus merokok, yaitu di TKP Abu Bakar Ali, halaman Malioboro Mall, Ramayana sisi utara dan di lantai ketiga Pasar Beringharjo.  

Empat kawasan merokok sebenarnya cukup untuk Jalan Malioboro yang memiliki panjang hanya dua kilometer saja. Saya membayangkan bahwa tiap 500 meter dari 2000 meter panjang jalan ada satu zona merokok yang bisa dengan mudah diakses. Tapi pertanyaan selanjutnya muncul, apakah zona yang disediakan sudah memenuhi standar-standar tersebut? 

 Dari keempat zona tersebut saya melihat hanya ada satu kawasan yang memenuhi standar untuk dijadikan tempat untuk boleh merokok. Tiga tempat itu adalah TKP Abu Bakar Ali, Halaman Malioboro Mall, dan Ramayana sisi utara. Sebaliknya, lantai ketiga Pasar Beringharjo memiliki akses yang sulit untuk dijangkau.   

Selain itu dari sepantauan kami saat berkunjung ke Malioboro, salah satu kawasan merokok di sisi utara Ramayana pun sebenarnya sangat tak layak. Bayangkan, di sana tak ada petunjuk dan papan informasi arah untuk mengetahui kawasan merokok. Selain itu, hanya disediakan satu bangku saja dan dibuat dengan sangat asal-asalan.   

Ini merupakan sebuah catatan masukan bagi pemerintah setempat untuk mempertimbangkan kembali lantai ketiga Pasar Beringharjo untuk dijadikan zona merokok. Jika boleh saran maka satu tempat untuk zona merokok lainnya lebih baik ditempatkan di sekitar kawasan trotoar benteng vredeburg.  

Ketimbang lantai tiga Pasar Beringharjo yang posisinya berada jauh di atas, baiknya menempatkan zona merokok ke tempat yang lebih mudah diakses. Jika harus tetap menempatkan di lantai tiga, itu boleh asal hanya sebagai zona merokok untuk kawasan Pasar Beringharjo saja.   

Saya menyepakati bahwa di setiap kawasan tanpa rokok tetap harus disediakan zona merokok sebagai jembatan antara kebutuhan perokok dan non perokok. Hal ini semacam jadi konsensus bersama yang harus disepakati agar terciptanya kenyamanan bagi semua pihak.   

Demi Malioboro yang didambakan oleh banyak orang maka zona merokok yang sesuai standar dan mudah untuk dijangkau adalah sebuah keharusan. Jangan sampai, jalanan panjang tersebut berubah bentuk dan wajah menjadi hal yang tak lagi indah seperti dalam rima-rima dan lirik- lirik lagu bahkan puisi yang sudah banyak dibuat.