OPINI

Kretek yang Akan Terus “Digerus”

Masih banyak sesama bangsa kita yang tidak mengerti. Ada sebuah rekayasa besar di balik perang tembakau. Wanda Hamilton telah mengupasnya di dalam buku ‘Nicotine War’. Perang tembakau diciptakan semata-mata untuk “…kepentingan besar bisnis perdagangan obat-obat Nicotine Replacement Therapy (NRT) alias obat-obatan penghenti kebiasaan merokok, seperti permen karet nikotin, koyo, semprot hidung, obat hirup, dan zyban. Kampanye kesehatan publik (public health) tentang bahaya tembakau hanyalah kedok bagi kepentingan bisnis: memasarkan produk-produk NRT tersebut.”[1]

Sementara itu, tembakau telah menjadi budaya dan sumber kehidupan ekonomi puluhan juta rakyat Indonesia. Kretek merupakan karya asli anak bangsa. Kata kretek pun tidak ada dalam kamus bahasa asing manapun. Perpaduan tembakau, cengkeh, dan saus dari sari buah-buahan merupakan cita rasa tersendiri khas kretek. Kretek banyak juga digunakan dalam banyak tradisi, ritus-ritus keagamaan, dan sebagainya. Kretek sering menjadi penyambung cerita dan pencair suasana dalam sebuah obrolan ringan di gang maupun lorong-lorong atau di pos ronda.

Dari segi ekonomi, bukan hanya para petani tembakau yang menuai keuntungan ketika panen raya tiba. Menjelang musim panen, banyak tenaga kerja yang diserap pada sektor pertanian ini. Berbondong-bondong, buruh musiman datang membanjiri ladang tembakau. Mereka bekerja sebagai buruh petik, mepe (menjemur daun tembakau) atau buruh ngrajang (memotong daun tembakau yang sudah dikeringkan menjadi irisan tipis-tipis). 

Dalam proses pascapanen ini, biasanya, seluruh keluarga petani tembakau ikut terlibat. Suasana panen raya juga terasa sampai ke daerah-daerah di luar sentra tembakau. Saat musim mbako (musim panen) tiba, terutama ketika harga tembakau sedang baik, pasar-pasar tradisional dibanjiri pedagang maupun pembeli. Aktivitas perdagangan di pasar-pasar lokal menjadi lebih ramai daripada hari-hari biasanya. Saat-saat inilah para petani tembakau ‘turun gunung’ untuk membelanjakan keuntungan yang mereka peroleh dari hasil panenannya.

rokok LA

Mungkin sebentar lagi semua itu akan terlepas dari kehidupan mereka, dengan adanya wacana revisi PP 109/2012. Hampir 10 tahun setelah regulasi itu disahkan, kelompok antirokok mendorong pemerintah untuk merevisi PP 109 karena beragam alasan.  Tulus Abadi, salah satu panglima abadi antirokok, menyatakan jika kondisi Indonesia terkait rokok ini sangat mengkhawatirkan. Dengan melebih-lebihkan jumlah perokok yang mencapai sekitar 70 juta orang, seakan hal itu adalah bahaya besar bagi kita semua. Dengan hiperbola juga, menyatakan kalau iklan rokok menjelma dimana-mana.

Revisi PP 109/2012 adalah sebuah lelucon, dikala sudah banyaknya regulasi tentang pertembakauan yang mempunyai semangat negatif dan merugikan stakeholder pertembakauan. Apa yang dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan dari pertembakauan adalah sebuah regulasi yang mampu melindungi mereka dari berbagai ancaman yang akan merugikan mereka.

Karena disitulah esensi dari sebuah regulasi. Regulasi dibuat untuk sebuah prinsip tentang keadilan. Dan jika aturan yang muncul di kemudian hari lagi-lagi adalah regulasi yang mempunyai semangat negatif bagi stakeholder pertembakauan. Maka hilang sudah asas keadilan dalam peraturan.

Jika keadilan telah hilang didalam ruh sebuah peraturan, maka tak ada lagi gunanya ideologi bangsa ini. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia hanya akan menjadi sebuah sila yang dihafal oleh rakyat, tanpa pernah merasakan apa itu keadilan.


[1] Membunuh Indonesia