Setiap industri memiliki tantangannya sendiri. Entah itu tantangan berasal dari internal atau eksternal. Namun yang pasti selalu ada tantangan, hambatan, bahkan ancaman terhadap industri, tidak terkecuali di industri hasil tembakau.Â
Daftar Isi
ToggleSetiap tahun, tantangan industri hasil tembakau (IHT) bukannya berkurang tetapi justru bertambah bahkan bervariasi. Bahkan, regulasi tentang IHT hampir mencapai 500 buah. Regulasi, yang sayangnya, tidak berpihak kepada penggiat IHT melainkan hanya kepada negara.Â
Hal ini yang semestinya harus kita amati dan lawan. IHT yang telah menyumbang negara via cukai rokok selama lebih dari satu dekade harus memiliki daya tawar lebih. Masalahnya, negara acap kali bias dalam membuat kebijakan. Pada akhirnya, penggiat IHT hanya bisa bersabar dan selalu berharap pemerintah yang akan datang lebih terbuka. Bahkan, lebih akrab terhadap IHT.
Tantangan Industri Hasil Tembakau
Ada beberapa tantangan dalam industri hasil tembakau, di antaranya:
a. Kesenjangan antara Permintaan dan Pasokan
Permintaan dan pasokan tembakau selalu berbanding terbalik. Sebagai contoh tahun 2022. Kebutuhan tembakau mencapai 322 ribu ton per tahun. Namun, serapan tembakau lokal pada tahun tersebut hanya 212 ribu ton per tahun. Dari mana menutup sisanya? Tentu saja harus impor tembakau.Â
Hal-hal seperti inilah yang semestinya harus dihindari. Negara perlu lebih serius melakukan tata kelola terhadap IHT sehingga tidak lagi terjadi impor tembakau.Â
b. Rantai Pasok yang Panjang
Tidak bisa dimungkiri lagi bahwa dari pra hingga pasca panen tembakau, prosesnya cukup panjang. Dan barangkali, lebih panjang daripada tanaman-tanaman lainnya. Setidaknya ada enam rantai pasok dalam industri hasil tembakau, yaitu petani, pengepul, pedagang kecil, pedagang besar, grader, dan perusahaan rokok.Â
c. Regulasi yang Diskriminatif
Sepertinya hanya industri hasil tembakau yang memiliki ratusan regulasi. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) mencatat setidaknya 446 regulasi dari hulu hingga hilir. Aturan tersebut mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi. Terbaru, pada tahun 2024, pemerintah baru saja mengeluarkan PP No. 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif dan UU Kesehatan No 17 tahun 2023.
Itu yang terlihat. Setelah ini masih ada rancangan peraturan menteri kesehatan terkait kemasan rokok polos. Jika benar-benar disetujui, sudah pasti lonceng kematian IHT semakin nyaring.Â
d. Derasnya Kelompok Anti Tembakau
Komnas Pengendalian Tembakau, CISDI, dan Suara Tanpa Rokok adalah beberapa kelompok anti tembakau yang terus merongrong kebijakan industri hasil tembakau. Namanya saja aneh. Anti terhadap sebuah tanaman yang selalu memberikan dampak positif kepada negara.Â
e. Didorong untuk Ratifikasi FCTC
Salah satu regulasi asing yang hendak didorong kelompok anti tembakau kepada negara adalah Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Indonesia sampai saat ini tidak melakukan ratifikasi. Namun, dalam perjalanannya, Indonesia sudah memasukkan unsur-unsur yang ada di dalam FCTC ke peraturan pemerintah. Terbaru, yang ada di PP 28/2024. Jadi, betapa piciknya atau lihainya (?) pemerintah Indonesia dalam memainkan regulasi rokok dan tembakau di Indonesia.
f. Kenaikan Cukai Rokok Tidak Capai Target
Cukai rokok selalu mencapai target kecuali tahun 2023. Ya, untuk pertama kali, dalam 5 tahun terakhir, penerimaan negara via cukai rokok tidak capai target. Ada banyak faktor mengapa hal tersebut dapat terjadi. Salah satunya, perpindahan kelas. Dari golongan I ke golongan II dan III.
Padahal, cukai rokok golongan I mencapai 72%. Maka dari itu, ketika gagal dalam mencapai target, negara kelimpungan.Â
g. Peredaran Rokok Ilegal Meningkat
Ini yang menjadi perhatian dari seluruh stakeholder IHT. Peredaran rokok ilegal meningkat. Bahkan produksinya sedikit demi sedikit menggerus produk rokok legal. Jika negara tidak bisa mengendalikan, bukan tidak mungkin tahun-tahun selanjutnya, cukai rokok tidak mencapai target.Â
Jadi, itulah tujuh tantangan industri hasil tembakau masa kini. Apakah akan menjadi ancaman atau justru berkurang? Kita lihat saja nanti.