Perusahaan Rokok Terus Diserang padahal Punya Kontribusi Besar pada Keberlangsungan Lingkungan

Djarum punya kontribusi besar dalam keberlangsungan lingkungan, salah satunya melalui pengolahan sampah organik di Kudus Boleh Merokok

Perusahaan rokok seperti Djarum, asal Kudus,, nyata-nyata punya kontribusi besar dalam mengelola sampah daerah.

***

Dalam Sejarah panjang bangsa Indonesia, Industri Hasil Tembakau (IHT) sering hanya dicap sebagai mesin ekonomi negara: menyerap tenaga kerja, menyumbang cukai ke negara, dan menopang hidup jutaan petani tembakau. IHT juga sering kali dikambinghitamkan atau dijadikan sasaran kritik utama terkait berbagai isu negatif karena produknya dituduh memiliki dampak buruk  kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Namun di Kudus, Industri rokok raksasa yang dikenal dengan nama Djarum justru  mengejawantah menjadi sesuatu yang lebih dalam.  Ia bukan hanya menjadi pabrik rokok, tapi juga bagian dari upaya merawat lingkungan dan menjadikan Kudus sebagai kota yang berhasil dalam mengelola sampah organik.

PT Djarum melalui Bakti Lingkungan Djarum Foundation (BLDF)  mendirikan Pusat Pengolahan Organik (PPO) untuk menangani sampah organik.

Pendirian pusat pengelolaan organik (PPO) oleh BLDF merupakan contoh paling konkret bahwa IHT  tidak hanya selesai pada pembuatan rokok saja, tapi juga memiliki kepedulian terhadap isu lingkungan. Dan  ini bukan proyek pencitraan, tapi bagian dari kesadaran bahwa keberlangsungan daerah harus menjadi tanggung jawab semua unsur yang ada di dalamnya, termasuk industrinya. Kudus mendapatkan manfaat dari gerakan pengelolaan tersebut.

Atasi penumpukan sampah di TPA Kudus

Di Kabupaten Kudus, setiap hari sampah bisa mencapai 170 ton perhari yang biasa diangkut ke TPA. Kalau sistem pengelolaannya tidak jelas, TPA menjadi sesak dengan timbunan sampah, lalu timbul  polusi gas metana, kemudian  lingkungan pun menjadi rusak.

PT Djarum melalui BLDF  mendirikan PPO tersebut sejak 2018 untuk menangani sampah organik di Kabupaten Kudus. Ia menyediakan 10 truk sampah untuk mengambil sampah dari warga dengan mengelilingi Kota Kudus.

Djarum sadar bahwa tidak banyak pihak yang mau mengelola sampah organik dalam skala besar. Dalam jurnal lingkungan hidup Undip (2024), disebutkan bahwa 60% sampah yang dihasilkan warga adalah sampah organik, seperti (sayur, buah, daging, dll).

Hingga 2025, tercatat  ada 370 mitra yang terdaftar untuk program pengolahan sampah organik tersebut. Mulai hotel, restoran, pasar sampai rumah sakit yang rutin memilah sampah organic tersebut lalu ke PPO melalui truk yang berkeliling.

Siklusnya menarik, kapasitas yang dimiliki PPO milik BLDF tersebut mempunyai kapasitas 50 ton sampah organik perhari. Sampah itu dicacah dan difermentasi menjadi pupuk kompos (humisoil). Pupuk tersebut digunakan untuk nutrisi jutaan bibit trembesi yang ditanam sepanjang jalur Pantura, Jawa hingga Sumatera.

Pupuk organik dari Djarum untuk penghijauan di Kudus

Selain itu, pupuk organik tersebut  juga digunakan untuk penghijauan di lereng Gunung Muria dan Bukit Patiayam, Kudus.

Ironisnya, kontribusi seperti ini jarang disorot dalam perdebatan dunia pertembakauan. Padahal industri tembakau seperti Djarum telah menghidupi jutaan petani tembakau selama puluhan tahun. Tanpa industri tembakau seperti Djarum, rantai ekonomi di daerah pertembakauan bisa ambruk.

Ketika Djarum memperluas jangkauan ke ranah lingkungan, itu menunjukkan bahwa industri yang selama ini dibenci oleh anti-rokok, ternyata memiliki kontribusi besar terhadap keberlangsungan lingkungan. Selain itu juga menjadi aktor pembangunan yang bertanggung jawab.

Juru Bicara Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK), Alfinaja Maulana Ardika

BACA JUGA: Perusahaan Djarum dari Masa ke Masa

Artikel Lain Posts

Paling Populer