logo boleh merokok putih 2

Perbandingan Bahan Baku Kretek dan Rokok Elektrik

Sejarah mencatat aktivitas manusia mengisap rokok yang mereka produksi dari daun tembakau sudah berlangsung setidaknya sejak 4000 tahun yang lalu. Atau pada 2000 Sebelum Masehi. Adalah ratusan suku-suku yang menghuni Benua Amerika lebih tepatnya Amerika Selatan yang memulai itu. Suku-suku yang oleh bangsa barat dengan mudahnya digolongkan dalam satu suku saja yaitu Suku Indian, padahal penamaan ini terjadi karena kesalahan semata, Kesalahan yang dilakukan oleh Christoper Colombus ketika melakukan petualangannya.

Suku-suku itu memanfaatkan tembakau yang diolah menjadi rokok untuk dikonsumsi dalam keseharian mereka. Selain itu tembakau digunakan sebagai media penyambutan, penerimaan dan perdamaian antar suku, juga digunakan untuk mengobati beberapa penyakit. Dukun-dukun menggunakan daun tembakau untuk mengobati pasiennya, baik dengan cara dibalurkan, atau lewat asap rokok yang mereka buat dari daun tembakau.

Pada abad ke-15 hingga ke-16, para penjelajah Eropa mengenalkan tanaman tembakau dan aktivitas merokok ke tempat-tempat yang mereka datangi di dunia. Termasuk Indonesia. Memang ada yang bilang kebiasaan merokok di negeri ini sudah ada jauh sebelum aktivitas merokok diperkenalkan penjelajah dan penjajah Eropa, meskipun bukan dengan daun tembakau. Yang jelas, kebiasaan merokok tembakau di negeri ini begitu masif usai penjelajah dan penjajah mengenalkan kebiasaan merokok menggunakan daun tembakau.

Persebaran tembakau dan aktivitas merokok ke berbagai lokasi di penjuru bumi, memunculkan kebiasaan-kebiasaan baru dan varian-varian cara dalam menikmati rokok tembakau. Pun begitu dengan di Nusantara. Aktivitas merokok tembakau memunculkan kebiasaan-kebiasaan baru dan khas di banyak tempat, juga improvisasi-improvisasi cara dan bahan tambahan ketika menikmati rokok tembakau.

Tak sekadar tembakau, masyarakat Nusantara menambahkan beberapa bahan lain selain tembakau dalam rokok yang mereka isap.Yang paling fenomenal adalah temuan rokok kretek yang pada akhirnya hingga saat ini berhasil menguasai lebih dari 90 persen pasar rokok Indonesia.

Berawal dari ketidaksengajaan Djamhari mengoleskan minyak cengkeh ke rokok tembakaunya, campuran tembakau dan cengkeh yang menjadikan produk baru bernama rokok kretek, yang namanya diambil dari suaranya ketika campuran tembakau kering dan cengkeh kering dibakar, keretek-keretek, kemretek, berkembang pesat pada abad 20. Djamhari ketika itu sakit sesak napas. Sudah beberapa hari sakitnya tak kunjung sembuh. Setelah mengoleskan minyak cengkeh ke rokok yang ia isap, karena merasakan ada perubahan dari sakit yang ia rasa, kemudian Djamhari tak sekadar mengoleskan minyak cengkeh, namun mencampurkan cengkeh kering dengan tembakau pada rokok yang ia isap. Penyakitnya berangsur menghilang dan ia sembuh.

Varian, improviasi dan kreativitas baru di seputar aktivitas merokok terus berkembang seiring perjalanan waktu dan perkembangan kemajuan teknologi. Persilangan antara kegemaran merokok dan perkembangan teknologi menghasilkan ragam rupa kreativitas dalam merokok dan mengonsumsi produk-produk tembakau. Kini ada rokok non-asap, nikotin tempel seperti koyo, tembakau kunyah, nikotin permen, dan ragam rupa kreasi lainnya. Inovasi ini kian menjadi saat kampanye bahaya rokok konvensional dan terutama bahaya rokok kretek terus-menerus didengungkan di penjuru bumi.

Yang terbaru, setidaknya dalam empat tahun belakangan cukup berkembang di Indonesia, terutama di beberapa tempat di kota besar, adalah rokok elektrik atau yang lazim disebut vape/vaping. Masuknya rokok elektrik ini bersamaan dengan serangan besar-besaran terhadap rokok kretek lewat kampanye yang menyebutkan rokok kretek sama sekali tidak baik untuk kesehatan. Rokok elektrik masuk dan digembar-gemborkan sebagai produk alternatif.

Hingga sempat ada masanya, rokok elektrik ini dikampanyekan dan digunakan sebagai alat antara untuk meninggalkan produk rokok konvensional. Terapi berhenti merokok dengan berpindah dari rokok konvensional ke rokok kretek. Kampanye ini selalu menyebutkan bahwasanya rokok elektrik lebih baik dari rokok konvensional. Lebih sehat. Tetapi apakah memang benar seperti itu?

Mungkin penjabaran data bahan baku rokok kretek dan rokok elektrik di bawah ini bisa membantu anda menemukan jawabannya sendiri.

Rokok Kretek

Foto: Eko Susanto/Rokok Indonesia

Dua bahan baku utama rokok kretek adalah tembakau dan cengkeh. Selain keduanya, setiap pabrikan memiliki bahan baku tambahannya sendiri yang membikin rokok kretek produksi mereka memiliki citarasa khasnya masing-masing. Para perokok yang biasa melinting sendiri rokok kreteknya lazim menyebutnya wur untuk tambahan bahan baku di luar tembakau dan cengkeh. Wur ini terdiri dari beberapa rempah-rempah sesuai dengan selera. Pabrikan-pabrikan rokok kretek meracik sendiri wur sebagai campuran tembakau dan cengkeh pada rokok kretek mereka. Wur ini kadang disebut perisa atau saus oleh pabrikan. Bahan bakunya mirip, campuran beberapa rempah-rempah.

Beberapa bahan baku lain selain cengkeh dan tembakau pada rokok kretek adalah: Kapulaga, kemenyan, daun sirih, kayu manis, kemukus, dan kelembak.

Selain bahan baku utama yang merupakan campuran tembakau, cengkeh, dan beberapa rempah lainnya yang lazim disebut saus, bahan penyusun rokok kretek lainnya adalah kertas atau yang lazim disebut sigaret. Bahan baku kertas sigaret adalah selulosa astetat. Selulosa ini berasal dari serat tanama. Sebelum menjadi lembaran diolah menjadi pulp terlebih dulu. Unsur pelekat pada kertas dinamakan sideseam. Pelekat kertas tersebut merupakan pelekat khusus yang digunakan dalam jumlah yang sangat kecil. Pada dasarnya kertas rokok atau kertas sigaret juga dilengkapi porforasi (kertas berlubang), di mana lubang ukurang mikro tersebut dapat menyedot udara luar sehingga kadar tar dan nikotin di dalam rokok turun.

Satu lagi bahan yang ada pada sebatang rokok kretek adalah busa filter, jika rokok kreteknya adalah rokok kretek filter. Bahan busa filter pada rokok kretek berasal dari aseto, tumbuhan jenis padi-padian yang banyak tumbuh di wilayah Eropa pasca musim dingin. Filter pada rokok kretek terbagi dari empat bagian, tow (rangkaian selulose asetat sebagai badan filter), plasticizer (zat pelunak untuk mengikat filter), plug wrap (kertas pembungkus fiber filter) dan pelekat (sebagai pelekat plug wrap).

Dari uraian ini, bisa dikatakan jika bahan baku utama dan bahan-bahan tambahan untuk rokok kretek semuanya merupakan bahan-bahan alami yang berasal dari alam. Produk herbal.

Rokok Elektrik

Foto: testic.net

Berbeda dengan rokok konvensional yang menggunakan prinsip pembakaran pada proses konsumsinya, rokok elektrik menggunakan prinsip penguapan. Oleh sebab itu produk ini lazim disebut vape karena prinsip reaksi yang bekerja berupa vaporizer.

Ada empat elemen utama dalam sebuah produk rokok elektrik yang dikonsumsi. Cairan utama (liquid), wadah cairan (cartridge), atomizer atau pemanas, dan baterai.

Cairan pada rokok elektrik terdiri dari campuran propilen glikol, gliserol, air, nikotin sintetis, dan perasa sintetis. Gliserol adalah bahan baku e-liquid, perannya adalah membantu proses vaporasi dari cairan (liquid) menjadi gas (asap). Gliserol adalah bahan kimia tanpa warna, tanpa bau, yang banyak digunakan di bidang farmasi. Bahan ini berbentuk cairan agak kental dan sedikit berasa manis. Propilen Glikol adalah bahan penguat rasa berbentuk cair/ liquid. Pada umumnya dipakai pada essence makanan dan minuman ringan sebagai penguat. Sifatnya tidak berbau dan berasa manis. Liquid premium lokal atau import juga menggunakan ini.

Ada dua kunci yang bisa menjadi acuan analisis terkait rokok kretek dan rokok elektrik dalam hubungannya dengan klaim rokok elektrik yang jauh lebih sehat dari rokok kretek dan rokok konvensional, bahkan rokok elektrik dianggap sebagai produk yang baik dipilih untuk meninggalkan kebiasaan merokok. Dua kunci itu adalah, bahan alami vs bahan sintetis, dan proses pembakaran rokok konvensional vs proses penguapan rokok elektrik. Dari dua kunci utama ini saja kita bisa tahu mana yang lebih baik sebenarnya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Fawaz al Batawy

Fawaz al Batawy

Pecinta kretek, saat ini aktif di Sokola Rimba, Ketua Jaringan Relawan Indonesia untuk Keadilan (JARIK)