Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan.
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi.
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Selamet tersinggung. Provokasi dari Paijo berhasil. Sanwani dengan karakter betawinya membumbui provokasi Paijo. Ia lantas berujar kepada Selamet, \u201cHeh, kalo elu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Di aula gedung kampus, Selamet, Paijo, Sanwani dan Rita, serta beberapa mahasiswa lainnya bergerombol di depan papan pengumuman. Di papan, ada pengumuman dengan ukuran tulisan yang cukup besar: \u201cCamping, Jambore ke 30 di Puncak.\u201d Sembari melirik ke arah Selamet, Paijo berujar, \u201cYang nggak punya mobil, boleh nebeng sama temennya. Itupun kalau temennya mau. Sekarang harga bensin mahal.\u201d Kemudian Paijo pergi sembari menggandeng Rita.<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet tersinggung. Provokasi dari Paijo berhasil. Sanwani dengan karakter betawinya membumbui provokasi Paijo. Ia lantas berujar kepada Selamet, \u201cHeh, kalo elu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Ketertarikan saya akan Temanggung dan para petani tembakau di sana, bermula dari film komedi favorit saya. Film komedi yang juga menyelipkan kritik-kritik terhadap kondisi sosial masyarakat negeri ini. Berikut saya narasikan cuplikan adegan dalam film itu:<\/p>\n\n\n\n Di aula gedung kampus, Selamet, Paijo, Sanwani dan Rita, serta beberapa mahasiswa lainnya bergerombol di depan papan pengumuman. Di papan, ada pengumuman dengan ukuran tulisan yang cukup besar: \u201cCamping, Jambore ke 30 di Puncak.\u201d Sembari melirik ke arah Selamet, Paijo berujar, \u201cYang nggak punya mobil, boleh nebeng sama temennya. Itupun kalau temennya mau. Sekarang harga bensin mahal.\u201d Kemudian Paijo pergi sembari menggandeng Rita.<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet tersinggung. Provokasi dari Paijo berhasil. Sanwani dengan karakter betawinya membumbui provokasi Paijo. Ia lantas berujar kepada Selamet, \u201cHeh, kalo elu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Ketertarikan saya akan Temanggung dan para petani tembakau di sana, bermula dari film komedi favorit saya. Film komedi yang juga menyelipkan kritik-kritik terhadap kondisi sosial masyarakat negeri ini. Berikut saya narasikan cuplikan adegan dalam film itu:<\/p>\n\n\n\n Di aula gedung kampus, Selamet, Paijo, Sanwani dan Rita, serta beberapa mahasiswa lainnya bergerombol di depan papan pengumuman. Di papan, ada pengumuman dengan ukuran tulisan yang cukup besar: \u201cCamping, Jambore ke 30 di Puncak.\u201d Sembari melirik ke arah Selamet, Paijo berujar, \u201cYang nggak punya mobil, boleh nebeng sama temennya. Itupun kalau temennya mau. Sekarang harga bensin mahal.\u201d Kemudian Paijo pergi sembari menggandeng Rita.<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet tersinggung. Provokasi dari Paijo berhasil. Sanwani dengan karakter betawinya membumbui provokasi Paijo. Ia lantas berujar kepada Selamet, \u201cHeh, kalo elu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Trauma yang saya alami, hanya sebatas pada Gunung Sumbing, mendaki Gunung Sumbing. Lain halnya dengan Kabupaten Temanggung tempat sebagian wilayah Gunung Sumbing masuk di dalamnya. Desa-desa yang terletak di kaki Gunung Sumbing, malah menjadi desa yang kerap saya sambangi, di Kecamatan Tembarak, Kecamatan Bulu, dan beberapa kecamatan lainnya. Saya banyak belajar dari petani-petani tembakau yang tinggal di desa-desa di kaki Gunung Sumbing yang masuk wilayah Kabupaten Temanggung.<\/p>\n\n\n\n Ketertarikan saya akan Temanggung dan para petani tembakau di sana, bermula dari film komedi favorit saya. Film komedi yang juga menyelipkan kritik-kritik terhadap kondisi sosial masyarakat negeri ini. Berikut saya narasikan cuplikan adegan dalam film itu:<\/p>\n\n\n\n Di aula gedung kampus, Selamet, Paijo, Sanwani dan Rita, serta beberapa mahasiswa lainnya bergerombol di depan papan pengumuman. Di papan, ada pengumuman dengan ukuran tulisan yang cukup besar: \u201cCamping, Jambore ke 30 di Puncak.\u201d Sembari melirik ke arah Selamet, Paijo berujar, \u201cYang nggak punya mobil, boleh nebeng sama temennya. Itupun kalau temennya mau. Sekarang harga bensin mahal.\u201d Kemudian Paijo pergi sembari menggandeng Rita.<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet tersinggung. Provokasi dari Paijo berhasil. Sanwani dengan karakter betawinya membumbui provokasi Paijo. Ia lantas berujar kepada Selamet, \u201cHeh, kalo elu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Trauma yang saya alami, hanya sebatas pada Gunung Sumbing, mendaki Gunung Sumbing. Lain halnya dengan Kabupaten Temanggung tempat sebagian wilayah Gunung Sumbing masuk di dalamnya. Desa-desa yang terletak di kaki Gunung Sumbing, malah menjadi desa yang kerap saya sambangi, di Kecamatan Tembarak, Kecamatan Bulu, dan beberapa kecamatan lainnya. Saya banyak belajar dari petani-petani tembakau yang tinggal di desa-desa di kaki Gunung Sumbing yang masuk wilayah Kabupaten Temanggung.<\/p>\n\n\n\n Ketertarikan saya akan Temanggung dan para petani tembakau di sana, bermula dari film komedi favorit saya. Film komedi yang juga menyelipkan kritik-kritik terhadap kondisi sosial masyarakat negeri ini. Berikut saya narasikan cuplikan adegan dalam film itu:<\/p>\n\n\n\n Di aula gedung kampus, Selamet, Paijo, Sanwani dan Rita, serta beberapa mahasiswa lainnya bergerombol di depan papan pengumuman. Di papan, ada pengumuman dengan ukuran tulisan yang cukup besar: \u201cCamping, Jambore ke 30 di Puncak.\u201d Sembari melirik ke arah Selamet, Paijo berujar, \u201cYang nggak punya mobil, boleh nebeng sama temennya. Itupun kalau temennya mau. Sekarang harga bensin mahal.\u201d Kemudian Paijo pergi sembari menggandeng Rita.<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet tersinggung. Provokasi dari Paijo berhasil. Sanwani dengan karakter betawinya membumbui provokasi Paijo. Ia lantas berujar kepada Selamet, \u201cHeh, kalo elu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Gunung Sumbing betul-betul memberikan trauma mendalam pada saya. Hingga kini, jika mengingat kejadian itu, saya masih sulit menerima kejahatan semacam itu bisa saya alami, dan di tempat yang sama sekali sulit saya duga.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Trauma yang saya alami, hanya sebatas pada Gunung Sumbing, mendaki Gunung Sumbing. Lain halnya dengan Kabupaten Temanggung tempat sebagian wilayah Gunung Sumbing masuk di dalamnya. Desa-desa yang terletak di kaki Gunung Sumbing, malah menjadi desa yang kerap saya sambangi, di Kecamatan Tembarak, Kecamatan Bulu, dan beberapa kecamatan lainnya. Saya banyak belajar dari petani-petani tembakau yang tinggal di desa-desa di kaki Gunung Sumbing yang masuk wilayah Kabupaten Temanggung.<\/p>\n\n\n\n Ketertarikan saya akan Temanggung dan para petani tembakau di sana, bermula dari film komedi favorit saya. Film komedi yang juga menyelipkan kritik-kritik terhadap kondisi sosial masyarakat negeri ini. Berikut saya narasikan cuplikan adegan dalam film itu:<\/p>\n\n\n\n Di aula gedung kampus, Selamet, Paijo, Sanwani dan Rita, serta beberapa mahasiswa lainnya bergerombol di depan papan pengumuman. Di papan, ada pengumuman dengan ukuran tulisan yang cukup besar: \u201cCamping, Jambore ke 30 di Puncak.\u201d Sembari melirik ke arah Selamet, Paijo berujar, \u201cYang nggak punya mobil, boleh nebeng sama temennya. Itupun kalau temennya mau. Sekarang harga bensin mahal.\u201d Kemudian Paijo pergi sembari menggandeng Rita.<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet tersinggung. Provokasi dari Paijo berhasil. Sanwani dengan karakter betawinya membumbui provokasi Paijo. Ia lantas berujar kepada Selamet, \u201cHeh, kalo elu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Saya melaporkan kejadian perampokan yang saya alami di basecamp. Pengelola basecamp dan para pendaki yang ada di basecamp berusaha menenangkan saya. Malam hari saya tak bisa tidur. Ketakutan masih menghantui saya. Pagi harinya saya di antar ke jalan raya tempat bis jurusan Wonosobo-Magelang melintas. Pengelola basecamp juga membekali saya uang Rp20 ribu untuk ongkos pulang Magelang-Yogya. <\/p>\n\n\n\n Gunung Sumbing betul-betul memberikan trauma mendalam pada saya. Hingga kini, jika mengingat kejadian itu, saya masih sulit menerima kejahatan semacam itu bisa saya alami, dan di tempat yang sama sekali sulit saya duga.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Trauma yang saya alami, hanya sebatas pada Gunung Sumbing, mendaki Gunung Sumbing. Lain halnya dengan Kabupaten Temanggung tempat sebagian wilayah Gunung Sumbing masuk di dalamnya. Desa-desa yang terletak di kaki Gunung Sumbing, malah menjadi desa yang kerap saya sambangi, di Kecamatan Tembarak, Kecamatan Bulu, dan beberapa kecamatan lainnya. Saya banyak belajar dari petani-petani tembakau yang tinggal di desa-desa di kaki Gunung Sumbing yang masuk wilayah Kabupaten Temanggung.<\/p>\n\n\n\n Ketertarikan saya akan Temanggung dan para petani tembakau di sana, bermula dari film komedi favorit saya. Film komedi yang juga menyelipkan kritik-kritik terhadap kondisi sosial masyarakat negeri ini. Berikut saya narasikan cuplikan adegan dalam film itu:<\/p>\n\n\n\n Di aula gedung kampus, Selamet, Paijo, Sanwani dan Rita, serta beberapa mahasiswa lainnya bergerombol di depan papan pengumuman. Di papan, ada pengumuman dengan ukuran tulisan yang cukup besar: \u201cCamping, Jambore ke 30 di Puncak.\u201d Sembari melirik ke arah Selamet, Paijo berujar, \u201cYang nggak punya mobil, boleh nebeng sama temennya. Itupun kalau temennya mau. Sekarang harga bensin mahal.\u201d Kemudian Paijo pergi sembari menggandeng Rita.<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet tersinggung. Provokasi dari Paijo berhasil. Sanwani dengan karakter betawinya membumbui provokasi Paijo. Ia lantas berujar kepada Selamet, \u201cHeh, kalo elu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n Mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkonnya, sesekali cerutu yang terselip di antara jemari tangan kanannya ia isap sembari terus membaca surat. Membaca surat yang dikirim oleh anak kesayangannya, Bapak dari Selamet naik pitam. Selesai membaca surat, ia menggebrak meja, lalu berteriak, \u201c Kurang ajar! Jangan kata baru mobil, kalau perlu, Jakarta kalau mau dijual aku beli. Wong Jakarta terlalu menghina karo wong desa.\u201d Segera ia memanggil pembantunya, memintanya mengirim uang untuk Selamet. Dikirim kilat.<\/em><\/p>\n\n\n\n Adegan di atas merupakan cuplikan dari film berjudul Gengsi Dong. Film produksi tahun 1980 ini diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro yang tergabung dalam grup Warkop DKI dan Camelia Malik, sebagai pemeran utama. Film ini berkisah tentang dunia perkuliahan dan kehidupan mahasiswa dari berbagai latar belakang keluarga. Paijo (diperankan oleh Indro) berasal dari keluarga kaya anak juragan minyak. Sanwani (diperankan oleh Kasino) anak betawi asli yang sengak dan ngocol. Bapaknya membuka usaha bengkel mobil di rumah, kondisi ini membuat ia bisa berlagak kaya dengan gonta-ganti mobil milik pelanggan Bapaknya. Selamet (diperankan oleh Dono) anak petani tembakau sukses di Temanggung, merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu. Selama di kampus, ia menjadi bulan-bulanan Paijo dan terutama Sanwani. Ada saja ulah mereka untuk mengusili Selamet yang lugu dan polos.<\/p>\n\n\n\n Masa kecil saya berada pada zaman di mana waktu libur sekolah dan libur hari raya diisi dengan tayangan televisi yang memutar berulang-ulang film-film yang diperankan oleh grup Warkop DKI. Ini tentu sangat menyenangkan karena saya sangat menyukai film-film Warkop DKI. Selain di film Warkop DKI, akan sulit menemukan kelucuan-kelucuan, sindiran-sindiran dan perempuan-perempuan cantik berbalut pakaian seksi dalam satu frame saat itu. Kelucuan dan sindiran dalam film Gengsi Dong bercampur sekaligus, mengajak tertawa sekaligus berpikir tentang dikotomi desa vs kota, dan sikap-sikap meremehkan petani, anak petani, meskipun mereka berasal dari keluarga petani sukses dan kaya raya di desa.<\/p>\n\n\n\n Kondisi sosial yang dikritisi Warkop DKI di periode 80-an masih terus berlangsung hingga hari ini. Banyak dari kita tentu pernah mendengar dan cukup familiar dengan kata \u2018ndeso\u2019. Kata-kata \u2018ndeso\u2019 biasa digunakan untuk menyindir. \u2018Ndeso\u2019 dipakai sebagai ungkapan untuk merendahkan, menganggap ia yang dibilang \u2018ndeso\u2019 terbelakang, tak berpendidikan dan kurang pengetahuan. Tentu saja \u2018ndeso\u2019 berasal dari kata \u2018desa\u2019. Ini aneh dan mengusik nalar saya. Meskipun pada akhirnya \u2018ndeso\u2019 digunakan sebagai candaan belaka, saya masih belum bisa menerima, tetap saja candaan itu merendahkan, dan \u2018desa\u2019 menjadi alatnya. Karena tanpa desa dan sumber daya alam dan manusia di desa, negeri ini tak akan ada. Jadi tidak sepantasnya kata desa dijadikan alat untuk meremehkan atau sekadar candaan.<\/p>\n\n\n\n Selamet yang berasal dari desa dan anak petani, menjadi kombinasi yang pas untuk menjadi bulan-bulanan anak-anak kota. Meskipun orang tua Selamet seorang petani kaya raya, itu bukan alasan untuk berhenti memandang sebelah mata Selamet. Karena ia tetaplah anak desa, dan, anak petani.<\/p>\n\n\n\n Lewat jalur yang cukup rumit inilah saya jadi kenal Temanggung, dan tertarik lebih dalam untuk kian mengenalnya. Lewat film komedi, ditambah dengan kunjungan ke dua gunung yang mengapit Kabupaten Temanggung tempat desa-desa yang dihuni petani dengan tembakau sebagai komoditas andalan mereka saya tertarik dan akhirnya bisa berinteraksi langsung dengan para petani tembakau di Desa Kledung dan Desa Garung.<\/p>\n\n\n\n Lalu bagaimana dengan kondisi petani saat ini? Masih belum jauh berbeda. Pada kasus tertentu, sikap-sikap merendahkan petani kian menjadi. Ini beriringan dengan budaya modernisme yang terus-menerus dipuja seakan tanpa cela. <\/p>\n\n\n\n Untuk kasus petani tembakau sebagai contoh, mereka bukan saja sekadar diremehkan dalam pergaulan sosial, akan tetapi mereka hendak digembosi secara ekonomi. Banyak gerakan yang mengatasnamakan kepedulian terhadap kesehatan berusaha keras menghalangi petani tembakau untuk terus menanam tembakau. Padahal, tembakau berhasil mengangkat taraf hidup mereka, memutar dengan lebih cepat roda perekonomian desa, membuka banyak peluang kerja bagi banyak orang.<\/p>\n\n\n\n Melihat fenomena semacam ini, saya tentu setuju dengan Bapak dari Selamet, mereka yang terus menerus mencoba menggembosi petani memang, kurang ajar!<\/p>\n\n\n\n Dua tahun belakangan, saya bukan hanya sekadar bisa berinteraksi dengan petani-petani tembakau di Temanggung. Lebih dari itu, saya bekerja bersama-sama petani tembakau Temanggung dalam program beasiswa pendidikan bagi anak-anak petani dan buruh tani tembakau di 12 kecamatan di Temanggung. Program ini memberi kesempatan saya lebih jauh lagi. Bukan sekadar mengenal petani, tetapi saya juga bisa berinteraksi banyak dengan anak-anak mereka, dan memantau langsung perkembangan belajar mereka di tingkat SMA.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, kenangan buruk yang memicu trauma mendalam bagi saya terus tersimpan. Ketika itu, nyawa saya betul-betul terancam. Dua kali terancam. Terancam lewat senjata tajam empat orang perampok yang merampok saya. Terancam karena tak ada bekal sama sekali setelahnya padahal saya masih berada tak jauh dari puncak gunung dan hari sudah hampir memasuki malam. Peluang saya tersesat ketika itu begitu besar. Namun, di desa-desa penghasil tembakau di Kaki Gunung Sumbing, saya banyak belajar tentang hidup dan kehidupan, yang pada akhirnya menjadi bara api penyemangat agar selalu menjalani hidup sebaik-baiknya dalam balutan kesederhanaan.<\/p>\n\n\n\n Di Puncak Gunung Sumbing, saya begitu dekat dengan kematian, di desa-desa di kakinya, saya menemukan kehidupan.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Kami\u2014saya dan pemuda asal Temanggung yang duduk di sebelah saya dalam kereta api\u2014berpisah di Stasiun Lempuyangan, Yogya. Saya kembali ke rumah kontrakan saya, Ia melanjutkan perjalanan ke Temanggung bersama Kakak Iparnya yang sudah sejak setengah jam sebelum perpisahan kami tiba di Stasiun Lempuyangan. Daerah pantura punya tradisi namanya \u201ckupatan\u201d atau hari raya ketupat. Apa bedanya dengan hari raya Idul Fitri? Jawabnya beda untuk daerah pantura. \u201cKupatan\u201d bagi masyarakat pantura jatuh pada hari ke delapan setelah hari raya Idul Fitri. Sedangkan, Idul Fitri dimulai sejak tanggal 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n Tidak terasa lebaran sudah masuk hari keenam, lebaran hampir selesai karena tiap berangsur-angsur memulai aktifitasnya seperti sedia kala. Sebelumnya dimulai hari akhir bulan ramadhan sampai masuk hari raya, aktifitas bekerja seseorang berhenti total. Yang terlihat orang-orang merayakan hari raya lebaran dengan saling berkunjung ke sanak family, halal bi halal bani (keturunan), kerumah teman, dan tidak ketinggalan reuni sekolah. Praktis kegiatan dilakukan dalam durasi maksimal tujuh hari terhitung mulai masuk hari raya. Selebihnya orang-orang banyak yang harus masuk kerja kembali, atau beraktifitas lagi. Tak ada pikiran untuk menunggu pendaki lainnya turun. Yang ada di pikiran saya hanya lekas turun, lekas turun, bersegera turun. Beberapa pendaki yang saya jumpai ketika saya berlari turun sama sekali tak saya hiraukan. Kira-kira setengah jam sebelum saya tiba di jalan desa, malam tiba. Ini hanya perkiraan saja karena jam tangan dan hape tempat biasa saya melihat waktu-waktu untuk diingat dan dicatat turut raib bersama seluruh barang lainnya. Dalam kondisi normal, mustahil saya bisa secepat itu kembali ke basecamp. Ketakutanlah yang membantu saya turun gunung dalam waktu cepat.<\/p>\n\n\n\n Saya melaporkan kejadian perampokan yang saya alami di basecamp. Pengelola basecamp dan para pendaki yang ada di basecamp berusaha menenangkan saya. Malam hari saya tak bisa tidur. Ketakutan masih menghantui saya. Pagi harinya saya di antar ke jalan raya tempat bis jurusan Wonosobo-Magelang melintas. Pengelola basecamp juga membekali saya uang Rp20 ribu untuk ongkos pulang Magelang-Yogya. <\/p>\n\n\n\n Gunung Sumbing betul-betul memberikan trauma mendalam pada saya. Hingga kini, jika mengingat kejadian itu, saya masih sulit menerima kejahatan semacam itu bisa saya alami, dan di tempat yang sama sekali sulit saya duga.<\/p>\n\n\n\n ***<\/strong><\/p>\n\n\n\n Trauma yang saya alami, hanya sebatas pada Gunung Sumbing, mendaki Gunung Sumbing. Lain halnya dengan Kabupaten Temanggung tempat sebagian wilayah Gunung Sumbing masuk di dalamnya. Desa-desa yang terletak di kaki Gunung Sumbing, malah menjadi desa yang kerap saya sambangi, di Kecamatan Tembarak, Kecamatan Bulu, dan beberapa kecamatan lainnya. Saya banyak belajar dari petani-petani tembakau yang tinggal di desa-desa di kaki Gunung Sumbing yang masuk wilayah Kabupaten Temanggung.<\/p>\n\n\n\n Ketertarikan saya akan Temanggung dan para petani tembakau di sana, bermula dari film komedi favorit saya. Film komedi yang juga menyelipkan kritik-kritik terhadap kondisi sosial masyarakat negeri ini. Berikut saya narasikan cuplikan adegan dalam film itu:<\/p>\n\n\n\n Di aula gedung kampus, Selamet, Paijo, Sanwani dan Rita, serta beberapa mahasiswa lainnya bergerombol di depan papan pengumuman. Di papan, ada pengumuman dengan ukuran tulisan yang cukup besar: \u201cCamping, Jambore ke 30 di Puncak.\u201d Sembari melirik ke arah Selamet, Paijo berujar, \u201cYang nggak punya mobil, boleh nebeng sama temennya. Itupun kalau temennya mau. Sekarang harga bensin mahal.\u201d Kemudian Paijo pergi sembari menggandeng Rita.<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet tersinggung. Provokasi dari Paijo berhasil. Sanwani dengan karakter betawinya membumbui provokasi Paijo. Ia lantas berujar kepada Selamet, \u201cHeh, kalo elu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Tanpa pikir panjang, Selamet langsung bereaksi, \u201cOk. Sekarang juga saya tulis surat kilat, minta uang.\u201d<\/em><\/p>\n\n\n\n Begini isi surat Selamet kepada Bapaknya di Temanggung:<\/em><\/p>\n\n\n\n Bapak yang Terhormat,<\/em><\/p>\n\n\n\n Kalau Bapak masih menghendaki saya untuk terus kuliah, saya minta agar Bapak segera mengirimkan uang untuk membeli mobil. Yang kuliah di sini, semuanya anak-anak orang kaya. Cuma saya yang tidak punya mobil, dan sudah bosan naik bajaj. Saya sebagai anak petani tembakau yang terkaya, terlalu dihina. Jakarta memang kota keras, kalah bersaing akan digilas.<\/em><\/p>\n\n\n\n Sembah sujud, putramu,<\/em><\/p>\n\n\n\n Selamet.<\/em><\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n<\/figure><\/div>\n\n\n\n
<\/p>\n","post_title":"Sedikit Cerita Perihal Mudik dan Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"sedikit-cerita-perihal-mudik-dan-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-13 06:00:39","post_modified_gmt":"2019-06-12 23:00:39","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5782","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5779,"post_author":"877","post_date":"2019-06-12 07:46:47","post_date_gmt":"2019-06-12 00:46:47","post_content":"\n
Dan mungkin hari raya ketupat beda dengan daerah lain. Semisal di Jakarta, saat hari raya Idul Fitri juga dinakan hari raya ketupat. Begitu gema takbir berkumandang, saat itu juga membuat ketupat untuk hidangan esuk hari bersama masakan opor ayam atau sejenisnya setelah sholad Ied. Bagi masyarakat pantura tidak, ketupat dibuat setelah tujuh hari terhitung dari 1 Syawwal. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d kental di daerah pesisir utara Jawa Tengah, seperti Kabupaten Jepara, Kudus, Pati, Juwana, Rembang dan daerah lain. Hari raya ketupat diawali dengan kenduren atau ritual dan do\u2019a bersama pagi hari sekitar jam 06.00-07.00 dengan membawa ketupat, lepet dan masakan pendukungnya seperti opor ayam, sayur gori dan ada juga masakan semur. Selesai berdo\u2019a, makan bersama, ada juga yang saling bertukar masakan. Selesai makan, pulang dan siap-siap pergi berlibur, ketempat-tempat yang tersedia hiburan.
Konon, ceritanya \u201ckupatan\u201d adalah hari raya bagi orang-orang yang telah berpuasa di hari kedua sampai hari ketujuh bulan Syawwal. Kalau hari pertama bulan syawwal para ulama\u2019 sepakat hukumnya haram (tidak boleh berpuasa), mulai hari kedua disunnahkan berpuasa. Nah, setelah berpuasa enam hari, mereka berbuka dengan menikmati ketupat dan pergi liburan. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang pantura, di bulan Syawwal ada dua hari raya. Pertama hari raya lebaran atau hari raya Idul Fitri, hari kemenangan setelah berpuasa Ramadhan satu bulan penuh, selanjutnya saling memaafkan satu sama lain. Kedua, hari raya \u201ckupatan\u201d yaitu hari kemenangan setelah berpuasa enam hari dimulai hari kedua bulan Syawal. Setelah selesai puasa diakhiri makan ketupat bersama dan liburan.<\/p>\n\n\n\n
Perkembangannya, \u201ckupatan\u201d tidak lagi identik hari raya bagi orang yang berpuasa Syawal, semua masyarakat pantura ikut merayakan hari raya ketupat atau \u201ckupatan\u201d. Di hari kupatan, para ulama\u2019 sepakat memberikan hukum makruh jika mengumandangkan takbir (takbiran), seperti halnya takbir saat habis bulan Ramadhan, malam masuknya bulan Syawwal. Jadi, dimalam kupatan tidak ada takbir atau takbiran. \u201cKupatan\u201d ditandai dengan berdo\u2019a atau ritual bersama dilakukan dipagi hari, dilanjutkan pergi berlibur.
Semisal, Kabupaten Jepara, di hari ke delapan pagi betul (setelah shubuh), persiapan ritual dan do\u2019a bersama di tepi pantai, dilanjutkan melarung kepala kerbau ke tengah laut oleh kepala daerah, bersama masyarakat, terutama masyarakat nelayan, dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Selesai melarung, sebagi tanda dimulainya waktu berlibur dan bertamasya. Menurut Malik, nelayan pantai Kartini Jepara, melarung sudah menjadi tradisi bagi masyrakat, terutama para nelayan, berdo\u2019a dan berharap supaya nanti ikannya banyak, memberikan rezeki bagi para nelayan. Nelayan akan mulai menangkap ikan setelah \u201ckupatan\u201d. Saat \u201ckupatan\u201d Kabupaten Jepara menyiapkan destinasi pantai menyuguhkan banyak hiburan yang bisa dinikmati masyarakat saat berlibur. Tidak hanya masyarakat lokal, luar kota pun banyak yang berdatangan. <\/p>\n\n\n\n
Di Kudus, sebelum pergi berlibur, terlebih dahulu ritual dan do\u2019a bersama di masjid, dan musholla. Tujuannya, berharap berkah setelah melakukan puasa ramadhan, setelah saling memaafkan di hari Idul Fitri dan setelah selesai puasa Syawwal. Lain itu, adanya ritual dan do\u2019a berharap lancar dan selamat saat bekerja yang dimulai esuk harinya setelah \u201ckupatan\u201d. Selesai do\u2019a, masyarakat kudus rata-rata pergi berlibur, ada yang keluar daerah, rerata pergi ke pantai jepara, dan sebagian ada yang kedaerah pantai Pati, Juwana, Rembang bahkan ada yang ketempat liburan di Semarang. Ada juga, masyarakat yang memanfaatkan tempat hiburan yang telah disediakan di Kudus sendiri, seperti ke tempat \u201cBulusan di Kecamatan Jekulo, Sendang Jodo di Kecamatan Bae, kampung kupat di Kecamatan Dawe\u201d. Ketiga destinasi tersebut hanya ada saat \u201ckupatan\u201d saja. <\/p>\n\n\n\n
Di Pati, Rembang, Juwana beda dengan Kudus. Tiga daerah tersebut tradisi \u201ckupatan\u201d hampir mirip dengan Jepara, karena sama-sama daerah pesisir pantai, sedang Kudus bukan daerah pantai. Tidak tanggung-tanggung menjadi kebiasaan tahun lalu, masyarakat nelayan di tiga daerah tersebut, mendatangkan hiburan besar besaran, sampai-sampai berani mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta rupiah, untuk biaya hiburan dangdut. <\/p>\n\n\n\n
Tradisi liburan saat \u201ckupatan\u201d tidak disia-siakan oleh Masrukin, seorang pengusahan Emas asal Kaliputu Kudus. Ia bersama keluarga dan karyawan rencana akan berlibur pergi ke pantai Jepara. Rencana tersebut diutarakan saat ia mengunjungiku. Ia teman kecil di taman bacaan makam Sasro Kartono Kaliputu Kudus. Dahulu, semasa kecil kita sering baca komik yang disediakan pihak pengelola makam. Kita tidak bertemu hampir empat tahun. Setelah tahu keberadaanku, ia menyempatkan diri bersama anak dan istrinya berkunjung ketempatku. Kita ngobrol sampai larut malam sambil merokok kesukaannnya Djarum Super. <\/p>\n\n\n\n
Di penghujung obrolan, ia bercerita sambil mengajak liburan \u201ckupatan\u201d bersama karyawannya ke pantai kartini Jepara. Ia pun berkata kalau barang yang akan dibawa saat berlibur pun telah disiapkan, seperti membawa makanan ketupat, membawa opor ayam, membawa sayur lodeh gori, semur ikan kutuk dan semur tahu spesial buatan ibunya. Tidak kalah nikmatnya, ia juga telah menyiapkan rokok kretek Djarum Super dua press bersama bubuk kopi robusta asal lereng gunung muria. Ia menenteng rokok dan kopi sembari diangkat kearah wajahku, supaya aku melihatnya. <\/p>\n\n\n\n
Maksudnya, membujuk aku untuk ikut liburan bersama keluarga dan karyawannya. Sebetulnya, dalam hati kecil aku ingin ikut, namun apa daya, aku harus merawat guru juga kiai yang sudah aku anggap simbah sendiri. Semoga liburanmu dipantai Kartini Jepara dihari \u201ckupatan\u201d ini menyenangkan, apalagi ditemani rokok kretek dan kopi muria. <\/p>\n","post_title":"\u201cKupatan\u201d di Pantura, Asyiknya Berlibur Berbekal Rokok Kretek","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"kupatan-di-pantura-asyiknya-berlibur-berbekal-rokok-kretek","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-12 07:46:54","post_modified_gmt":"2019-06-12 00:46:54","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5779","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"},{"ID":5775,"post_author":"877","post_date":"2019-06-10 10:36:24","post_date_gmt":"2019-06-10 03:36:24","post_content":"\n
Hari pertama sampai hari ketiga lebaran biasanya berkunjung ke saudara-saudara dekat sama berkunjung ke tetangga, hari selanjutnya berkunjung ke teman dan agenda halal bi halal dan reuni. Ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat di Indonesia. Dan mungkin satu-satunya tradisi di Negara-negara dunia. <\/p>\n\n\n\n
Lebaran istilah lain dari hari raya idul fitri, ada lagi yang mengucapkan hari halal bi halal, ada lagi yang menamakan riyoyo (bagi orang Jawa) dimanfaatkan dengan baik untuk saling mengikhlaskan satu sama lain atas keselahan-kesalahan dulu baik yang disengaja atupun yang tidak disengaja. Tiap ketemu di rumah, di jalan bahkan dimanapun tempat, berjabat tangan, saling merendahkan diri dan berebut mengakui kesalahan kemudian meminta maaf. <\/p>\n\n\n\n
Di hari lebaran ini, seakan-akan sifat sombong manusia terbelenggu, yang ada hanya merendahkan diri, saling mengasihi, dan saling memberi. Ada yang berupa parsel ada yang berupa uang, atau ada yang berupa oleh-oleh seadanya sesui kemampuan. Demi merayakan hari lebaran, orang-orang yang merantau bekerja di kota lain rela mengeluarkan uang banyak untuk pulang kekampungnya atau pulang kerumah asalnya. Sampai sampai rela antri tiket jauh-jauh hari sebelum ramadhan, rela kena macet di jalan raya demi untuk pulang kampung (mudik). Tujuan utamanya bertemu dengan orang tua, saudara, tetangga dan teman untuk bersilaturrohim (bertemu) dan meminta maaf.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran ini tidak ditemukan di Negara-negara lain, kalaupun ada orang muslim Indonesia yang merayakan di sana. Tidak hanya itu, jagad media sosialpun diramaikan ucapan-ucapan selamat dan permintaan maaf, tidak terkecuali Whatshap (WA). Dimulai hari akhir bulan puasa sudah saling balas kiriman ucapan selamat dan meminta maaf ke saudara atau teman yang sekira di hari raya lebaran tidak mungkin ketemu. Sungguh satu tradisi yang sangat mulia yang senantiasa harus dilestarikan, sebagai budaya asli Nusantara. <\/p>\n\n\n\n
Bagi orang Indonesia, lebaran dimaksud sebagai hari melebur kesalahan dengan meminta maaf, menebar maaf dengan ikhlas, dan masuk ke alam kesucian (fitroh), diibaratkan bayi yang baru lahir. Suci bermakna bersih, bersih dari dosa yang hubungannya dengan Pencipta (Tuhan) setelah melewati bulan Ramadhan, bulan penuh berkah dan ampunan. Di bulan Ramadhan, semua umat Islam diwajibkan berpuasa, dan semua amalan baik dibulan ini mendapatkan pahala berlimpah. Kemudian di hari idul fitri (lebaran), dimanfaatkan saling menghalalkan atau memaafkan satu sama lain sebagai bentuk hubungan manusia yang sering ada kesalahan saat bergaul, bermasyarakat, sebagai relasi sosial.
Sekali lagi, lebaran sungguh tradisi yang mulia yang harus dilestarikan untuk menciptakan kondisi dinamis, menciptakan stabilitas, menciptakan kerukunan antar umat dan antar agama, menciptakan persatuan dan menciptakan kerukunan. Jika terjadi perseteruan di hari lebaran ini, satu tindakan yang menciderai giroh dan filosofi lebaran. Lebaran menjadi salah satu budaya dan tradisi asli Nusantara.<\/p>\n\n\n\n
Tradisi lebaran tidaklah muncul dengan sendirinya, ia diciptakan oleh para ulama\u2019 terdahulu dengan dasar yang kuat, dan kontekstual. Walaupun di Negara asal Islam (Arab) tradisi saling mengunjungi saling bersalaman dan memaafkan di hari raya idul fitri tidak terlihat. Yang terlihat mereka pergi ketempat rekreasi dan kuliner bersama keluarga.
Lebaran di Indonesia identik dengan simbul ketupat, yaitu berbentuk persegi empat terbuat dari daun kelapa dianyam atau dirajut tengahnya kosong yang kemudian diisi beras dan dimasak seperti menanak nasi. Setelah matang, ketupat di antar ke saudara dan tetangga, yang konon ketupat sebagai simbul ngaku lepat (mengaku salah) dan laku papat (prilaku empat).<\/p>\n\n\n\n
Ngaku lepat, dilakukan dengan bersungkem ke orang yang lebih tua, atau berjabat tangan dengan permohonan maaf. Laku papat yaitu lebaran artinya selesai bulan puasa, pintu maaf terbuka lebar, luberan artinya melimpah atau membeikan sedekah dan saling memberi, leburan artinya saling memaafkan, dan laburan artinya kembali bersih dari dosa dan kesalahan. <\/p>\n\n\n\n
Ada dibeberapa daerah, makanan ketupat disampingnya terdapat makan lepet, yaitu bungkusnya sama dari daun kelapa tetapi yang digunakan daun muda (janur) dan didalamnya diisi beras ketan dengan bumbu kelapa yang di haluskan (diparut). Lepet sebagai simbul tambahan, banyak yang menafsiri setelah mengaku salah, dan berprilaku emapat di atas, kemudian merajut persatuan dan kesatuan bagaikan nasi ketan yang sangat lengket. <\/p>\n\n\n\n
Uniknya lagi, saat lebaran di ruang tamu tiap rumah tersaji bermacam-macam kue dan tidak jarang di siapkan rokok. Seperti halnya salah satu tradisi di kampung Kayuapu Desa Gondangmanis Kudus, selain macam-macam kue juga tersaji rokok, ada yang disjikan batangan yang ditaruh dalam gelas ada juga yang disajikan masih dalam bungkus. Rumah yang menyajikan rokok pasti ramai sampai larut malam, selain saling memaafkan, bersilaturrokhim mereka tidak mau menyia-nyiakan waktunya untuk ngobrol saling bercerita dan berbagi pengalaman saat diperantauan. Sungguh suasana menggembirakan yang tidak bisa dilakukan dihari hari biasa selain lebaran, tutur Moh. Rifa\u2019i yang bekerja di Bekasi saat lebaran pulang kampung. <\/p>\n\n\n\n
Indonesia saat lebaran punya tradisi tersediri, pulang kampung\/mudik menjadi agenda rutin, berkunjunng kesaudara, tetangga dan teman untuk saling memaafkan kesalahan menjadi agenda utama, ngobrol saling cerita pengalaman bahkan tidak jarang mengingat masa lalu dan masa kecil sambil ngopi dan merokok bersama menjadi budaya dan tradisi tersendiri. <\/p>\n\n\n\n
Sekali lagi segenap keluarga besar KNPK menghantarkan kesalahan yang selama ini dilakukan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja kepada seluruh masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi pembaca dan kepada seluruh stokeholder pertembakauan, dimohon ikhlasnya untuk dihalalkan atau dimaafkan, jazakumullah khoiro al jaza\u2019. <\/p>\n","post_title":"Budaya Lebaran dan Rokok di Hari Raya Idul Fitri Bagi Masyarakat Indonesia","post_excerpt":"","post_status":"publish","comment_status":"closed","ping_status":"closed","post_password":"","post_name":"budaya-lebaran-dan-rokok-di-hari-raya-idul-fitri-bagi-masyarakat-indonesia","to_ping":"","pinged":"","post_modified":"2019-06-10 10:37:34","post_modified_gmt":"2019-06-10 03:37:34","post_content_filtered":"","post_parent":0,"guid":"https:\/\/bolehmerokok.com\/?p=5775","menu_order":0,"post_type":"post","post_mime_type":"","comment_count":"0","filter":"raw"}],"next":false,"prev":true,"total_page":7},"paged":1,"column_class":"jeg_col_2o3","class":"epic_block_3"};
<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n