PERTANIAN

Unjuk Gigi Cukai Rokok di Bawah Tekanan

Rokok masih akan menjadi primadona bagi pendapatan negara, meski di tengah tekanan seperti kenaikan cukai, PPN (Pajak Pertambahan Nilai), ketatnya regulasi promosi produk, kampanye antirokok yang masif hingga membuat produksi rokok turun hingga 2-3 persen. Tapi tekanan tersebut dibalas elegan dengan setoran cukai rokok per 28 Desember 2017 kepada negara menembus Rp145,48 triliun, naik 6 persen dari realisasi sepanjang 2016 sebesar Rp137,93 triliun.

Capaian tersebut sangat mengejutkan, karena realisasi penerimaan cukai rokok per Desember sudah mencapai 97 persen dari target pemerintah untuk meraup keuntungan dari cukai rokok sebesar Rp 150,80 triliun di tahun 2017. Perlu diingat bahwa penerimaan dari cukai rokok ini masih berpotensi meningkat, mengingat pemerintah belum resmi menutup APBN tahun 2017.

Kemungkinan besar target penerimaan negara dari cukai rokok akan sesuai dengan target, mungkin juga lebih, tapi tentunya kalaupun lebih, tidak akan signifikan.

Meski demikian, sumbangan cukai rokok untuk tahun 2017 sudah lebih dari cukup. Pasalnya, banyak kalangan yang memprediksikan bahwa penerimaan negara dari cukai rokok akan meleset jauh dari target. Dan tidak lebih besar dari sumbangan di tahun 2016 yang besarannya mencapai Rp 146 triliun.

Prediksi tersebut dikarenakan perkembangan industri rokok beberapa tahun belakangan sedang mengalami masa penurunan, seperti penurunan produksi rokok dan penurunan jumlah unit usaha industri rokok setiap tahunnya.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pernah menyampaikan bahwa produksi rokok akan berkurang sebesar 2,9% hingga akhir tahun ini, sehingga pada 2017 produksi menjadi 331,69 miliar batang, dan secara perlahan akan menjadi 321,9 miliar batang atau turun 9,79 miliar batang di 2018.

Penurunan produksi sepertinya akan menjadi tren bagi industri rokok setiap tahunnya, sebab pemerintah (terutama Kemenkes) beserta kelompok antirokok akan menentang apabila terdapat wacana untuk pengikatan produksi. Kalau bisa dengan berbagai macam cara, produksi rokok di Indonesia harus diturunkan dengan berbagai dalih melindungi kesehatan masyarakat.

Tapi persoalannya juga bukan hanya sebatas kebijakan dan political will dari pemerintah, melainkan memang kondisi industri rokok kian hari kian tidak tumbuh semestinya. Karena idealnya industri yang baik adalah industri yang mengalami pertumbuhan terus-menerus, meskipun tidak besar.

Artinya, kondisi industri rokok memang sedang tidak baik-baik saja. Mereka yang tidak kuat menghadapi tekanan, pada akhirnya memilih untuk menutup usaha mereka atau tetap bertahan meskipun harus terus menelan pil pahitnya.

Coba saja kita tengok data industri rokok yang tumbang dari tahun ke tahun, sejak 2006 jumlah unit usaha IHT di Indonesia sebanyak 4.669 hingga delapan tahun kemudian menurun drastis hanya tinggal 754 unit di tahun 2014. Setahun kemudian, jumlahnya berkurang kembali menjadi 600 unit. Industri yang gulung tikar adalah industri kecil menengah (produsen rumahan, pabrikan kecil).

Sekelumit masalah tersebut mungkin tidak dianggap penting oleh pemerintah selama industri rokok masih memberikan setoran sesuai dengan target pemerintah setiap tahun. Yang penting hanyalah soal dana segar yang disetorkan, urusan masalah-masalah yang terjadi pada industri rokok, uruslah sendiri.

Dibalik itu semua, industri rokok hanya bisa membalaskan dendam mereka kepada pihak-pihak yang menekannya dengan cara memberikan setoran cukai rokok sesuai dengan target. Tidak seperti kebanyakan sektor yang dimanjakan, tapi urusan setoran masih kalah taat dengan industri rokok.

Tidak selalu air susu itu dibalas dengan air tuba bukan?

Tinggalkan Balasan