kebijakan cukai indonesia
CUKAI

Cukai Naik Bukan Jalan Keluar

Kenaikan cukai tahun depan makin sering menjadi bahan obrolan para petani di tengah musim panen saat ini. Ada kekhawatiran, sikap pasrah, rasa marah dan kekecewaan yang mendalam dari mereka terhadap pemerintah, terlebih pandemi covid ini belum akan berakhir dalam waktu dekat. 

Seperti yang dikutip dari CNBC Indonesia; Kenaikan cukai rokok hampir pasti dilakukan untuk tahun 2022. Namun, berapa besaran tarifnya masih belum ditentukan.

Direktur Teknis & Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, untuk besaran tarif akan disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama dengan Dirjen Bea dan Cukai Askolani.

Untuk waktu penyampaian mengenai kenaikan cukai akan dilakukan sekitar bulan Oktober seperti tahun-tahun sebelumnya saat kondisi normal. Sebab, tahun lalu pengumuman dilakukan sedikit terlambat karena fokus pada penanganan dampak pandemi Covid-19. 

Kenaikan cukai hasil tembakau sudah pasti akan semakin  memberatkan, khususnya bagi sektor SKT yang banyak menyerap tenaga kerja. Apalagi di masa pandemi Covid-19 ini, banyak pekerja dan buruh yang terdampak penghidupanya.

Kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau ini atau cukai rokok merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan pendapatan negara melalui penerimaan cukai perlu dipikirkan lagi. Pemerintah yang mentargetkan penerimaan cukai tahun depan sebesar Rp203,92 triliun melalui kenaikan cukai bukanlah keputusan yang bijak selama pandemi ini masih terus terjadi.

Tulisan saya sebelumnya Pemerintah yang Sehat dan Rakyat yang Sakit , sudah menggambarkan bagaimana efek domino yang akan terjadi dengan naiknya harga cukai. Dan itu hanya bagian kecilnya saja.

Saya jadi ingat juga bagaimana Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sebagai panduan utama pengendalian tembakau di seluruh dunia, dalam salah satu bab-nya menyatakan bahwa Pajak (termasuk cukai) adalah komponen utama pengendalian tembakau. Pengaturan cukai hasil tembakau negara anggota harus dibuat sesederhana mungkin dengan tarif yang tinggi untuk menekan konsumsi tembakau dan memberikan pendapatan besar bagi negara.

Ini sebenarnya mau pengaturan atau mau ngambil untung sebesar-besarnya di saat banyak orang kesusahan karena pandemi? Agak keterlaluan menurut saya. Apa tidak bisa menunggu setelah carut-marut pandemi ini membaik? Setahun lagi mungkin?

Manfaat ekonomi dari sebuah produk asli bangsa Indonesia yang dapat dirasakan oleh banyak orang sepertinya hanya akan menjadi kenangan saja. Pengenaan tarif cukai di Indonesia tidak bisa hanya disandarkan pada pemenuhan target roadmap industri hasil tembakau, pemenuhan APBN, dan instrumen pengendalian tembakau sesuai FCTC yang tidak diratifikasi.

Pengaturan cukai yang berkedaulatan tentu menjunjung tinggi asas keadilan, kemanfaatan, dan pemerataan bagi kedaulatan ekonomi bangsa Indonesia.

Tapi, itupun kalau pemerintah kita mau bersusah payah mikir. Agak mustahil, sih. Aplikasi berwarna biru tentang informasi pandemi itu saja masih semrawut, gimana mau detail melihat hulu-hilir industri hasil tembakau dengan segala dinamika di lapangannya.